Oleh: Venansius Alfando Satrio
Kertas Putihku Bercorak Karena Tinta Hitamnya
Hadirmu bianglala yang memberi makna pada ceritaku
Ruang sempitku telah diperluas oleh canda tawamu
Hadirmu berkah yang membasuh luka
sempat tak berdaya kurasa
Aku yang dulu tak berarti kau datang menata hati dengan cinta pasti
Hadirmu dian yang membias pada sesat dan gelapku
Langkah kakiku yang pernah jeda kini dipercepat oleh uluran tanganmu
Hadirmu mengubah rupa yang lara tak berdarah menjadi saraku
Tisu basah yang kau belai
mengurai binari
Jangan kau pulang tanpa berita
karena kau hadir melalui cerita
Jangan kau pergi tanpa pamit
karena kau datang tidak dihadang
Tetap bertahan dengan keadaan
walau duka memarani situasi
Tetap patuh dengan hubungan
walau banyak hati yang menghampiri
Dia Menghilang Tinggalkan Bayang
Kala itu bunga di taman yang bugar
kini muram meninggalkan serpihan
Aku ingin menyiram tetap tak ada bidasan
Mungkin sudah baya pada rasa
yang anyar
Aku diam dengan tenang
hanya bisa mengenang
Aku langkah tanpa dorongan
hanya bisa memandang
Kala itu kapal di pelabuhan yang sandar
kini tenggelam meninggalkan jangkar
Aku ingin mudik tetap ada sekatan
Mungkin baiknya bertahan dengan keadaan
Aku mengintai dengan rela
Melihat dia merajalela
Aku duduk dengan insaf
Menilik tak ada lagi panik
Ruangku Butuh Keheningan
Hingar bingar pagi itu kini berkumandang
Ragu yang lalu kini lagi mengadu
Sembiluan berusaha mengacu pada
ruang
Masih saja bersahaja menyembul tiada henti
Baiknya beranjak mengetam di ruang baru
Membidik tanpa menoleh di kala itu
Patut mengacu walau ada yang mengadu
Halu pernah menaruh mesti dicopot tanpa ragu
Bila masih terpekat rasa menderu-deru
Tak tahu kemana lagi akan berlabuh temu
Ruang gerak dibatasi oleh waktu
Mungkin hanya bisa membisu pada lorong keruh
Ingin ke teras dahulu yang memicu pilu
Menata batin yang kini tak lagi damai
Tapi fisik bertumpu pada titik konflik
Aku butuh gubuk untuk merombak ambruk
Senja di Ufuk Barat
Sinar kanvasnya apik berlalu sejalan dengan petang
Dari timur tadi mengarah ke barat
perlahan redup
Angin berhembus mengelus nuansa
Ufuknya kian kemari terhapus menyisakan bayang-bayang
Burung berterbangan kembali ke sarang
Beristirahat sejenak menanti fajar kembali bersinar terang
Ingin pulang pulang pada pangkuan puan
Tapi tugas menentang tetap bertahan walau rindu menyerang
Pena Hadir Mewakili Hati
Coretan awak yang tak pandang salah
Meski getir merangkai derai hati
Nuansa beragam dipadu satu sedikit utuh
Jemari beraksi tanpa mengingkari
Terima kasih senjata abadi
Membiak halusinasi memilih diksi
Untaian hitam bercorak marak
Mengasah nalar tak tercemar situasi
Hasrat membara membasuh batin
Luka kala telah terkuak
Ceria bersembur tiada bungkam
Penulis, Mahasiswa UNIKA St Paulus Ruteng
Bahasa dan Sastra