Kumpulan Puisi Fransiskus Ndejang: Aku, Bernostalgia, Umur, Kartini Pejuang Masa Depan |
Kumpulan Puisi Fransiskus Ndejang seperti Aku, Bernostalgia, Umur, Kartini Pejuang Masa Depan sangat bagus untuk dibaca, direnungkan dan diaplikasikan dalam setiap pengalaman hidup. Puisi-puisinya memantik semangat kita untuk melihat dunia dengan kacamata reflektif. Simak puisi-puisi berikut ini.
Baca: Semudah Itu, Suatu Malam di Kota Reinha, Kamboja, Perayaan Luka (Puisi-puisi Ano Rebon)
Bernostalgia
Aku rindu untuk bertemu di momen indah, reuni sekolah
Kawan semua...jangan lupah ajak teman seangkatan Romis bertemu,
bawa anak isteri....
Kita bernostagia bersama dengan hati penuh sukacita
Mari kita berbagi cerita indah masa lalu untuk direnungkan, pun
dikenang tentang indahnya masa emas kita dahulu...
ada lika liku, suka duka dan canda tawa yang pasti menyenangkan
karena masa muda hanya sekali, dan tak terulang kembali...
mari kita bersukacita dalam kasihNya
Memang hati ingin kembali ke masa itu, namun terlanjur usia tak bisa berbicara jujur....
Bernostalgia...! Membuatku merindu selalu untuk dikenang dalam sisah hidupku
di alam fana ini yang bermakna bagi generasiku masa depan di Romis Waerana tercinta ...!
Puisi ini disusun dari hasil percakapan yang kontekstual di grup Romis selama ini, “ Bernostalgia” untuk kisah kasih masa sekolah yang tak mungkin mudah terlupahkan. Labuan Bajo, 30 April 2022.
Aku
Aku disini untukmu sahabatku yang baik hati
Menerawang angkasa nun jauh di sana
Memulas rasa dan menenang pikiran untukmu di singgasana dambaanku
Meretas duka melepas rindu bersua muka di ujung horisan langit tak bertepi
Menunai tugas selepas cinta pengabdianku di ujung buana Purna baktiku
Aku, sampai dititik ini kucoba semuanya kutatap masa depan yang ceria bersama Tuhanku, Allahku
Yang tak berhingga di ujung dunia semesta alam tiada bertepi meraih mimpi indah
Kurindu akan keagungan sang ilahi penawar rasa damai sukacitaku penuh cinta
Aku tak lupa ucapkan terima kasih untuk ayahbunda yang melahirkanku
pun teruntuk para penjasah yang membuat sampai disini dititik ini...
Rasa hormatku untukmu ibu Pertiwi sampai aku menuju akhir hayatku nanti
Tiada tara engkau titipkan aku untuk mengabdi negeri sampai tuntas tugasku
Oh Tuhanku, oh ibu Pertiwi tercinta, kuucapkan terima kasihku untukmu yang berlimpa...
Penulis puisi ini, merasa bertanggungjawab atas kepenuhan hidup selama ini. Lahir dan batin, kesuksesan dan kegagalan merupakan dua sisi refleksi dalam hidup ini, terungkap dalam sebuah puisi “Aku”. Aku jadi seperti bukan karena siapa-siapa! Tetapi atas usaha keras, jasa orangtua, pendudik, dan tidak lupa adalah keagungan Tuhan sendiri. Labuan Bajo, 30 April 2022.
Baca: Sekumpulan Puisi Karya Maria Goreti Ganul
Umur
Umurku, tak terbilang tua seperti ini...! Aku tahu umurku kian bertambah, semangatku pun menjulang tinggi...
Di tengah usia makin menua daya pikirku kiah terasah, bijak, semakin positif untukku dan untukmu...
Aku tak surut bersyukur bersujud sembah kepada sang ilahi...
Oh...Tuhan bimbinglah aku untuk menikmati sisah hidupku untuk keluarga, sesama sahabat...
Puisi ini disusun dari hasil refleksi teman sejati dalam grup Romis di bulan terakhir ini, mengingatkan saya dan Anda semua, bahwa dan umur di tangan Tuhan yang menentukan. Namun, kita tak pernah putus tantangan hidup ini dalam berkarya. Labuan Bajo, 28 April 2022.
Kartini Pejuang Masa depan
Kartini masa lalu mengusir penjajahan mental yang terusik ...
Terusik oleh adat budaya paternalistik kaum perempuan yang dianggap rendah...
Dianggap rendah karena menomor duakan kaum perempuan, Kartini...pejuang sejati...
Kartini pejuang kaum perempuan masa lalu, masa kini, dan masa depan yang kokoh berdiri bermartabat untuk bangsa ...
Berdiri Sama tinggi dan duduk sama rendah demi kaum yang tertindas oleh budaya paternalistik kaum lelaki jehanam...
Kartini masa lalu, masa kini, dan masa depan tak ketinggalan kereta untuk berjuang meraih prestasi bangsa...
Prestasi untuk memberantas kebodohan dan buta aksara demi bangsa bermartabat....
Kaum Kartini masa lalu mengentaskan kemiskinan budaya bangsa yang meremeh remeh kaum perempuan...
Kini, kartini- Kartini bangsa duduk sejajar dengan kaum lelaki yang seimbang dan semartabat yang sama untuk bangsa ...
Untuk maju bersama menuju gerbang kemerdekaan bangsa yang adil dan beradab, damai dan sejahtera...
Untuk Indonesia maju sejajar bangsa bangsa bermartabat di dunia, merdeka dan berdaulat untukmu Kartini pejuang bangsa Indonesia...
Puisi ini disusun oleh Fransiskus Ndejeng, Kamis, 28 April 2022, atas refleksi yang cukup mendalam atas cikal bakal perjuangan R A. Kartini masa lalu untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi yang sejajar dengan lelaki.
Baca: Antologi Puisi Fransiskus Ndejang, Salah Satunya: Indahnya Hidup Toleransi
Asrama Vila Adam
Asrama Vila Adam membekas di dadaku sepanjang hayat
Masa sekolah era tahun 1970an hingga 1980an itu...
Asrama Vila Adam kukenang selalu seumur hidupku
Terletak di samping menuju jembatan menuju Rendok Waerana
Di bawah rimbunan pohon bambu yang sejuk nan indah permai
Ada canda, ada tawa, gembira, hening dan menakjubkan hati
Para penghuni panti asrama Vila Adam setiap saat waktu itu
Setiap pagi pembina membangunkan para penghuni bergegas menjemput fajar
Menyingsing dengan tanda bel lonceng berdentang bergegas menuju gereja Waerana untuk sujud syukur sang ilahi
Menerima hikmah pagi dan menjemput hari hariku dalam tugas harian rutin
Untuk menyongsong masa depan dengan cita cita mulia sesuai talenta dalam cinta
Talenta kita berbeda, pilihan hidup kita juga berbeda untuk mengabdi Masa depan
Masa depan kita ada ditangan Sang Khalik pemilik kehidupan ini
Dibawah kolong langit ini tidak ada yang kebetulan...
Semuanya berjuang dan bernostagia, merindu untuk bertemu di ajang reuni Romis Waerana tercinta...
Puisi ini disusun atas refleksi menjelang reuni Akbar SMP Katolik Rosa Mistika Waerana awal bulan Juli 2022. Mengenang kembali betapa indah hidup bersama dan bergotong royong ketika Masa sekolah dan hidup bersama di Asrama Vila Adam. Suka duka dan nostalgia bercampur aduk jadi satu disebut kenangan. Labuan Bajo, 30 April 2022.
( Fransiskus Ndejang)