Hutan Bowosie |
Hutan Bowosie yang terletak dan membentang sepanjang bantaran sungai dan ngarai, kawasan perbukitan dan pegunungan yang terletak di sepanjang Bukit Wae Mata, Desa Gorontalo, Waenahi, Lancang Sernaru, Kelurahan Waekelambu, kawasan bukit Kaper, Desa Golo Bilas, Nggorang, Desa Nggorang, Kecamatan Komodo; Waesipi, Wae Bobok, Bukit Tobodo, Mbehal, dan sekitarnya, di Kecamatan Boleng yang bersambungan dengan kawasan Mbeliling, dan sekitarnya. Di kecamatan Mbeliling. Semuanya, menyimpan semua potensi sumber daya alam untuk kesejahteraan umat manusia sejak zaman dahulu kala. Seperti sumber 13 titik mata air untuk kebutuhan sawah irigasi, air minum dan kebutuhan lainnya sepanjang hidup.
Baca: Wae Bobok, Jangan Diobok-obok!
Namun, setelah Binatang raksasa Komodo ditetapkan sebagai tujuh keajaiban dunia, dan kawasan Pulau Komodo dan sekitarnya; dan Kota Labuan Bajo, ditetapkan sebagai wisata prioritas, disebut wisata super premium; membuat kota ini, menjadi tersohor sebagai destinasi untuk kunjungan para wisatawan mancanegara dan domestik. Dengan suatu tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai akibat dari meningkatnya kunjungan wisatawan ke daerah ini. Spot-spot wisata akan didongkrak untuk menaikan sumber pendapatan daerah dan negara.
Hutan Bowosie, nasibmu tinggal kenangan sejarah. Dari bukti historis, hutan Bowosie, dirangkum dalam penetapan peta planetologi sejak zaman Belanda dengan kode hutan Bowosie dalam RTK. 108. Masa lalumu hutan Bowosie menyimpan sejumlah potensi kekayaan alamiah dalam bentuk zona tutupan, disebut zona penyangga, atau zona pelindung. Sejak zaman penjajahan Belanda; sepertinya Hutan Penyagga Bowosie, yang dijadikan sebagai kawasan” tangkapan “ air hujan, dijadikan sebagai “tandon air”, untuk mensuplay air minum, sumber Air minum bagi warga kota Labuan Bajo, dan sekitarnya.
Di samping itu, untuk sumber cadangan air tanah yang tersimpan dalam hulu hutan Bowosie yang sambung menyambung dengan hutan endemik Flores, yaitu hutan Mbeliling. Sumber air irigasi sawah dataran Nggorang dan sekitarnya. Juga, sebagai sumber pasokan udara bersih berupa oksigen bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Di samping itu pula, hutan Bowosie, dapat dijadikan sebagai oase yang berfungsi untuk mengatur kelembaban udara di alam semesta ini.( Bdk: Wikipedia, 2021).
Mengapa?
Era 1980an-1990an, kalau petani dan atau pekebun, atau pun masyarakat Labuan Bajo, dan sekitarnya. Sebut saja, seperti kampung Lancang, kampung Sernaru, kampung Wae sambi, dan kampung Waemata; serta anak sekolah, mengambil “Wase Wewu”( red. Dialeg Manggarai,tali hutan yang tumbuh merambat di dalam kanopi hutan). Diambil untuk digunakan mengikat tali pagar kebun,dan /atau kintal pekarangan rumah atau pagar sekolah.
Secara umum, Hutan memiliki fungsi sebagai penampung karbondioksida (CO2), habitat hewan, modulator arus hidrologika, dan pelestarian tanah serta merupakan satu diantara aspek biosfer Bumi yang paling penting. Keberadaan “hutan “ membawa dampak yang positip baik bagi manusia atau pun lingkungan dan makhluk hidup lainnya. Menjaga keseimbangan ekosistem alam secara berkelanjutan.
Sejalan dengan itu, fungsi hutan berdasarkan definisi para ahli sebagai berikut. Pertama, menurut Spuur(1973), Hutan ialah sekumpulan pohon-pohon atau tumbuhan yang terdapat kerapatan dan luas tertentu yang dapat menciptakan iklim setempat serta keadaan ekologis yang berbeda dengan di luar hutan.
Kedua, Hutan menurut Marpaung (2006), adalah suatu kesatuan ekosistem yang terdiri dari hamparan lahan yang berisi sumber daya alam hayati yang terdapat pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Baca: Soal MPP yang Dipimpin Wapres RI, Ma’ruf Amin di Labuan Bajo, Begini Kata Bupati Hery Nabit
Ketiga, Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999, Pasal 1, ayat 8, mendefinisikan Hutan Lindung sebagai kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem “penyangga” kehidupan , yaitu untuk megatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi.
Kalau ditilik dari fungsi hutan bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya; maka hutan dapat dikelompokkan atas lima fungsi hutan, yaitu, pertama, hutan produksi; kawasan hutan yang memiliki fungsi pokok dalam memproduksi hasil hutan.
Kedua, hutan lindung, yaitu kawasan hutan yang memiliki fungsi pokok sebagai perlindungan” sistem penyangga “ kehidupan dalam mengatur tata irigasi, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instruksi air laut dan memelihara kesuburan tanah.
Ketiga, hutan konservasi adalah kawasan hutan yang memiliki ciri khas tertentu yang memiliki fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Keempat, kawasan hutan suaka alam ialah hutan yang memiliki ciri khas tertentu yang memiliki fungsi pokok sebagai suatu kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
Kelima, kawasan hutan pelestarian alam ialah hutan yang memiliki ciri khas tertentu, fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawasan keaneragaman jenis tumbuhan dan satwa serta terdapat pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Dalam kaitan dengan pernyataan Yosef Sampurna Nggarang, Sekjen Pergerakan Kedaulatan Rakyat, warga Manggarai Barat. dibawah judul,” Bowosie: Bisnis Orang Pusat di Labuan Bajo” ? Dengan subjudul;Korban Pariwisata Eksklusif, tertanggal Kamis, 21 April 2022, bertepatan dengan perayaan Hari Lahir Ibu Kita Kartini yang ke 109 tahun, Menekankan, Memang narasi yang dibangun untuk pengembangan kawasan bisnis di Hutan Bowosie, seperti halnya juga di TNK adalah sama, yakni” Wisata Alam.”Namun, soalnya adalah wisata alam seperti apa? Apakah harus dengan meniadakan hutan yang berfungsi penting dan merusak ekosistem? Ataukah ini hanya membenarkan keresahan publik selama ini bahwa pembangunan pariwisata di Labuan Bajo yang digagas oleh teknokrat-teknokrat dari Jakarta lebih berorentasi proyek, bukan pada penyelamatan lingkungan. Meniadakan aspek penyelamatan lingkungan juga sama saja dengan mereduksi gagasan yang dinarasikan oleh BPOP-LBF selama ini, yang mengusung pariwisata berkelanjutan.
Di atas kertas, proyek persemaian modern di Hutan Bowosie itu disebut milik KLHK. BOP-LBF pun selalu menjawab demikian terhadap protes publik. Namun,patut diduga, itu adalah taktik untuk “ bersembunyi” di balik KLHK, mengantisipasi resistensi publik mengingat BOP-LBF adalah salah satu BOP-LBF yang sering diprotes atau didemo. Demikian kutiban pernyataan aktivis Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yosef Sampurna Nggarang, dari laman facebook, 22 April 2022 dari media Floresa.
Alihfungsi hutan alamiah menjadi lahan hutan buatan untuk kepentingan bisnis pariwisata alam buatan, dengan disulab untuk penanaman bibit pohon demi dibudidayakan dalam Membina dan Pengembangan Pariwisata Ekologi di hutan Bowosie itu, di areal lahan kurang lebih 400 ha. Obyek dan daya tarik wisata( ODTW), baik wisata alam, wisata budaya, maupun wisata minat khusus, seluruhnya terletak di permukaan bumi. Sementara itu, permukaan bumi tidak terlepas dengan sifat dan gejala yang ada di dalam kerak bumi yang harus dipelajari melalui disiplin ilmu pengetahuan kebumian khususnya geologi. Geologi berkaitan dengan ilmu bumi lainnya, seperti Meterologi, hidrologi, botan, dan zoologi, merupakan ilmu pengetahuan alam yang erat kaitannya dengan permukaan bumi.( Bdk. : Geologi Pariwisata, H.M. Ahman Sya dan H. Hamsu Hanafi, 2018: 2-3.).
Dari uraian fakta lapangan tentang lahan di kawasan hutan Bowosie, sejumlah kurang lebih 400 ha, yang tersebar di sebagian Kecamatan Komodo dan sebagian di kecamatan Boleng; penulis berpandangan bahwa, Hutan Bowosie, itu, perlu duduk bersama dalam sebuah meja bundar dan berdialog secara terbuka dan transparan antara pihak pejabat Kehutanan dan pejabat Badan pelaksana otorita pariwisata Labuan Bajo Flores( BOPLBF), untuk menjauhi dari adanya tekanan dan resistensi dari masyarakat yang sudah merasa memiliki dokumen kepemilikan lahan di dalam dan sekitar area kawasan hutan Bowosie. Lalu, tujuan pembangunan itu sendiri adalah untuk membawa kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu, pemerintah daerah dan pemerintah pusat dan/ atau BOP Labuan Bajo Flores, tetap mengakui hak-hak fungsionaris adat setempat dan mengakui hak kepemilikan lahan di dalam kawasan bisnis pariwisata itu. Ataukah diberi ruang untuk berdialog bagaimana cara yang baik dan berdaulat untuk kepentingan rakyat dan negara. Tidak diharapkan untuk tidak menghargai hak-hak rakyat karena toh isi dan tujuan dari pembangunan itu adalah kesejahteraan untuk rakyat. Perlu memperhatikan tata kelola kehutanan yang lestari dan berkelanjutan agar tidak terjadi kerusakan hutan yang berdampak pada erosi, longsor, kehilangan humus tanah, kehilangan tangkapan air hujan di pegunungan. Tidak membawa dampak berupa banjir bandang. Tetap menjaga keseimbangan ekosistem hutan, kelembaban udara, penyimpanan karbondioksida, demi menjaga suasana lingkungan yang netral.
Penulis memiliki pandangan yang barang kali kurang pas; supaya jangan sampai terjadi akses-akses yang lebih luas, dengan cara memaksa masing-masing pihak untuk membuka jalan ke area kawasan dan dihadang oleh warga. Secara represif, tentu, tidak menguntungkan masing-masing pihak. Dari pihak BOP Labuan Bajo Flores mengklaim bahwa areal hutan Bowosie sebanyak kurang lebih 400 ha itu adalah milik negara lewat tangan instansi kehutanan. Dari pihak warga menyatakan bahwa tanah milik kami berada di dalam kawasan hutan sekitar 400 ha itu. Perlu dipertimbangkan secara matang antara unsur pengambil kebijakan pemerintah pusat dan daerah guna menjemput kemajuan dan kesejahteraan rakyat secara damai, makmur, adil dan saling menguntungkan.
Ingat kasus Mesuji di Lampung, Provinsi Lampung, beberapa waktu lalu, hampir sama dengan situasi konflik agraria (BPN) dan rakyat yang terjadi di hutan Bowosie, akhir-akhir ini, membuat kedua belah pihak bersih tegang dan menggunakan fasilitas keamanan negara untuk pengamanannya. Oleh sebab itu, peran strategis pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk menjauhi dari akses yang kurang menyenangkan bagi rakyat kebanyakan yang memiliki lahan di kawasan hutan Bowosie. Apalagi, sejak tahun 2016 pemerintah pusat melalui departemen kehutanan republik Indonesia telah memberikan Rekomindasi untuk bisa digarap dan dijadikan hak milik bagi warga. Semoga!
Oleh: Fransiskus Ndejeng
Penulis adalah pemerhati masalah sosial pendidikan dan lingkungan hidup, tinggal di Labuan Bajo, Jln. Soehadun Bandara Komodo Labuan Bajo. Labuan Bajo, 23 April 2022.