Semudah Itu, Suatu Malam di Kota Reinha, Kamboja, Perayaan Luka (Puisi-puisi Ano Rebon) |
Semudah Itu, Suatu Malam di Kota Reinha, Kamboja, Perayaan Luka yakni Puisi-puisi Ano Rebon yang sangat menarik.
Kumpulan puisinya menyibak tuntas selubung rahasia batin yang cenderung "diam walau ingin berkata-kata", terutama saat "merindukan sesuatu" yang tak tercerap indera. Selamat menikmati!
Semudah Itu
Tuhan. . .
Pagi tadi, kusaksikan
seorang musafir
meratap pilu di tengah gurun
Terang cahya-Mu di pelupuk cakrawala
adalah api yang membakar
sejuk lembut angin-Mu
adalah cambuk yang mencabik
Di pertengahan ratap pilunya
tengadah ia sambil menjerit
meminta sebulir rimis
tuk basahi retak gurunnya
Tapi ketika padanya
dilempar sekantong uang
pergilah ia dari tengadahnya
dari retak gurunnya
Tuhan. . .
Sebegitu rendahkah makhluk-Mu
hingga semudah itu,
tukar Ilahi-Mu
dengan kefanaan begini?
Malang, Februari 2020
Baca: Sekumpulan Puisi Karya Maria Goreti Ganul
Suatu Malam di Kota Reinha
Ujung malam bagai bulan mati
sedang siang disuruh pulang
terkatup tangan di dada
Ibu berdiri tersedu-sedu
saksikan anak-anaknya tertawa tanpa malu
Ketika Ibu dijemput malam
tak ada lagi wangi doa tergeletak di kaki
terintip nyala api sunyi.
yang fana menjadi rebutan,
yang abadi hanya angin lalu
semua dibuat indah di kota keramat ini
Mungkin elokmu terlalu tua Ibu
tak lagi seromantis rayumu
kepada para tetua dahulu
Kami ini anak zaman
dibesarkan dalam rahimnya
berhala pada kakinya
dan lupa akan kisah romantismu itu
terlalu rugi jika kami
berbalik dari rahim ini Ibu
Cerita tentangmu
dari arus laut datangmu,
dari entah asalmu
tak ada yang tahu,
tak ada berani tuk tahu
Ibu berbeda dari batu-kayu tengah kampung
darah babi-kambingpun terecik di sekujur tubuh
dengan selaksa pinta tolak bala
sampai berita dari langit barat itu datang
kalau ibu yang telah memerah darah itu mamanya Tuan
Mulai saat itu tak lagi aroma darah,
berganti wangi lilin membalut mantolmu
kami anggap Ibu teramat keramat,
dan kota ini pun jadi keramat
"Setiap jengkalnya perlu kau jaga
hingga cerita itu terus berdengung
di telinga anak cucumu nanti,
dan jangan lupa, bawa selalu wangi lilinmu,
letakan di kakinya tiap datang malam,
karena ia menunggumu penuh cinta di sana."
pesan tetua sebelum tertidur
Tetapi setelah para tetua terlelap
setiap jengkal keramat kota ini
perlahan kami tanggalkan
Dan di atas kota ini, bertumbuh subur
kesombongan, kejujuran telah mati terhimpit
kebohongan, mulut kebenaran dibungkam,
kemunafikan malah dilegalkan,
saudara jadi musuh
Dan kami lupa akan pesan para tetua,
kami semakin lupa
akan teramat keramatmu
Di kota ini ujung malam bagai bulan mati
sedang sejarah terus mengintai
berkali-kali Ibu menangis tersedu
air mata sampai berdarah-darah
dan kami semakin lupa
Maaf Ibu.!
Malang, 08 Juli 2020
Baca: Sakramen Rindu (Puisi Fransiska Aurelia)
Kamboja
Di ranjang itu
ia datang mengendus tubuhmu, parasmu
sebatang lilin yang suram di sudut kamar
berbisik di dada
merayumu: tapi lenyap dalam hasrat
Yang kian panas
yang melepas
tatkala hasrat terbanting dari tubuh
ke celah syahwat yang membasah
Lenguh seketika tumpah ruah di ranjang
meledak: dua bukit berguncang
ke arah seram
dan seonggok nafas terlepas setengah
Setelah itu, sepi mencekik
aroma kamboja membabi-buta
perlahan kamar jadi terang
dan kau terbangun
dari kematian yang sedari tadi membunuhmu
Ia telah menghilang!
Seketika detak-detik terlepas
bagai dedaunan kemarau.
dan arena tempat kau menukar hasrat,
gaib begitu saja.
Sebatang lilin suram
telah punah di sudut kamar
Hanya sesal luput
dari lezat
yang lewat
Dan di ranjangmu
di pantatmu
melekat aroma kamboja
yang tak akan pernah musnah
Malang, April 2021
Baca: Wajah Itu (Cerpen Alkuinus Ison Babo SMM)
Perayaan Luka
Hari bertolak ke tengah
ke suatu siang yang terbakar
angin meniup hawa kemarau
menghamburkan pengap ke badan kota
Dengan langkah getir
seorang anak pergi mengais peluh
tuk bayarkan separuh nyawa ibu
yang subuh tadi, telah dibeli maut
Hingga ayat magrib mengepul di pucuk masjid
Ia pun selesai menuntaskan sakit
Disisipkan berhelai peluh di saku
pulanglah ia dengan melantunkan doa
Sesampainya di bilik gubuk
didapatkan senyum ibunya telah tiada
Ibu telah pergi mendiami kuburan semenit lalu
dengan berbalut kafan bekas ayah setahun lalu
Ibu???
Seketika tangis berguguran
serupa dedaunan kemarau
membanjiri malam yang lengang
dan kenangan silam
Dengan redam dan geram
dibelinya nikmat dan khayal
tuk sejenak rehat dalam mimpi
dalam senyum yang rumit
Dan ia semakin tenggelam
Semakin tenggelam
ke suatu Perayaan Luka
Malang, 25 April 2022
Oleh: Ano Rebon
Mahasiswa STFT Widya Sasana, Malang.