Bukannya 'Menghilang' dan Apalagi 'Dihilangkan' (foto Sil Joni) |
Oleh: Sil Joni*
Bukannya 'Menghilang' dan Apalagi 'Dihilangkan' - Hampir empat bulan, saya tak lagi akrab dengan dunia maya, khususnya facebook. Dalam rentang waktu yang panjang itu, sebenarnya 'hati ini' terus meradang. Saya seolah 'menghilang' begitu saja dari 'gemuruh' obrolan dalam ruang virtual itu.
Awal tahun 2022, akun facebook saya mendapat 'gempuran hebat', entah yang diarsiteki oleh pemilik perusahaan, maupun oleh 'tangan jahil' yang dengan segaja menyapkan akun itu. Persoalan menjadi kian rumit, sebab kecerdasan teknis-digital saya tak terlalu meyakinkan.
Terus terang, saya 'tak berdaya' menghadapi serangan itu. Dalam tempo yang sangat singkat, akun itu 'terkunci selamanya'. Saya sempat 'shock' dan sedikit 'stress' dengan kematian akun yang tragis itu.
Baca: Gadis Kecil, Wahai Sang Penegak (Karya Guidella)
Peristiwa 'tamatnya akun' itu, seakan berimbas terhadap 'penurunan motivasi' dalam menulis. Entah mengapa, gairah menulis saya sangat loyo pasca kejadian itu. Saya tidak lagi 'antusias' dan penuh vitalitas dalam menuangkan ide yang berseliweran dalam benak melalui media sosial.
Padahal, sebelumnya hampir setiap hari saya 'memproduksi' minimal satu artikel opini pendek di akun 'Silvester Joni' itu. Selain diunggah diakun pribadi, tulisan-tulisan tersebut diterbitkan dan didiseminasikan oleh beberapa media dalam jaringan (daring). Akun facebook lama itulah yang berjasa 'melambungkan' nama saya di jagat maya.
Butuh waktu lama untuk 'keluar' dari suasana kesedihan itu. Saya memutuskan untuk 'libur sejenak' dari aktivitas literasi. Sebuah keputusan yang sebetulnya 'kurang membahagiakan'. Pasalnya, selalu muncul 'pemberontakan' dan kegelisahan sebab absen dari dunia menulis bukan 'diri saya yang sesungguhnya'.
Beberapa orang teman 'coba' mengangkat moral saya untuk 'menekuni lagi' dunia yang telah membesarkan saya itu. Ada yang bertanya dengan penuh simpatik 'mengapa saya tidak menulis di facebook lagi'. Sebagian dari teman itu, secara jujur sangat 'rindu' membaca goresan saya.
"Akun facebook saya, tidak bisa dibuka lagi. Mungkin akun itu sudah 'dihack' (diretas) oleh orang tidak dikenal. Saya belum bersemangat membuat akun baru". Itulah deretan kalimat yang terlontar dari mulut saya ketika meladeni 'rasa ingin tahu' dari para kolega perihal 'suasana paceklik literasi' yang menimpa saya sekian bulan.
Baca: Duka Gadis Desa (Cerpen Severinus M. Deo)
Tidak jarang pernyataan bernada 'kritik' muncul secara spontan dari kawan-kawan itu. Ada yang menduga dan bahkan 'memvonis' bahwa saya sudah 'dikendalikan' oleh pihak lain. Naluri menulis secara kritis sudah 'dimatikan'.
Situasi yang saya alami dalam tiga bulan terakhir, memang menimbulkan sejumlah pertanyaan. Sekian interpretasi dan spekulasi bisa dimunculkan dalam ruang publik.
Karena itu, saya sangat 'menghargai' dugaan atau penilaian orang berkaitan dengan 'ketidakaktifan' saya dalam meracik tulisan di kanal media sosial. Itu adalah bagian dari 'kebebasan' menafsir yang tentu saja bersifat subyektif.
Kendati demikian, saya kira, narasi dalam goresan pendek ini, bisa menjadi semacam penjelasan klarifikatif dalam 'meluruskan' penilaian atau tuduhan miring atas diri saya.
Baca: Sosok si Gadis Berbau Mawar
Bahwasannya, peristiwa 'hancurnya' akun facebook, menjadi 'pemicu' mengapa gairah menulis itu sempat 'terkurung' dalam hampir empat bulan. Jadi, saya tidak 'menghilang' apalagi dihilangkan sebab berafiliasi dengan kelompok tertentu. Hilangnya gairah untuk menulis dalam jangka waktu tertentu, merupakan problem psikologis semata. Tidak ada 'kekuatan lain' yang menekan dan membonsai kebebasan berpikir itu.
Bagi saya, menulis adalah panggilan jiwa yang membutuhkan pengorbanan dan integritas diri yang jernih. Menulis merupakan media pewartaan 'kabar baik' kepada sesama.
Akhirnya, saya kutip jargon yang sering disampaikan oleh Duta Baca Indonesia, Gol A Gong bahwa 'menulis itu hebat dan membaca itu sehat'. Semoga semakin banyak orang yang tertarik untuk menjadi manusia hebat dan sehat. Jika itu terjadi, maka cepat atau lambat kita akan mengalami lompatan kemajuan yang signifikan.
*penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.