“Guru Penggerak” dan Perubahan Kualitas Proses Pembelajaran
Oleh:
Sil Joni*
‘Pendidikan
Guru Penggerak’ adalah
program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran.
Setelah
mengikuti beberapa tahapan seleksi, para calon Guru Penggerak di seluruh
Indoensia angkatan V, sudah diumumkan secara resmi. Dari daftar nama calon yang
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Guru dan Tengaga Kependidikan, Tanggal 31
Maret 2022, ada 20 orang guru dari Kabupaten Manggarai Barat yang dinyatakan
‘lulus seleksi’. Latar belakang tempat dan tingkat satuan pendidikan di mana
mereka mengabdi cukup bervariasi. Ada yang mengajar di level Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan ada juga
yang mengajar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Baca: Permenungan Silvester Joni Soal "Mencetak Insan Berkompeten", Apa Maknanya, Simak Ulasannya
Pada
tahap seleksi ini, para calon Guru Penggerak itu harus melewati ‘tiga model’
tes. Pertama, tes uraian (esai).
Mereka harus menjawab beberapa butir soal yang bersifat uraian. Panjang opini
yang ditulis disesuaikan dengan instruksi dalam soal-soal itu. Tapi yang pasti bahwa setiap soal memiliki tingkat
kerumitannya tersendiri yang mempengaruhi penentuan jumlah karakter dalam
tulisan itu.
Kedua, ujian ‘simulasi proses pembelajaran’
yang berpusat pada siswa. Para peserta diminta untuk membuat simulasi proses pembelajaran yang berpusat
pada siswa, berdurasi 10 menit. Masing-masing calon bebas menentukan kelas dan
tema dalam simulasi tersebut. Simulasi itu dipresentasikan secara online.
Setelah presentasi, dilanjutkan dengan sesi ‘tanya-jawab’.
Ketiga, tes wawancara. Pertanyaan-pertanyaan
dalam sesi wawancara ini, hampir mirip dengan yang muncul pada tes uraian
sebelumnya. Hanya saja, kali ini, jawabannya disampaikan secara lisan. Masalah
yang diangkat, tentu saja berkaitan dengan peran dan fungsi Guru Penggerak
dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta beberapa keterampilan dasar yang dipunyai oleh seseorang untuk mendukung tugasnya sebagai Guru
Penggerak.
Baca: Urgensitas SMK adalah Vokasional
Bisa
dipastikan bahwa 20 guru dari Manggarai Barat itu sudah mengikuti dengan baik tiga fase ujian dalam
proses seleksi itu dengan hasil yang memuaskan. Karena itu, kita patut
mengucapkan profisiat atas pencapain itu. Mereka sudah membuktikan bahwa
guru-guru di Manggarai
Barat juga mempunyai ‘potensi yang bagus’
untuk bisa berada pada garda depan dalam meningkatkan mutu pendidikan di tanah
air.
Kendati
demikian, status mereka masih sebagai ‘kandidat Guru Penggerak’. Mengapa? Lulus
seleksi tidak secara otomatis dilantik menjadi Guru Penggerak. Mereka masih
harus mengikuti semacam ‘pendidikan Guru Penggerak’ selama 9 bulan. Pelbagai
pelatihan, lokakarya dan proses pembeljaran resmi mesti diikuti dengan baik
agar pada akhir proses itu bisa mendapat ‘Sertifikat Guru Penggerak’ secara meyakinkan.
‘Pendidikan
Guru Penggerak’ adalah program pendidikan kepemimpinan
bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Program ini meliputi pelatihan
daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan. Selama program, guru tetap
menjalankan tugas mengajar sebagai guru.
Saat
ini, sudah bergulir wacana soal kriteria menjadi Kepala Sekolah. Dijelaskan
bahwa Sertifikat guru penggerak kini merupakan salah satu syarat untuk menjadi kepala sekolah.
Ketentuan ini diatur dalam Permendikbud No. 40 Tahun 2021 tentang Penugasan
Guru sebagai Kepala Sekolah.
Direktur
Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek, Praptono
mengatakan, guru yang sudah memiliki sertifikat dari diklat calon kepala
sekolah tetap dapat menjadi kepala sekolah. Namun, diklat pendidikan calon
kepala sekolah ditiadakan per 2022.
"Calon
kepala sekolah adalah yang memiliki sertifikat guru penggerak, di samping
mengakomodasi yang sudah punya sertifikat pendidikan calon kepala sekolah. Per
2022, diklat pendidikan calon kepala sekolah sudah ditiadakan. Jadi, semua
penyiapan calon kepala sekolah dipenuhi dari pendidikan calon guru
penggerak," kata Praptono dalam Silaturahmi Merdeka Belajar secara daring
di kanal YouTube Kemendikbud RI, Kamis (20/1/2022).
Wacana
semacam ini, tentu saja mesti dibaca dalam kerangka pemanifestasian cita-cita
meningkatkan proses pembelajaran di sekolah. Asumsinya adalah Guru Penggerak
telah dinyatakan memiliki kompetensi untuk ‘memperbaiki’ ekosistem pendidikan
di sekolah. Seorang guru penggerak mempunyai semacam kompentensi leadership
yang bisa menginspirasi guru lain untuk menerapkan proses pembeljaran yang
berpusat pada peserta didik. Guru Penggerak akan bertugas menggerakkan
komunitas belajar untuk rekan guru di sekolah dan di wilayahnya. Seorang guru
penggerak juga menjadi pengajar praktik bagi rekan guru lain terkait pengembangan
pembelajaran di sekolah.
Baca: Ujian Praktek UAS Bergenre Budaya Manggarai Raya
Dengan
kapasitas semacam ini, maka rasanya mereka sangat layak untuk menjadi
‘pemimpin’ di sebuah lembaga pendidikan. Oleh sebab itu, wacana menjadikan ‘Sertifikat Guru Penggerak’ sebagai kriteria untuk
menjadi Kepala Sekolah, merupakan kebijakan yang tepat, logis dan efektif.
Dengan demikian, metode konvensional dalam ‘memilih’ Kepala Sekolah, yang hanya
berdasarkan sistem senioritas dan mengandalkan hasil diklat sesaat, mungkin tidak
lagi relevan saat ini.
Kita
tahu bahwa secara teoretis, Guru penggerak diharapkan bisa bertugas untuk mendorong peningkatan
kepemimpinan murid di sekolah, membuka ruang diskusi positif dan ruang
kolaborasi antara guru dan pemangku kepentingan di dalam dan luar sekolah untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran. Secara keseluruhan, guru penggerak menjadi
pemimpin pembelajaran yang mendorong berjalannya ekosistem pendidikan di
sekolah dengan baik.
Baca: Bupati Hery Nabit Lantik 162 Kepala Sekolah dan 22 Kepala Puskesmas di Gedung Berbeda
Saya
membayangkan seandainya ‘sederetan kualitas’ di atas dimiliki dan dihayati
secara konsisten oleh para Guru Penggerak, maka perubahan dan kemajuan dalam
sektor pendidikan, bukan hanya mimpi di siang bolong. Apalagi, jika sebagian
besar guru dalam sebuah Satuan Pendidikan memiliki Sertifikat’ sebagai Guru Penggerak
dan mengimplementasikan secara kreatif pelbagai keunggulan praktis dan teoretis
itu, maka kita akan mengalami lompatan kemajuan yang sangat signifikan.
Saya
kira, bukan tidak mungkin program pendidikan Guru Penggerak ini menjadi
‘program wajib’ di masa mendatang, jika dalam pelaksanaannya program ini
terbukti sangat efektif mendongkrak kualitas proses pembelajaran di sekolah.
Semua guru diwajibkan untuk mengikuti program ini. Program Guru Penggerak
berpotensi menjadi salah satu ‘solusi konkret’ mengatasi isu stagnasi mutu
proses pembeljaran di sekolah formal selama ini.
*Penulis
adalah staf pengajar SMK Stella Maris
Labuan Bajo.