Kumpulan Puisi Matias Patriano Vano (foto istimewah) |
Kumpulan puisi Matias Patriano Vano seperti Di Kala Pelitaku Redup, Gerimis Pun Bersenandung, Sepucuk Surat Untuk Sahabat, Menatap Jejak Hanyalah Percuma, Wanita Berkebaya Jingga memiliki makna yang sangat mendalam. Puisi-puisi ini bertitik berangkat dari permenungan filosofis. Untuk mengetahui seperti apa puisi-puisi ini dan maknanya, baca hingga selesai.
Baca: Menunggu, Pengemis Suara, Suara Gemuruh Terdengar Syahdu
Oleh: Fr. Matias Patriano Vano
Di Kala Pelitaku Redup
Aku berdiri di tengah sunyinya malam
Di tengah hembusan angin yang kian menikam hingga menemus jiwa
Kugenggam sebuah pelita sembari memberi cahaya namun mulai suram
Aku seakan berlarut oleh situasi yang kian kelam
Bercumbu mesra dengan sunyinya malam
Pelitaku kini terus memberi warna yang kian suram
Sementara aku dituntut untuk tetap setia berada di tengah kegalutan malam
Terkadang suara hatiku menjerit
Pertanda tak sanggup untuk menanti seorang diri
Apa yang sedang kutunggu?
Suara hatiku pun masih sanggup untuk mengungkapkan sepenggal kalimat
Inilah pergulatan hidup yang sedang berangan dengan diriku
Tapi kok di tengah kebisuan malam?
Sementara aku tak lagi mempunyai sandaran
Pelita yang kugenggam akhirnya redup juga
Ku memohon pada bintang
Tetapi tempatnya terlalu jauh
Kumemohon pada bulan
Namun cahanya ditutup dengan awan yang pekat
Pelitaku hampir padam
Diriku terasa hampa tak selalu berjaga-jaga
Kepada-Nya kucoba berpaling
Berharap tetap memberikan ku pengharapan
Karena kutahu, tak ada yang mampu mengalahkankan harapanku pada-Nya
Walau pelitaku padam sekalipun
Baca: Pengamat Politik; Pariwisata Labuan Bajo Perlu Mengutamakan Masyarakat Lokal
Gerimis Pun Bersenandung
Mengiringi terbenamnya senja di ufuk Barat
Menatap awan gemawan di ujung samudra
Hempasan ombak berbuih memecah kesunyian
Meramaikan kisah indah dibungkus dalam angan-angan
Terpesona akan kicauan burung dara di atas batu karang
Seakan melepas hari dengan nyanyian riang
Tak ada suara merdu nan meluluhkan kalbu
Kalau bukan rintikan hujan yang selalu bersenandung
Butiran-butiran bening membasahi pundakku ini
Menemani kesendirian di ujung impian
Suara alam merdu dan terhanyut dalam perasaan
Terbawa simphoni lewat gerimis di senja yang menawan
Air mata pun ikut bersenandung
Bersama gelombang yang meramaikan alam ini
Kian detik, menit, jam pun terus terlalu
Melintasi cakrawala dengan menyimpan kisah pada semesta
Gerimis bersenandung, mengalunkan suara merdu dalam relung
Seakan menghibur hati yang trus merana dalam ribuan jejak
Mesra bagaikan sepasang kekasih yang jatuh dalam asmara
Kini senja ditelan bumi
Sembari menitip kisah lewat gerimis yang datang di akhir petang
Biarkanlah aku membawa kisah ini nanti
Tuk aku jadikan sejarah yang pernah kuraih hari ini
Menepis rindu dalam alunan sendu yang menusuk kalbu
Lewat gemercik yang datang bersama rintikan hujan di muara hati
Mungkin tak seresah hati ini
Karena telah berlarut dalam perasaan tak menentu
Bila esok masih kau terbit lagi
Aku di sini menanti dalam harapan yang pasti
Baca: Surat Yang Terdampar (Cerpen Fr. Adryan Naja)
Sepucuk Surat Untuk Sahabat
Jemariku bergetar saat merangkai kata-kata tak berkias ini
Tanpa inspirasi tanpa pula halusinasi
Kukumpulkan sejuta sajak dan kurangkum menjadi sebait puisi
Melawan rasa rindu yang kini menyerang hati
Saat waktu memberi harapan yang kurang pasti di awal kata ini
Hanya engkaulah yang hadir memoles kisah di balik sanubari
Lelah,
Aku lelah tak berdaya !!!
Menjalani hariku yang terus membisu
Menatap sang malam juga bungkam tak bersuara
Tanpa hembusan angin, tanpa cahaya bulan, bintang pun tak kuasa menghadirkan diri
Untuk apa?
Tanpa tawaan, senyuman, dan candaanmu membuatku berkalut dalam kesendirian
Menyapu sebagian impian yang pernah kuraih bersamamu jua
Duniaku dan duniamu terbentang jauh oleh cita-cita
Mengejar impian yang pernah engkau kisahkan
Dikala kita merancang biduk angan-angan tuk berlabuh ke masa depan
Sepucuk surat kan kuberikan
Sembari menanti jawaban meski terkadang hanya bermain dalam khayalan
Mungkin engkau telah menempuh kebahagian dalam impian
Bergembira dengan segala yang telah kau dapatkan
Namu bagiku, kebahagiaan yang kupunyai adalah pernah bersamamu
Ingin berjumpa dan memulai sesuatu yang baru walau tak seindah dulu
Tetapi ruang dan waktu tak pernah memberitahu aku tentang posisimu
Kutitipkan salam lewat angin yang berdesir
Yang kudapat hanyalah seuntai bisikan dan penuh kekosongan
Sahabat,,
Kini aku mengerti akan ungkapan hati yang terkadang membuat aku meneteskan
sebening embun kesedihan
Perjumpaan dan kebersamaan kita
Harus ditutup dengan perpisahan yang sungguh menyakitkan
Selamat berbahagia untukmu,
sahabat-ku
Baca: Membuka Lembaran Baru (Cerpen Sherly Sherena)
Menatap Jejak Hanyalah Percuma
Kicauan burung memecah kesunyian di awal hari itu
Langkahku terasa berat tuk menyusuri setiap harapan
Menghapus embun pagi yang telah melekat di ujung jubahku
Menyambut sang fajar yang kini menyapaku dalam deretan impian
Tertinggal sejuta kisah berpaut pada usia muda
Jejak-jejak itu perlahan mengahantar aku ke oase dewasa
Tak sedikit rasa lelah yang membebani raga yang lemah
Menopang cita-cita yang bergumul di balik seribu tantangan
Tak semudah kuberanjak di awal pagi
Mendengar kicauan burung menyambut pagi
Terasa bising dan mengganguku dalam keheningan
Kucoba tuk merangkai kata dalam doa
Namun pikiranku menerawang pada alam nan jauh berbeda
Apakah yang sedang kuinginkan?
Mengapa semuanya berubah dengan begitu cepat?
Aku pun mulai bergumul dalam pertanyaan yang kini meresah jiwa
Aku terus berjalan tetapi jiwaku tertidur dalam kegalutan yang mencekam
Aku manusia yang punya sejuta impian
Tetapi selalu merana karena tak sedikitpun kumendapat kebahagiaan
Mungkinkah ini proses dari sebuah perjalanan
Perjalanan panjang melintasi padang yang gersang
Menghitung jejak pun terasa ada dalam kesia-siaan
Kubangun dan kutetap berjuang demi panggilan
Walau butira-butiran cobaan selalu membuat mataku tertutup tuk terus maju
Taka da yang perlu kusesali hari ini
Kan kudapati segudang impian yang telah membuat kuterlena di awal hari
Wanita Berkebaya Jingga
Langkah menyusur pada lembah yang syahdu
Menjinjing ranselku, melakah dengan penuh rasa ragu
Dengan sedikit mengolah rasa dalam dada
Ingin berjumpa dengan wanita berkebaya jingga
Pandangan mataku tak terlepas dari parasmu yang cantik bagai bidadari
Membuatku sendiri terbius untuk berhalusinasi
Tak dapat kupendam lagi rasa yang ada di dalam hati
Ingin mengutarakan niat ini lewat goresan puisi
Wanita berkebaya jingga
Padamu kutaruhkan rinduku
Menitip sejuta rasa dalam auramu yang menggoda
Tuk kusampaikan segudang harapan mencapai impian karena cinta
Wanita berkebaya jingga
Desahku dalam langkah yang meredam karaguan
Kubutuh senyum dan genggamman tanganmu
Melintasi tapak demi tapak kisah masa silam
Ku berharap engkau cepat mengerti dan mengerti rasa yang kubungkus dengan satu arti
Aku ingin bersanding denganmu
Merasakan getaran hati yang ada dalam dada ini
Untukmu kulantunkan syair dan simphony
Bertekat membawamu dalam kesunyian mimpi
Aku terlelap hangatnya desah nafasmu menembus jiwa ini
Wanita berkebaya jingga
Kini senja menjemput malam
Menyadarkan aku dari lamuan panjang namun mengesankan
Memberi isyarat
Bahwa dirimu hanyalah ada dalam ilusiku yang semu