Mencintai Almamaterku: “SMPK Rosamistika Waerana“ |
Oleh: Fransiskus Ndejeng
Mencintai Almamaterku: “SMPK Rosamistika Waerana" - Nama SMP Katolik Rosa Mistika Waerana, berarti sungguh sungguh menakjubkan. Kata “Rosamistika” sama artinya dengan” Mawar Mistik”, salah satu bentuk Devosi Maria adalah memohon doa doa Maria, dengan memanggilnya menggunakan berbagai gelar litani, dan gelar mawar mistik ditemukan dalam” Litani Loreto”. Sejak tahun 1947, gelar tersebut juga disosialisasikan dengan bentuk dovosi yang dipromosikan di Italia oleh seorang visioner Pierina Gilli.( Wikipedia, 2021).
Nama sekolah ini menjadi inspirasi bagi para pendiri Yayasan CIJ Ende, pusat Biara di Jopu, Keuskupan Agung Ende, untuk dijadikan sebagai pelindung yang penuh rahasia bagi perjalanan hidup konfentunya , biara masa depan yang penuh visioner itu. Terbukti, sampai saat ini, Yayasan pendidikan Katolik CIJ berjalan berbarengan dengan kekuatan visioner dari arti sebuah nama Mawar Mistik itu, yang disebut “ Rosamistika “ itu, yang dijadikan dan disematkan pada sebuah nama lembaga pendidikan menengah pertama, di ujung Barat Pulau Nusa Bunga, tepatnya, di dataran rendah Waerana, Desa Rongga Koe, Kecamatan Kota Komba, kabupaten Manggarai Timur. Kurang lebih 12 KM dari pusat ibu kota Kabupaten Manggarai Timur, Lehong. Penulis amat berbangga hati, di usia yang mau menuju Intan, SMP Katolik Rosa Mistika Wae Rana , tetap eksis, di tengah gempuran, adanya sekolah sekolah yang dibuka oleh pemerintah setelah otonomi daerah berlaku, sejak Manggarai Timur berdiri tahun 2007 yang lalu. Di situlah Mistikanya, nama Rosamistika, tak lekang karena panas I sekolah negeri dan tak lapuk karena hujan badai virus Corona. Juga, turut berbangga sebagai anak yang dilahirkan dari almamater yang Rosa Mistik itu; kurang lebih 43 tahun yang lalu, masih mengenang akan begitu besar jasah dan pengorbanan almamater untuk melahirkan alumni yang sudah berkarya di hampir semua sektor kehidupan ini. Sudah melanglang buana sesuai panggilan dan misi hidup yang telah digariskan oleh almamater. Tentu, penulis mewakili teman seangkatan turut mengenang jasah misionaris Belanda , Romo Daem, yang memberi les pada setiap hari Kamis, tentang Kitab Kejadian, dengan ungkapan Galileo Galilei, “ Dunia Tetap Berputar Mengelilingi Mata Hari “.
Jasahmu tak pernah terlupakan untukmu almamaterku, I Love Almamater “ SMP Katolik Rosa Mistika Waerana” yang kami banggakan. Para suster dan para guru yang telah menanamkan ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai-nilai kehidupan dan sebagainya; antara lain, Suster Ignatio, CIJ, Suster Myra, CIJ, Suster Ros Dalima, CIJ, Ibu Bergita Monis, Pa Lukas Nono, pa Petrus Sengkang, Suster Lodo, CIJ, Ibu Ossy Siti, pa Eduardus Baru,pa Germanus Gelang, pa Guru Petrus Medang ( seorang guru Bindo), pa Mateus Neu, dan masih banyak yang lainnya, penulis tak mudah tersimpan dalam memori ini. Mohon maaf; jasahmu begitu mulia untuk melahirkan tunas tunas bangsa dari seputaran Matim bahkan dari daerah tetangga juga ikut mendaftar dan dididik di SMPK Rosa Mistika Waerana.
Penulis, teringat ketika masa sekolah di SMP Katolik Rosamistika , era 1978-1980, kita mendiami asrama Vila Adam( asrama laki-laki). Terletak di pinggiran kali jembatan menuju kampung asli Rendok, Waerana, dan dibelakang asrama ada serumpun bambu sebagai tempat berteduh di kala musim panas tiba. Setelah SDK Waerana I yang berdiri sekitar tahun 1922.
Saya adalah salah seorang mantan siswa SMP Katolik Rosa Mistika Waerana, angkatan tahun 1977-1980. Seangkatan dengan Pater Wilhelmus Sinawil( almahum), Renata Fernandez, Blasius Buru, Theresia Neumann, Emirensiana Ndee, Herman Mando, Hermanus Ando, Rofinus Ondi, Fransiska Romana, Ferdinandus Fukardi, Yakobus Lalong dari Kower, Nikolaus Tegu, Thomas Goa, Yakobus Labok, dan lain- lainnya, merupakan kawan sekelas 3B. Sedangkan kawan seangkatan kelas 3A, antara lain, Edith Sara, Sirilus Marung, Rosalia Fernandez, Yakobus Dado, Regina Egho, Reni Latu, Sebastianus Nyonas, dan lain-lainnya.
Kelas 3B, merupakan kumpulan siswa siswi yang cukup kritis sejak kelas 2 SMP, sebab setiap wejangan para guru dan suster, ketika proses bejajar mengajar dan ekstrakurikuler, tidak terima begitu saja, setiap ada penjelasan para guru, kecuali guru matematika yang bernama pa Lukas Nono, terkenal keras, muka selalu asam kalau berada di kelas. Beliau adalah seorang guru tamatan PGSLP. Hampir semua siswa tidak berani angkat muka dan bertanya tentang rumus rumus matematika dan penerapannya. Takut salah dan dilibas dengan sebilah mistar alias nomor sembilan Jepang. Hampir semua siswa dan siswi takut, gugup dan berdoa semoga les matematika cepat cepat usai.
Penulis, pernah mendapat nilai empat pada ulangan tentang pokok bahasan aljabar. Kebetulan ketika saya berada di kelas dua SMP kala itu dan sering sakit. Pas masuk kelas langsung diberikan tugas ulangan harian. Memang ada juga siswa lain mendapat nilai dibawah nilai saya. Yang tertinggi nilai enam, hanya teman sekelas Renata Fernandez dan Herman Mando, si Ketua Kelas 2B. Ketua Kelas 3B Yakobus Lalong dari Kower. Orangnya bagus dan tidak cepat emosi ketika diejek dan digoda oleh teman temannya.
Ketika kami berada di kelas 2B, dengan wali Kelas adalah pa guru Eduardus Baru, jebolan SPG Katolik Setia Bhakti Ruteng. Memiliki hobi bermain badminton. Kebetulan dalam kelas kami memiliki 28 orang siswa. Ada seorang guru PKK berasal dari tamatan SKKA Ende. Tidak perlu sebut namanya, hanya siswa siswi angkatan itu saja yang tahu. Ibu tersebut mengajar mata pelajaran PKK, ketika ibu itu masuk kelas sudah mengumumkan pada seluruh siswa, bahwa setiap kali ada les PKK siswa dan siswi wajib membawa mistar. Kebanyakan mistar pada waktu itu dibuat secara mandiri dari irisan potongan bambu tanpa ukuran milimeter. Yang penting membawa mistar yang terbuat dari bambu, asalkan lurus dan rapih seperti sepotongan mistar benaran. Bisa juga dibuat dari irisan pelepah Enau yang sudah kering dibuatkan sebuah mistar siswa.
Ketika ibu guru PKK masuk pada Minggu berikutnya, tepat les pada setiap hari Kamis, si ibu memeriksa buku gambar dan mistar, dari ujung ke ujung meja sampai pada ujung meja paling kiri belakang dekat pintu kantor Kepala Sekolah, ada seorang teman bernama lengkap, Hermanus Mando, sebagai ketua Kelas, ketika memeriksa mistar, dia tunjukan sebilah potongan kaca jendela nako, yang sudah rata, dan tidak sabaran, si ibu langsung membanting ke lantai dan bunyi plak plak plak berantakan, mengganggu suasana kelas dan sekitarnya. Dan, si ketua kelas menuntut si ibu guru tadi untuk menggantikan mistar tersebut, dan akhirnya si ibu menangis dan tidak masuk kelas selama kurang lebih sebulan. Aksi yang sama dilakukan oleh seorang wali kelas, untuk memberi skor agar dilarang masuk kelas bagi siswa siswi yang bermasalah. Namun, imbasnya, sanksi dikenakan kepada seluruh siswa pada kelas 2B itu.
Penulis dan beberapa teman mengajukkan sikap keberatan kepada sang guru wali kelas, agar supaya sanksi tidak diberikan kepada semua siswa dalam kelas. Jawaban dari pa Wali kelas, ketika itu, sanksi yang diberikan kepada semua siswa dalam kelas 2B adalah wajib mengumpulkan batu sebesar kepala sebanyak satu kubikasi, sebagai berikut. Untuk siswa yang kena langsung dan bermasalah dengan ibu guru mata pejajaran dikenakan sanksi kumpul batu sebanyak satu kubikasi. Sedangan siswa lain dalam kelas dikenakan sanksi kumpul batu sebanyak satu kubikasi menurut deret tempat duduk sesuai blok tempat duduk di dalam kelas.
Betapa sulitnya untuk mendapat batu di seputaran sekolah, SMPK Rosa Mistika Waerana pada waktu itu, bahkan sampai saat ini. Bayangkan kita bisa mendapatkan batu batu itu sejauh kurang lebih lima ratus meter dari lingkungan sekolah. Itu pun hanya ada di kali kali mati saja, tetapi jumlahnya tidak seberapa banyak. Namun, karena niat untuk sekolah dan rasa tanggungjawab serta solidaritas diantara teman begitu besar, maka apapun yang terjadi tetap berusaha secara mandiri dan gotong royong untuk mengumpulkan batu batu itu. Belum lagi ada teman yang nakal untuk mengambil batu batu dari onggokan teman yang lain yang sudah memenuhi syarat tuntutan atas sanksi itu.
Menurut penulis, makna yang tersirat dari setiap perbuatan yang dilakukan oleh siswa siswi di sebuah sekolah, seperti yang dialami penulis ketika masalah sekolah dahulu di SMPK Rosa Mistika Waerana adalah sebagai berikut. Pertama, tindakan terhadap seorang guru, pengajar, pendidik, perlu direfleksikan sebagai sebuah sarana untuk direfleksikan terhadap sikap sopan santun terhadap perbuatan yang dilakukan oleh seorang siswa. Apapun bentuk dan jenis perbuatannya itu perlu dilihat dari sisi sebab dan akibat dari setiap tindakan guru terhadap seorang siswa dan/atau pun kelompok kelas. Artinya apa? Guru kencing berdiri murid kencing berlari. Guru patut diguguh dan ditiru! Bukan mengangkangi guru. Penulis tahu, pada jaman itu, rata-rata yang mengajar siswa SMP dan sederajat, umumnya berpendidikan setingkat SMA dan paling banter adalah guru bergelar sarjana muda atau tamatan sekolah guru lanjutan tingkat pertama ( PGSLP). Itu pun hanya seorang kepala sekolah saja yang bergelar BA( Bachelor of Art).
Namun, jangan dibilang, tentang dedikasi tanpa pamrih mereka justru sangat petaruhkan. Itu dibuktikan dari pengabdian dan jarang tinggalkan kelas tanpa alasan yang masuk akal. Tidak ada guru yang pulang kampung karena ada urusan keluarga yang kurang penting amat. Rata rata kalau ada urusan keluarga biasanya dipilih kegiatan pada hari libur besar pada bulan Juli setiap tahun. Kecuali kalau ada duka keluarga dekat boleh diisinkan pulang kampung.
Kedua, ada nilai nilai yang dipetik dari setiap sanksi yang diberikan guru terhadap setiap kesalahan terhadap siswa; antara lain. Setiap siswa diajari untuk pandai menyelesaikan persoalan sendiri secara mandiri. Sebab tidak ada hidup tanpa persoalan untuk menatap hari esok yang lebih baik. Penulis merasakan bahwa, kasus apa pun yang dialami setiap hari sepertinya sudah dilatih, dididik, untuk diuji coba dalam penyelesaian masalah secara baik dan bijak, dengan bantuan teman secara gotong royong, mandiri, ulet dan amat solider terhadap persoalan teman sekelas. Malahan ada teman teman dari kelas lain ikut membantu untuk menggenapi batu sebagai sebuah sanksi akademik. Nilai nilai seperti, menurut penulis sulit didapat pada peserta didik saat ini. Sebab kemajuan dunia pengetahuan dan teknologi mempermudah semua jalan untuk mencapai tujuannya.
Prosesnya serba instan tanpa lika liku. Semua beres. Contoh, suka menyontek, suka bolos, suka bohong, dan sebagainya. Mudah stres ketika menghadapi masalah dalam hidup, sulit memecahkan persoalan hidup ketika ditimpa masalah pribadi, kita sering temukan siswa bunuh diri di berbagai tempat dari informasi media sosial akhir-akhir ini. Mental jadi kerupuk dan mau dapat dengan mudah terhadap keinginan sesuatu dalam meraih hidup. Diperoleh tanpa peluh dan keringat perjuangan.
Ketiga, Ada perasaan bersalah ketika membuat masalah terhadap orang lain seperti seorang guru di kelas. Menurut penulis, perasaan-perasaan seperti ini dibandingkan dengan jaman dan era dahulu, dibandingkan dengan jaman dan era sekarang amat jauh beda. Mungin, ungkapan yang pas adalah susah kalau melihat orang susah dan senang melihat orang senang. Empati dan simpati terhadap permasalahan dengan seorang guru amat tinggi. Kita sebagai siswa dan siswi sungguh menghormati dan menghargai profesi seorang guru. Hampir hampir tidak terdengar kasus di media cetak yang menghujat dan menghajar guru. Ketika ada kesalahan sedikit karena cubit oleh guru di sekolah, tidak ada laporan untuk disampaikan kepada orang tua di rumah. Kalau ada laporan seperti itu, maka orang tua memukul balik dan mendukung apa pun tindakan guru di sekolah. Pokoknya, kalau mau jadi baik harus kesekolah dan ikut perintah guru. Apa pun bentuk dan jenisnya. Tidak boleh melawan. Keempat, Saya amat berkesan, sampai saat ini, almamaterku SMP Katolik Rosamistika Waerana, termasuk dalam salah satu Sekolah Penggerak di Kabupaten Manggarai Timur, dari sejumlah 43 sekolah setingkat pendidikan Dasar dan pendidikan Menengah sesuai SK yang diterbitkan oleh Kemendikbud RI, Nadeim Anwar Makariem.
Demikiankah seputar refleksi seorang penulis tentang Lika liku bersama almamater SMP Katolik Rosa Mistika Waerana, tempoh Doeloe, angkatan tahun pelajaran 1979/1980.
Penulis tunggal di Labuan Bajo, Manggarai Barat. Jln. Soehadun, Bandara Komodo. Selamat dan proficiat buat almamaterku, jayalah selalu bersama Bunga Rosmika yang harum semerbak mewangi membumi Nusantara dan mancanegara sesuai tugas dan panggilan hidup dari setiap alumnius yang dilahirkan oleh sang Mawar abadi, SMP Katolik Rosa Mustika Waerana.