Solidaritas dan persaudaraan dalam IKSAM: Sebuah Kesan |
Oleh: Beatriks Dasilva
Solidaritas dan persaudaraan dalam IKSAM - Belum banyak yang mengetahui aspek positif tatkala aktif bergabung dalam organisasi-organisasi. Bagi saya, bergabung dalam suatu komunitas atau organisasi bukanlah suatu bentuk pelarian dari “ruang kesendirian” atau sekedar “enggan” di bilang kuper (kurang pergaulan) oleh teman-teman atau orang-arang disekitar tempat kita tinggal. Melainkan sebuah cetusan kesadaran bahwa manusia sejatinya adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial ia senantiasa bergaul dan hidup bersama orang lain.
Baca: Hidup di Atas Kematian yang Lain (Refleksi sederhana Tentang Kisah Kematian Yesus)
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengulas secara rinci mengenai manfaat praktis mengikuti organisasi dengan semua aspek di dalamnya. Juga tidak bermaksud membicarakan semua organisasi. Tulisan ini sekedar mengulas sebuah refleksi atas salah satu organisasi daerah yang saya ikuti di Malang, yakni IKSAM (Ikatatan Keluarga Besar Mahasiswa Satarmese-Malang).
Pasalnya, setelah saya ikut teribat dalam IKSAM yang meskipun belum lama, saya merasakan adanya getaran kedekatan relasi persaudaraan dan kekeluargaan. Sejauh saya amati setelah mengikuti beberapa rangkaian kegiatan bersama anggota IKSAM saya menemukan suatu “oase” baru dalam sejarah petualangan saya di dunia pendidkan.
Solidaritas dan Persaudaraan
Awal keberadaan saya di Malang sebagai mahasiswa baru (orang-orang biasa memakai bahasa singkatan “maba”) saya diterima dan dikukuhkan dalam organisasi yang bagi saya lebih tepat dinamakan “rumah persaudaraan” yakni IKSAM.
Baca: "A Good Samaritan"
Sehingga sebagai penghuni baru di kota pendidikan ini saya tidak merasa “asing-asing amat”. Tentu ada saatnya saya merasa rindu dengan keluarga di kampung, namun saya juga merasakan sebuah kehangatan persaudaraan dan solidaritas ketika berada di komunitas keluarga, IKSAM. Saya menemukan keceriaan sebagai “ase kae”, di terima dan diakui.
Disela-sela kesibukan sebagai mahasiswa IKSAM mengadakan kegiatan-kegiatan ekstra dengan tanpa mengabaikan aktivitas utama sebagai mahasiswa. Misalnya dua kesempatan terakhir, organisasi kami (IKSAM) ikut partisipasi dalam turnamen futsal yang diselenggarakan beberapa organisasi daerah Manggarai lainnya.
Lebih dari sekedar mengikuti turnamen, saya memiliki kesan lain di balik keterlibatan IKSAM dalam kegiatan tersebut yakni budaya perjumpaan persaudaraan antara sesama “asekae” IKSAM dan bahkan dengan “asekae” organisasi daerah lainnya. Makna persaudaraan dengan demikian memiliki ruang lingkup universal. Terminologi persaudaraan tidak berhenti pada batasan hubungan darah atau keluarga “inti”. Melainkan sebuah ruang relasi tanpa batas. Di mana saja, dengan siapa saja kata persudaraan itu bisa dihidupi.
Baca: Soal Peredaran Rokok Ilegal, Stanislaus Stan: "Itu Proses Pemusnahan Generasi Muda"
Akhir kata, saya bangga bahwa dalam peziarahan saya sebagai seorang mahasiswa yang mengenyam studi di kota pendidikan ini (Malang) saya tidak berada ruang vakum kesendirian yang kaku. Perjumpaan dengan “asekae di rumah IKSAM” memelekkan mata saya sehingga memungkinkan saya melihat dan memaknai arti persaudaraan dan solidaritas perjumpaan secara baru. Salam solidaritas dan persaudaraan!
||Editor: Efrem Danggur