Peraduan Kumal, Dialog Malam, Lautan Terdalam (Karya Guidella) |
Kumpulan puisi yang berjudul Peraduan Kumal, Dialog Malam, Lautan Terdalam Karya Guidella ini memiliki makna refleksi yang mendalam. Untuk mengetahui isi puisi-puisi tersebut, silahkan baca hingga selesai.
Karya: Guidella
Peraduan Kumal
Matahari menepis melepas baju kumalnya
Terduduk di peraduan yang telah berabab usianya
Lukanya tak terperih di atas peradaban hidupnya
Butir pasir lukai tapakmu
Tapak yang tak pernah kering oleh nestapamu
Dermaga bisu jadi saksi sandaran lelahmu
Deru ombak begitu nyata melipat duka
Sempat menggugat bulan tuk bersinar
Dalam rapuhnya malam kelabu
Nyiur kelapa itu masih melambai, liriknya masih menyapu ruang dukaku
Mohon rincikan apa salahku..
Egomu seret aku tuk bilang selamat tinggal
Sungguh aku tak bisa...
Dialog Malam
Jemari menari-nari
Perlahan tapi pasti
Ciptakan narasi
Bukan ilusi, sepintas terlihat seperti refleksi
Malam teramat pelik, mencekik
Membendung ruang piluh
Tak terhitung sejumlah gelisah, dipaksa bisu, membeku.
Realita teramat pelik.
Lagi-lagi mencekik
Ini rasaku? Ataukah resahmu pula?
Malam-malam ketika malam sebelum malam menjumpai bayang
Terbesit pikir tuk henti berpikir
Lambat laun waktu berganti
Rupanya pembekuan paksa ini semakin menjadi
Seperti sebuah tradisi
Kutanya saudaraku
Ini rasaku? Ataukah resahmu pula?
Hentikan bacotanmu, lalu nikmati kopimu, jawabnya
Katanya kamu terlalu kecil untuk mengusik langit
Terlalu rapuh tuk mengorek ego
Belum pas porsimu...
Akupun terdiam dalam lamunan
Menggerutu dalam seribu bisu
Membatin...
Salahkah aku?
Lautan Terdalam
Meramu Puji
Merakit asa
Menjamu candu
Tak selalu mudah
Kadang kala kita perlu meringkuk dalam sujud
Membasuh dalam peluk
Rengkuh terdalam
Hingga mengarungi lautan lepas nan dalam
Atau bahkah setelah kau menyelam hingga pada kedalaman terdalam
Lalu ombak dengan entengnya datang menerjang, hempaskan raga
Timbullah luka
Tetap saja yang kau dapat hampa
Tak apa, ombak juga bagian dari lautan
Imajinasi tidak terwatas
Tak dipagari tembok rasa
Kadang dunia penuh hirup-pikuk
Terlalu membosankan bagi kita yang lamban
Biar saja arus membawa biduk perlahan
Mengalir, terarah
Hingga pada saatnya tepian tenang akan dihantarnya untuk kita