Oleh: Sil Joni*
Lembaga "Dian Padang" dipandang sebagai 'dian, obor lilin' yang menerangi padang yang masih tersandera oleh gulita kemiskinan dan keterbelakangan.
"Dian
Padang". Entah bagaimana kisahnya sehingga frase indah ini dijadikan nama
sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) di dataran Terang. Tentu, riwayat
pemilihan nama untuk lembaga itu, menarik untuk dikaji dan dikisahkan kembali
untuk generasi saat ini dan yang akan datang.
Tulisan
ini, tidak berpretensi untuk menggali lebih jauh perihal fragmen historis
pendirian dan pemberian nama sekolah itu. Penafsiran sekenanya terhadap nama
itu yang disandingkan dengan konteks geografis dan demografis tempat di mana
sekolah itu tetap eksis, menjadi fokus perenungan mini ini.
Dalam
dan melalui goresan kecil ini, saya ingin mengekspresikan secara elegan rasa
bangga dan apresiasi terhadap sang eks ibu asuh (almamater) yang telah berjasa
'memformat' kepribadian saya sehingga bisa tampil dalam ranah publik seperti
sekarang ini. Tentu, refleksi sederhana semacam ini, tidak bermaksud
merepresentasikan secara paripurna terkait dengan fakta besarnya kontribusi
lembaga untuk para alumni seperti saya.
Baca: Mencintai Almamaterku: SMPK Rosamistika Waerana
Bagi
masyarakat yang ada di hamente (sekarang Kecamatan) Boleng, khususnya yang
berada di padang Terang, SMPK Dian Padang Lando bukan sebuah nama lembaga
pendidikan yang asing. Mengurai sejarah perkembangan pendidikan di padang ini,
tanpa menyebut lembaga ini, rasanya sebuah kebohongan yang brutal. Lembaga ini,
sejak tahun 1980-an sampai periode awal 2000-an, tampil sebagai 'single fighter' dalam mencerdaskan genrasi Boleng umumnya dan dataran Terang khususnya.
Sekolah
milik 'Gereja Katolik" ini didirikan pada tahun 1986. Perkembangan jumlah
penduduk yang signifikan di dataran Terang dan 'akses pendidikan tingkat
lanjutan' yang masih terbatas, mendorong para tokoh adat dan agama mengambil
sebuah keputusan berani. Di tengah keterbatasan dan kesederhanaan, mereka
memutuskan untuk mendirikan sebuah Sekolah Menengah Pertama' di tengah padang
Terang itu.
Gairah
anak-anak Terang untuk 'mengais ilmu' ke tingkat yang lebih tinggi, sebetulnya
sangat tinggi sebelum lembaga itu berdiri. Tetapi, selain terbentur pada soal
ekonomi orang tua, juga yang paling
menentukan adalah masalah jarak lokasi sekolah yang relatif sulit dijangkau
kala itu. Bayangkan, demi meraih cita-cita, anak-anak padang harus rela 'jalan
kaki' sambil pikul beras menuju Labuan Bajo atau Rekas. Jalur dan akses
transportasi belum ada dan lancar seperti sekarang.
Sudah
sepatutnya publik Padang Terang memberikan apresiasi dan penghormatan kepada
para inisiator (perintis) yang dengan kreatif dan genius merespons 'gerak zaman'
saat itu. Bagi saya, kehadiran SMPK Dian Padang pada tahun 1986 itu bisa dibaca
sebagai 'tonggak' kebangkitan dunia pendidikan di Boleng sekaligus momentum
'pengusiran realitas kegelapan' dalam cara berpikir.
Baca: Permenungan Silvester Joni Soal "Mencetak Insan Berkompeten", Apa Maknanya, Simak Ulasannya
Lahirnya era penerangan budi (pencerahan) di Terang terkristal dengan sangat indah dalam 'nama' yang diberikan oleh para pendiri untuk lembaga itu. Saya kira, nama Dian Padang itu lahir dari sebuah permenungan yang dalam dan intensif tentang situasi Padang saat itu. Lembaga itu dipandang sebagai 'dian, obor lilin' yang menerangi padang yang masih tersandera oleh gulita kemiskinan dan keterbelakangan.
Pertanyaan
reflektifnya adalah masihkah 'dian ilmu pengetahuan' itu menyala dan menerangi
semua makluk di kawasan ini? Saya belum mendapat data resmi dan valid soal
kesuksesan para alumni lembaga ini baik yang berkarya di Boleng maupun yang
tersebar di seluruh penjuru Mabar ini. Namun, saya bisa pastikan bahwa sebagian
besar 'sarjana' yang berasal dari dataran Terang merupakan 'out-put' SMP ini.
Sampai
saat ini, sudah ada 7 SMP/MTS di Kecamatan Boleng. Selain SMPK-Dian Padang,
memasuki milenium baru, muncul beberapa sekolah seperti MTS Terang, SMPN 1,
SMPN 2, SMPN 3, SMPN 4 dan SMP Seatap di Kokor. Keberadaan sekolah-sekolah baru
itu tidak membuat eksistensi Dian Padang goyah
dan redup. Dian Padang, sejauh ini, belum mengalami 'krisis siswa'.
Animo dan antusiasme masyarakat dataran untuk melanjutkan pendidikan
putra-putri mereka di lembaga ini, relatif stabil.
Sebagai
alumni, tentu saya merasa bangga dengan pencapaian yang ditorehkan oleh lembaga
ini dalam 'mencerdaskan' generasi Terang. Saya tamat dari SMPK Dian Padang
tahun 1996. Terus terang, terlalu jauh perbedaan kondisi almamater antara tempo
doeloe dengan fakta saat ini. SMPK
Dian Padang mengalami kemajuan yang signifikan tidak hanya berkaitan dengan
'tempat dan model bangunan', tetapi juga aspek manajemen dan proses
pembelajaran.
Baca: Reuni SMPK Rosa Mistika Waerana Tahun 2022
Lokasi/tempat
SMP ini pada zaman kami, agak jauh dari keramaian. Dia berdiri kokoh di
pinggiran hutan, di belakang Gereja Paroki Lando atau di bagian ujung Kampung
Rakot saat ini. Kami menimba ilmu di tempat yang 'sepi' bahkan begitu
terisolasi saat itu. Sisa-sisa bangunan 'di tampat lama itu, saya kira masih
ada hingga saat ini.
Latar
tempat yang begitu sederhana itu tentu sangat kontras dengan situasi saat ini.
Lokasi SMP itu sudah dipindahkan ke halaman utama Gereja Paroki. Letaknya cukup
sentral dan strategis. Tampilan sekolah ini semakin lengkap karena ditunjang
dengan keberadaan ásrama pastoran baik putra maupun putri yang didukung dengan
fasilitas yang memadai.
Saya
kira, keberadaan 'asrama' yang memungkinkan kedisiplinan bisa diterapkan secara
optimal, menjadi salah satu 'nilai plus' dari lembaga ini. Tidak heran, meski
jumlah SMP terus bertambah di Boleng, SMPK Dian Padang tetap menjadi salah satu
sekolah pilihan. Kepercayaan publik terhadap sekolah ini, tidak pernah luntur.
Kita
berharap pelbagai keunggulan dan tradisi positif yang menjadi 'kekhasan'
lembaga ini, terus dipupuk. Dengan itu, sekolah ini tetap menjadi 'dian ilmu'
yang setia menerangi padang kemanusiaan di Terang.
*Penulis
adalah alumnus SMPK Dian Padang Lando tahun 1996.