Marselinus Sumardi Budiman (foto ist.) |
Oleh: Marselinus Sumardi Budiman
Mahasiswa Universitas Tribuwhana Tungga Dwi, Malang
Tema “Allah sebagai Bapa yang Berbelas kasih” mengingatkan saya akan sosok seorang yang berarti dalam kehidupan saya, yaitu bapa saya. Beliau adalah seorang petani dan pekerja yang bisa memancarkan wajah belas kasih Allah kepada kami anak-anaknya. Sebagai anak seorang petani, saya melihat sosok Allah sebagai seorang petani dan pekerja.
Gambaran Allah dalam pengalaman hidup saya adalah seorang petani yang menanam, merawat dan memanen hasil untuk keperluannya dan orang lain.
Baca: Curhat Bersama Tuhan (Puisi Efrem Danggur)
Gambaran Allah sebagai Petani
Gambaran Allah sebagai seorang petani bisa ditemukan dari perspektif Alkitabiah. Kejadian (2:4b-25) yang berisi kisah Taman Eden adalah satu bagian dari banyak bagian kitab yang memuat visi Kitab Suci tentang pertanian yang menyejahterakan. Emanuel Gerrit Singgih mengemukakan bahwa Taman Eden sebagai lokasi tertentu di bumi sesungguhnya adalah kebun pertanian. Nama Eden harafiahnya berarti kemakmuran atau kebahagiaan. Taman Eden, hemat Prof. Berthold Anton Pareira lebih tepat dikatakan sebagai ‘kebun’ karena nuansa pertanian dengan pohon buah-buahan yang berlimpah. Kebun Eden merupakan kebun pertanian dengan kesuburan dan keseimbangan alam yang luar biasa. Kebun Eden adalah impian petani Israel karena melambangkan bumi pertanian ideal yang menyejahterakan.
Kebun Eden menunjukkan lingkungan pertanian yang harmoni dengan irigasi empat sungai: Pison, Gihon, Tigris, dan Efrat (Kejadian 2:10-14). Di Kebun Eden, kerja pertanian adalah pekerjaan yang dilakukan Allah sendiri (Kejadian 2:8-9).
Allah menjadi petani yang membuat Kebun Eden dan menanam (Ibr: natta) pepohonan di kebun itu sehingga indah, lestari, dan hasilnya berlimpah-limpah (Kejadian 2:9). Hal ini menandakan Allah sendiri menyiapkan lahan, bibit yang hendak ditanam, memupuk, menyediakan pengairan yang baik dengan irigasi dari empat sungai, menanam dan tekun merawat pepohonan seperti dilakukan para petani.
Baca: Gempa Bayah M 5,5 Guncang Banten, Sangat Terasa di Kutabumi, Tangerang
Pekerjaan bercocok tanam di Kebun Eden yang dilakukan Allah menjadi gambaran Yang Ilahi sebagai Ilah yang bertani. Hal ini memperlihatkan betapa kemuliaan pertanian merawat bumi diteladankan Allah sendiri.
Penempatan manusia di Kebun Eden sangat terkait dengan misi bertani yang dilakukan Allah. Manusia diciptakan dari tanah untuk memelihara tanah (abad adama) (Kejadian 2:7). Manusia dihadirkan Allah untuk mengelola pertanian dalam arti luas, termasuk memelihara binatang dan mengelola ternak agar lestari dan berlimpah hasil (Kejadian 2:15).
Hal ini dibuktikan di Kebun Eden, manusia berdekatan dengan segala sesuatu yang dicipta dari tanah. Manusia dianugerahi kepercayaan memberi nama setiap binatang (Kejadian 2:19-20). Binatang berasal dari tanah (Kejadian 2:19).
Pengelolaan Kebun Eden juga disertai perintah dan larangan tegas yang diberikan Allah kepada Adam manusia petani pertama. Perintah yang diberikan Allah (Kejadian 2: 15-17) menunjuk kepada etos kedisiplinan yang harus dimiliki setiap mitra Allah dalam memelihara Kebun Eden, yang mengarah kepada arti nama Eden yang sesungguhnya, yaitu agar manusia bertani sesuai tertib Ilahi untuk mewujudkan kemakmuran yang dirasakan seluruh makhluk.
Baca: Man United vs Middlesbrough; CR7 Gagal Eksekusi Penalti
Perintah dan larangan Allah di Kebun Eden bermakna bahwa tidak pernah ada kemakmuran yang bisa diraih masyarakat tanpa kedisiplinan menjalankan tatanan hidup yang mendasari keadaan yang menyejahterakan.
Hemat saya, Kisah Taman Eden menampilkan sosok Allah sebagai seorang petani. Petani yang memberikan kehidupan. Sebagai seorang petani, kelimpahan dan berkat hanya dalam persatuan dengan Allah sebagai pemilik tanah dan pekerja.
Tugas manusia adalah merawat (bukan menjadi petani yang tamak). Ketamakan ketika menjadikan Eden baru (bumi) untuk meraup keuntungan sendiri. Misalnya dengan menghancurkan hutan demi menumpuk harta di dunia.
Baca: WALHI NTT: Perlindungan Lingkungan, Wilayah Kelola Rakyat, dan Pers
Belajar dari St. Yosef (Seorang Pekerja dan Tukang Kayu)
Setiap tanggal 19 Maret, Gereja secara khusus memperingati “St. Yosef sebagai seorang pekerja”. Santo Yosef adalah pelindung para pekerja (termasuk petani).
Dalam Kitab Suci, sosok Yosef tak banyak ditampilkan. Tak banyak ditampilkan bukan berarti tak memiliki peranan besar. Dari sekian atribut yang menjadi kekhasan St. Yosef, saya hanya mengambil satu sosok, yaitu seorang pekerja.
Sosok Yosef sebagai seorang pekerja adalah salah satu sosok Allah yang adalah seorang petani. Allah memilih St. Yosef sebagai ‘ayah’ Yesus bukanlah sebuah kebetulan. Allah memberkati pribadinya dengan sosok tukang kayu yang sederhana.
Refleksi: “Keutamaan Seorang Petani”
Gambaran Allah sebagai seorang petani dan sosok Yosef sebagai seorang pekerja mencetuskan sebuah kesadaran baru. Hemat saya, ada beberapa keutamaan seorang petani:
Pertama, seorang yang dekat dengan tanah.
Berbicara tentang ‘tanah’ berarti berbicara tentang ‘hidup’. Tak ada satu pun makhluk di dunia ini dapat bertahan hidup tanpa tanah. Tanah cakupannya soal ‘latar belakang’, ‘status’, ‘kebudayaan’ manusia. Tanah adalah emblematis kehidupan. Dalam kebudayaan Yunani, alam semesta atau kosmos mendapat ‘tempat pertama’ dalam permenungan tentang kehidupan. Tanah adalah sekolah kehidupan (Eugen Sardono, Majalah Quareta).
Baca: Seberkas Cinta Gadis Juita Dengan Seorang Seminaris (Cerpen Efrem Danggur)
Erich Fromm memproklamirkan, bencana terbesar yang dialami oleh masyarakat global di zaman ini adalah bukan perkara bom atom, perang nuklir atau perang dengan senjata biologis melainkan ketika tanah, air dan udara sudah menjadi barang langkah dan diperjualbelikan. Sudah menjadi barang langkah, dijual lagi.
Kedua, seorang yang bisa membaca tanda-tanda alam.
Menurut Panjaitan dan Raphael, jika kisah penciptaan (Kej. 1-2) diperhatikan secara ekologis – teologis sebenarnya hendak menjelaskan bahwa Allah menempatkan manusia sebagai satu kesatuan dengan alam semesta, sebagai wujud kesatuan yang tidak terpisahkan (Panjaitan 2005; Raphael 2016). Oleh sebab itu, tambah Harun dan Raphael, upaya membangun dialog kehidupan dengan alam semesta menjadi hal yang sangat penting (Harun 2015) agar tercipta penyatuan diri manusia dengan alam semesta sekaligus mengembalikan manusia ke dalam hakikatnya sebagai bagian dari alam semesta. (Raphael 2016).
Ketiga, petani adalah sosok yang mengandalkan Tuhan
Endraswara mengungkapkan bahwa dalam budaya Jawa terdapat konsep Jumbuhing Kawula Gusti, yaitu pemahaman bahwa dunia dan seluruh isinya (termasuk manusia) berasal dan bertujuan kepada Yang Ilahi. Oleh karena itu, antara Yang Ilahi dengan seluruh ciptaan adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Kesejatian hidup yang utama terletak pada pemahaman tentang kemanunggalan kawula (manusia dan alam semesta) dengan Gusti (Allah/Yang Ilahi). Inilah tujuan utama hidup manusia Jawa dan jika manusia Jawa sudah mencapai taraf tersebut, maka ia akan disebut sebagai manusia sejati‘ karena telah bersatu dengan Allah dan alam semesta (Endraswara 2018). Dalam budaya Flores Manggarai ada peribahasa mori jari dedek, sebuah petuah bahwa Allah adalah pencipta dan manusia hanya meminjam tanah (Eugen Sardono, 2018).
Keempat, sosok yang menghadirkan kembali Eden (kemakmuran dan kebahagiaan).
Manusia sebagai ciptaan Tuhan diharapkan bisa mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya melalui pekerjaannya. Setiap orang di dunia ini ingin hidup layak, sehingga berbagai upaya akan dilakukan demi mencapainya dan itu bisa didapat melalui kerja keras.
Baca: 5 Karakter Senyum Yang Berlaku Universal
Alasan pokok mengapa kerja penting bagi orang Kristen adalah karena Allah adalah Allah yang terus bekerja dan secara aktif bertindak. Pada dasarnya perintah Allah berlaku bagi setiap orang dan dengan bekerja manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menurut jerih payah dan bersukacita dengan hasil kerja (Pengkotbah 5:17-19). Pekerjaan yang dilakukan oleh manusia merupakan keteladanan Yesus Kristus kepada Bapa (Yoh. 5:17).
Dari beberapa poin di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah adalah sosok Bapa yang berbelas kasih. Allah tidak pernah kekurangan kasihnya. Gambaran Allah sebagai petani penting agar mengingatkan manusia bahwa Allah menghendaki, semuanya baik.
Refleksi
Dalam Ensiklik Paus Fransiskus menetapkan mulai 8 Desember 2020 sampai 8 Desember 2021 sebagai tahun St. Yosef.
Ada beberapa keutamaan St. Yosef.