Oleh: Fransiskus Ndejeng*
Reuni SMP Katolik Rosa Mistika Waerana tahun ini akan
berlangsung di masa liburan besar tahun ajaran 2022 yang akan datang. Sejak
awal Panitia reuni sudah terbentuk di pusat kegiatan program reuni, yaitu di
lokasi SMP Katolik Rosa Mistika Waerana, yang lazim disingkat Romis.
Berdasarkan catatan lepas dari hasil
diskusi di grup alumni Romis, penulis mengetahui bahwa SMP Katolik Rosa MistikaWaerana berdiri sejak tahun 1969. Namun, jauh sebelumnya SMP ini sudah memiliki
program sekolah kursus kepandaian Putri, sebagai sebuah lembaga kursus
nonformal atau yang lazim disebut dengan
istilah “SKKP Waerana”; singkatan dari Sekolah Kursus Keterampilan Putri.
Baca: Mencintai Almamaterku: SMPK Rosamistika Waerana
Saya terkenang akan sebutan “Mukun Surga dan Waerana Api
Neraka” atau “Kisol Lembah Suci”, karena mempersiapkan para imam yang berkarya
di ladang Tuhan. Saya memiliki suatu pandangan yang mungkin tidak sama dengan
sahabat alumni yang lainnya; sebutan
Mukun surga karena letaknya di pegunungan yang tinggi, kira-kira sekitar 2000
mdpl. Sedangkan Waerana terletak di dataran rendah yang dikelilingi oleh
pegunungan dan bukit. Waerana seolah-olah berada di bawah, hampir tertutup
ketika kita memandang dan menatap jauh
ke Timur dan ke Barat karena tertutup bukit ngarai.
Kisol berada dan terletak di lembah tanah rata yang cukup
sejuk dan menawan hati sehingga cocok didirikan sebuah seminari. Tempat
pengasuhan dan pembimbingan para calon imam masa depan. Juga jebolan awam yang
berkarya hampir di seluruh antero dunia ini. Sebut saja Kraeng Joni Plate, menteri Komunikasi dan Informasi Republik
Indonesia, Mgr. Siprianus Hormat, Pr sebagai Uskup Ruteng, Mgr. Vitalis Bruno
Syukur, OFM sebagai Uskup Bogor, dan Mgr. Datus Lega, Pr sebagai Uskup Sorong
Papua.
Menarik memang! Ketika kita menengok ke masa lalu, ketika
masa sekolah, dengan situasi kejiwaan yang masih polos, lugu, datang dari
berbagai latar belakang kampung halaman. Rata-rata berasal dari anak petani, guru SD dan
sebagainya. Ada yang datang dan berasal
dari kabupaten tetangga, seperti Ngada. Ada satu dua orang berasal dari kota
Ruteng, seperti adik bungsu Mgr. Eduard Sangsun, SVD (almarhum). Ada juga yang
berasal dari kota Borong yang memilih bersekolah di Romis.
Baca: Silvester Joni: Perempuan Juga Bisa (Kisah Perempuan Ketua OSIS di Loyola Tempo Doeloe)
Ada satu peristiwa menarik ketika para siswa melakukan
anjangsana ke SMP Pancasila Borong sekitar tahun 1978. SMPK Romis membawa
kesebelasan bola kaki untuk melakukan pertandingan persahabatan dengan siswa
SMP Pancasila Borong. Para putri membawa keenaman volly putri.
Ketika pulang dari Borong menggunakan dump truck yang sudah tua, dump
truck tersebut sempat macet di Wae Pake, Kisol karena berbeban cukup berat.
Ada letupan kata-kata seorang siswi cantik dalam membuat sebuah karangan
tentang kesan perjalanan kunjungan persahabatan di SMP Pancasila Borong. Ia
berkata begini, “sampai di wae pake, patah as oto kami”. Akhirnya, semua rombongan Romis berjalan kaki
pulang ke Wae Rana.
Seorang teman seangkatan yang ikut dalam kunjungan itu
adalah Nikolaus Teguh dari Parang, desa Golo Ndele, tetangga dengan penulis,
yaitu desa Ruan. Nikolaus adalah seorang pemain bola kaki yang bagus dan
tenang, juga pemain bola voli andalan Romis kala itu. Kalau bermain pada
“pertandingan Paskah” biasanya SMP Katolik Romis mengirim kesebelasan bola
sepak. Bahkan mereka bisa masuk sampai babak semifinal atau final bersama para
guru yang juga pandai bermain bola kaki. Sebut saja, Pa Yosef Dima, Pa Yosef
Joman, dan Pa Lukas Nono, serta beberapa guru muda yang lainnya.
Para siswa kala itu, umurnya berkisar antara 15-19
tahun. Siswa dan siswi biasanya membuat
surat kores secara diam-diam. Ada bahasa tubuh tentang ungkapan rasa cinta
terhadap teman kelas atau antar tingkat kelas. Menarik memang, yang penting
suster tidak boleh tahu. Ada juga sisipan surat kores di dalam lembaran buku
tulis catatan mata pelajaran. Dengan cara yang unik dan tidak semua tahu, lalu
para siswa kemudian berpura-pura meminjam buku catatan. Buku sumber mata
pelajaran amat terbatas sekali. Namun, semangat 1945 tetap berkobar untuk
meraih cita-cita dan mimpi mau menjadi apa di hari esok. Pokoknya sekolah saja.
Berpacu dengan waktu, dari catatan dan refleksi penulis,
setiap hidup anak manusia yang berjuang dengan keras tanpa tedeng aling-aling,
pasti suatu saat akan menjadi baik. Sekolah adalah tempat untuk mendidik,
membina, membimbing, dan melatih peserta didik untuk tumbuh menjadi besar,
dewasa dan bertanggung jawab menuju kematangannya. Untuk sempurna itu urusan
Sang Pemilik Kehidupan ini. Kesadaran ini cocok direfleksikan berdasarkan
referensi undang-undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, yang saat ini sedang
direvisi. Tentu saja sejalan dengan tugas pokok guru dalam undang-undang guru
dan dosen nomor 14 tahun 2005.
Mungkin dalam renungan roti kehidupan setiap hari yang
berbunyi: “rancanganku bukanlah rancanganmu” atau “pilihan hidupku bukanlah
pilihan hidupmu”! Tugas kita adalah mengantarkan masa depan peserta didik
menuju pintu kesuksesan di hari ini, esok, dan seterusnya. Hari esok adalah
milikmu bukan milikku lagi! Senada
dengan kata bijak seorang filsuf keturunan Yahudi Turki, abad ke-21 ini,
“Isilah batok kepala siswa dengan contoh dan keteladanan hidup lewat
pengetahuan, pengalaman dan keterampilan, dan psikomotorik, dan jangan pernah
memaksa pikiran kita orang dewasa untuk masuk ke dalam batok kepala siswa.”
Mereka memiliki keunikan masing-masing yang berbeda satu sama lain menurut
bakat, kemampuan, dan talenta.
Hal ini merupakan bentuk salah satu refleksi kehidupan
seorang alumni Romis yang berkarya sebagai seorang pengajar dan pendidik, sejak
tahun 1989 sampai 2023 yang akan datang. Hampir paripurna dalam bertugas dan
mengabdi bagi negeri ini.
Sejalan dengan artikel penulis sebelumnya sebagai seorang
alumni tahun 1979/1980, di bawah judul, “Mencintai Almamaterku SMP Katolik Rosa
Mistika Waerana”. Banyak kisah indah yang dialami, tentang lika-liku seorang
siswa kala itu. Di majalah dinding sekolah biasa dimuat karangan siswa, seperti
puisi, cerpen, refleksi dan kronik. Ketika pesta perpisahan sekolah, biasa
dibuat acara seremoni perpisahan, berupa sambutan kepala sekolah dan sambutan
atas nama alumni yang tamat. Pokoknya, sungguh menarik. Dibuat di sekolah dan
juga di asrama. Mungkin sahabat yang
lain memiliki kisah menarik sebagai bentuk kronik alumni. Ini saja yang dapat
saya rekam kembali di memori untuk barangkali ada seberkas harapan buat para alumni
Romis di mana saja anda semua berada.
Baca: Mitos “Orang Sakti, Kaki, dan Mego” dalam Perspektif Feminitas-Kosmologis Suku Sara, Ngada
Ada cerita lain ketika suster pimpinan sekolah dan pimpinan
asrama menyuruh para siswa yang menunggak uang sekolah dan uang asrama, disuruh
pulang untuk menagih uang pada orang tua. Demikian juga, dari asrama menagih
beras dan jagung bulanan. Namun, meskipun belum membayar uang sekolah atau uang
asrama, suster kepala sekolah tidak pernah mengusir siswa dari kelas untuk
tidak boleh ikut ujian atau diusir dari sana. Apa artinya?
Nilai-nilai solidaritas dan spiritualitas demi kemanusiaan
menjadi hal penting dalam pendidikan kristiani. Memanusiakan manusia lebih
penting ketika menjalankan proses pendidikan yang seutuhnya dan holistik. Bahwa
makan minum di Asrama dan biaya pendidikan merupakan urusan orang tua. Urusan
peserta didik (anak) adalah sekolah.
Nilai-nilai ini adalah bentuk teologi pembebasan yang
dicetuskan dari misi Eropa yang digaungkan oleh Romo Mangun Wijaya (almarhum)
di Indonesia. Imbasnya adalah semakin teguh prinsip untuk bersekolah dan
belajar demi meraih masa depan yang cerah!
Pengalaman reuni merupakan bentuk review tentang masa sekolah sambil memberikan suatu kontribusi
positif terhadap lembaga yang telah melahirkan seorang yang disebut alumni.
Sebab, salah satu syarat untuk membangun dan mengembangkan sebuah lembaga ialah
mendengarkan masukan para alumni tentang
almamater yang pernah mendidik dan membimbing peserta didiknya. Di samping itu, perlu ada data penelusuran
para alumni setiap angkatan dalam sebuah dokumentasi yang baik dan akurat. Hal
ini menjadi nilai plus untuk pengembangan sekolah dalam jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang (RKT dan RKJM) sesuai visi misi sekolah.
Catatan selaku alumni, penulis amat berbangga, bahwa Romis
memiliki program sekolah Ramah Anak. Artinya, jauh dari kekerasan fisik dan
verbal atau yang sering disebut dengan istilah perundungan. Penulis menyadari
bahwa fenomena kekerasan di dunia pendidikan, merambah dari pendidikan dasar
dan pendidikan menengah.
Manggarai Timur termasuk dalam salah satu daerah kabupaten
kekerasan tertinggi di NTT. Hampir setiap hari selalu ada tindakan kekerasan di
sekolah, di rumah dan di tengah lingkungan masyarakat. Bunuh diri, pelecehan
seksual, perdagangan perempuan dan anak biasa terjadi. Maka benar bila
kabupaten Matim disebut “darurat kekerasan”.
Apa dan dimana kesalahannya? Ada yang yang berpendapat,
bahwa hukum adat kita semakin lemah. Suara profetis guru dan orang tua kurang
didengar lagi karena dipengaruhi oleh media sosial. Manusia postmodern beresiko
akan hal ini. Masa transisi dari pertanian dan agraria tidak seimbang dengan
peradaban kecanggihan yang cepat dan dahsyat membuat adab, moral dan spiritual
manusia terganggu dan kehilangan pegangan hidup.
Baca: Pengaruh Game Online dalam Dunia Pendidikan
Penulis begitu senang dengan perubahan dan penerapan kurikulum
sekolah penggerak yang diterapkan di almamater Romis. Ada kemerdekaan belajar
bagi siswa dan kemerdekaan mengajar bagi guru.
Struktur kurikulum lebih simple dari jumlah jam pembelajaran.
Itu berarti guru
diberi ruang yang seluas-luasnya untuk mengembangkan diri dalam proses
pembelajaran yang bermakna dan berbasis kelas. Kemerdekaan juga membuat
administrasi pembelajaran yang seluas luasnya pula. RPP guru yang simpel
menjadi ibarat pengganti parang, sekop, tofa dan sabit bagi seorang petani tulen dan
profesional. Itulah esensi seorang guru profesional dalam menyambut penerapan
Kurikulum Penggerak di SMP Katolik Romis itu.
Demikianlah pandangan saya selaku seorang alumni SMP Katolik Romis tahun pelajaran 1979/1980 untuk almamater tercinta. Berikut ini adalah sebuah puisi untuk “almamaterku”.
Aku
mengenang akan almamaterku yang tercinta. Almamaterku engkau telah melahirkan
aku sebagai manusia baru. Manusia baru berilmu dan berakhlak mulia dan
berkarakter teguh
Almamaterku
aku tak dapat membalas jasamu dalam harta dunia tapi hanya Budi dan rasa
kualami dan kusumbangkan untukmu!
Namun, aku
pun hanya titip dalam doa bagi para
penjasa dan pendidik yang telah berpulang ke pangkuan ilahi. Terukir patri dalam cinta dan kasih
yang tak terbatas.
Jasamu
begitu besar nan dahsyat mengubah
karakter anak manusia yang dititipkan Tuhan di atas pundakmu!
Almamaterku,
Aku selalu terkenang akan ukiran cintamu yang tak berhingga sampai akhir hayat! Oh Tuhanku
sendengkanlah telinga-Mu untuk almamaterku, SMP Katolik Rosa Mistika Waerana.
Kutitip
salam rindu yang tak pernah kembali buat sahabat Romis yang telah berpulang ke
tempat abadi.
Biarlah tak
lekang karena panasnya gempuran sekolah negeri dan tak lapuk karena hujan badai
tropis dan dahsyatnya virus Corona.
Semoga!
Penulis adalah alumni SMP Katolik Rosa Mistika tahun
1979/1980.