Kultur Literasi dalam Terang Visi Politik Pemda Mabar |
Oleh: Sil Joni*
Menyimak ‘Orasi Literasi’ dari Wakil Bupati Manggarai Barat (Mabar), dr. Yulianus Weng dalam kegiatan Safari Literasi Duta Baca Nasional dan Bunda Baca Provinsi NTT, di Aula Setda Mabar, Kamis (10/3/2022) rasa optimis begitu membuncah dalam diri saya soal ‘prospek perkembangan’ gerakan membangun budaya baca-tulis di Kabupaten ini. Pasalnya, dalam sambutannya, Wakil Bupati (Wabup) Yulianus dengan sangat jernih menarik hubungan logis antara visi politik Pemerintah Daerah (Pemda) Mabar dengan urgensitas dan signifikansi gerakan membangun budaya literasi saat ini.
Baca: Tak Ingin Diulang Kembali, Perihal Perasaan (Puisi-puisi Sherly Sherena)
Salah satu visi politis yang telah didesain dan akan dieksekusi oleh pemerintahan Edi-Weng adalah meningkatkan kualitas Sumber daya Manusia (SDM). Jembatan untuk memanifestasikan idealisme politik itu adalah literasi. Karena itu, Pemda Mabar, melalui dinas terkait sangat mendukung dan bertekad untuk berada pada garda terdepan dalam membangun habitus literasi yang baru di Mabar. SDM yang unggul, demikian Wabup Yulianus, bisa terwujud jika dan hanya jika “budaya baca dikembangkan sejak usia dini”.
Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai itu tidak menyangkal bahwa fakta saat ini, minat atau budaya baca itu sudah pudar. Kebanyakan anak usia sekolah atau remaja lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputer atau telepon pintar, bakan untuk ‘membaca’, tetapi untuk tujuan lain yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan literasi. Kehadiran teknologi digital dengan pelbagai aplikasinya, tidak dengan sendirinya ‘mengubah minat berliterasi’. Sebaliknya, ada kesan bahwa keberadaan perangkat teknologi digital justru membuat ‘badaya baca’ semakin ‘terdepak’.
Baca: OSIS dan Komponen Pendukungnya
Tidak seperti Duta Baca Nasional, Gol A Gong yang dengan tahu dan mau ‘tidak menerima penilaian bahwa kita adalah bangsa dengan minat baca rendah’, Wabup Yulianus sangat realistis. Untuk konteks Mabar, rasanya sebuah kebohongan publik jika kita ‘tidak mengakui’ betapa rendahnya indeks literasi kita.
Saya berpikir, kesadaran semacam ini menjadi modal berharga untuk menelurkan intervensi kebijakan publik yang tepat sasaran. Kita mesti akui dulu bahwa ‘ada persoalan serius’ terkait dengan minat baca masyarakat. Pengakuan dan kesadaran itu, mendorong Pemda untuk merancang kebijakan. Artinya, kebiajakan politik Pemda tidak dibuat asal-asalan, tetapi berbasis masalah dan berorientasi pada pemecahan masalah itu.
Baca: Ketika ‘Duta Baca” Bersafari Literasi ke Manggarai Barat
Berangkat dari fakta rendahnya minat baca itu, maka Pemda Mabar sudah memfasilitasi pembangunan beberapa ‘Pojok Baca’ baik yang bersifat fisik maupun yang berbasis digital. Pojok Baca di Labuan Bajo, menurut Wabup Weng, sudah diluncurkan secara resmi. Sayangnya, menurut Wabup Weng, meski Taman Bacaan atau Perpustakaan sudah tersedia, minat untuk mengunjungi atau menggauli aneka pustaka di tempat itu, tetap rendah.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Mabar, Agustinus Rinus menegaskan bahwa tahun ini Pemda akan membangun gedung Perpustakaan berlantai tiga di Labuan Bajo. Ini sebuah kabar yang sangat menggembirakan. Komitmen politik Pemda untuk ‘membumikan’ kultur literasi di tanah wisata ini, mulai diimplementasikan. Dengan ini, Pemda seolah hendak ‘menepis’ keraguan publik bahwa Pemda ‘tak terlalu serius’ menghidupkan budaya literasi yang sudah menjadi gerakan nasional saat ini.
Perhatian Pemda Mabar terhdap ‘aktivitas literasi’, seperti yang disinggung oleh Wabup Yulianus dalam orasinya itu sebetulnya sebagai penjelmaan dari visi besar ‘Menciptakan Generasi Mabar dengan tingkat SDM yang unggul dan kompetitif’. Cita-cita mulia itu, tentu berjalan di atas koridor visi utama rezim ini: “Mewujudkan Mabar Bangkit Menuju Mabar Mantap”.
Rupanya, Wabup Yulianus sadar sepenuhnya bahwa ‘upaya membangkitkan Mabar akan terlaksana jika aspek literasi ini dibenahi secara kreatif. Jika aktivitas membaca dan menulis sudah ‘membudaya’ di tengah masyarakat Mabar, maka tinggal menunggu waktu, kita akan mengalami lompatan kemajuan yang signifikan. Tubuh kabupaten ini akan ‘bangkit’ sebab kita memiliki modal yang cukup untuk ‘mengelola’ potensi alam dan budaya yang begitu melimpah di daerah ini. Jadi, literasi adalah ‘jalan ideal’ untuk bisa bersaing dengan daerah lain di negara ini.
Baca: Di Manggarai, Tradisi Minum Tuak Saat Pesta Picu Penumpahan Darah, Stop Miras!
Kita menaruh harapan yang besar kepada ‘duet Edi-Weng’ dalam menghidukan budaya literasi baik dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Pemda mesti ‘menginvestasikan’ modal yang besar untuk memfasilitasi dan mengkreasi pelbagai kondisi dan fasilitas yang memungkinkan masyarakat bisa mengembangkan budaya literasi secara maksimal. Pastikan bahwa semua satuan pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi (PT)memiliki gedung perpustakaan dengan koleksi buku yang bervariasi.
Tetapi, perpustakaan dan Taman Baca itu hanya ‘sebagai sarana’ untuk mendukung penumbuhan minat baca. Yang paling penting adalah merancang strategi konkret dan sederhana bagaimana membiasakan anak ‘bergaul dengan pustaka’ setiap hari. Mungkin, Pemda membentuk tim khusus untuk memonitor dan mengevaluasi soal kemajuan ‘program tingkatkan minat’ baca, baik dalam keluarga maupun dalam lembaga pendidikan.
*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.
Mau Memuat tulisan di BernasINDO.id?
Silahkan kirim ke email redaksi:
redaksibernasindo.id@gmail.com