"Bincang-bincang Politik" Jelang Senja |
Oleh: Sil Joni*
Bincang-Bincang Politik Jelang Senja - Aura politik sudah menerobos domain domestik. Garis demarkasi antara ruang privat dan publik kian kabur dalam tata politik di kekinian. Siapa saja, kapan saja dan di tempat mana saja, kita bebas membincangkan isu-isu politik yang sedang aktual baik di level Desa, Kabupaten, Propinsi, Nasional dan bahkan internasional.
Baca: Jangan 'Terpukau' dengan Dana Desa
Diskursus politik tidak lagi menjadi aktivitas eksklusif segelintir elit. Perbincangan yang demokratis, egaliter, dan bebas represi bisa terjadi di beranda rumah dalam suasana penuh persaudaraan.
Pada musim kontestasi seperti Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang digelar secara serentak di beberapa Desa seperti sekarang ini, hampir semua warga mengalami semacam 'demam obrolan politik'. Tema politik seputar Pilkades biasanya meluncur begitu bebas dari setiap partisipan diskursus.
Rupanya, warga Desa/Kampung sudah mengalami semacam 'keterjagaan politik'. Mereka mulai sadar bahwa urusan politik bukan monopoli sekelompok orang. Masyarakat mempunyai tanggung jawab moral untuk menata kehidupan bersama yang lebih baik melalui keterlibatan aktif dalam setiap dinamika politik, baik pada level wacana maupun pada aras praksis.
Tidak perlu menunggu 'saat istimewa' untuk membahas masalah politik. Menjelang senja berlalu pun, bisa menjadi salah satu momen untuk menyalurkan naluri diskursif politis itu.
Ritual bincang-bincang politik bakal terasa lebih nikmat dan sempurna ketika kopi, teh, rokok, dan ubi rebus tersaji dalam ruang percakapan itu. Komposisi antara apa yang masuk dan apa yang keluar dari mulut, relatif berimbang. Diskusi berjalan lancar ketika area perut tidak kekurangan stok nutrisi sehingga berenergi dalam berdialektika.
Baca: Pilkades (Nggorang) dan Politik Uang
Suasana kenikmatan itulah, yang saya rasakan sore ini, Selasa (26/7/2022) saat berbincang-bincang ringan dengan beberapa anggota keluarga di teras rumah anak Antonius Ismanto (Tonsa), Watu Langkas.
Sebuah tikar sederhana dibentangkan di teras itu. Kami duduk bersila dan mulai berdiskusi soal tensi dan dinamika politik dalam Pilkades Desa Nggorang edisi 2022. Hampir semua peserta terlihat begitu antusias dalam mengemukakan pendapat. Tentu, opini yang diutarakan itu, tidak terlepas dari tingkat pembacaan dan pemahaman kami terkait kompleksitas problematika dalam Pilkades ini.
Sesekali, guyon-guyon segar dilepaskan sehingga suasana diskusinya menjadi lebih cair dan rileks. Dengan itu, senyum dan tawa terus menghiasi sesi obrolan santai itu.
Kami cukup beruntung. Doni, isteri dari anak Tonsa tampil sebagai 'anak mantu yang baik sekali'. Beliau sangat mengerti bahwa diskusi seperti ini membutuhkan asupan yang bisa menambah gairah dalam berbicara. Ubi-ubian direbus secara alami. Kopi dan teh diseduh demi 'membantu' ubi bergerak cepat menuju area perut.
Sepertinya kami sangat mengamini anggapan bahwa Pilkades merupakan ajang pesta demokrasi di level Desa. Kami coba berpartisipasi dalam pesta politik itu melalui acara bincang-bincang politik sebelum senja berlalu.
Saya mendapatkan pengetahuan dan informasi berharga soal perkembangan terbaru persaingan politik di antara calon Kepala Desa (Cakades) dalam Pilkades ini. Data-data dan analisis yang disodorkan para peserta diskusi, membuat saya semakin 'tercerahkan'. Kendati berbicara dalam skop politik Desa, gagasan yang mengalir dalam diskusi ini, sebetulnya tidak kalah bermutu dan prestisius dari yang dihelat di ruang politik para elit di negeri ini.
*Penulis adalah warga Kampung Watu Langkas.