Indahnya Hidup dalam Komunitas Budaya |
Oleh: Sil Joni*
Alangkah bahagia dan indahnya menyaksikan dan menikmati senyum dan tawariah para ibu yang sedang 'meracik' aneka menu dalam sebuah hajatan komunal. Rasa gembira itu, pasti mengalir secara spontan yang membuat kita 'enggan beranjak' dari suasana itu.
Baca: Urgensi “Sopi” dalam Kebudayaan Orang Manggarai
Betapa tidak. Meski energi mereka tampak terkuras tersebab pembagian kerja yang tidak seimbang dalam budaya patriarki, mereka tetap memperlihatkan keceriaan dan keramahan yang natural. Komunikasi, interaksi, gestur, dan aneka pola tutur lainnya, berjalan begitu cair dan luwes.
Saya merasa cukup beruntung berada di tengah para ibu rumah tangga ini dan merasakan debar kehangatan jiwa mereka dalam bekerja. Tulisan ini, merupakan satu bentuk apresiasi sederhana saya terhadap ketulusan dan kesahajaan mereka ketika bahu-membahu menyukseskan pelbagai acara budaya di kampung.
Spirit komunalisme belum pudar. Kendati, ekspansi budaya global terus merangsek masuk ke wilayah kita, tradisi kolektif dalam sebuah komunitas budaya, tetap dihidupkan. Komunitas etnis-lokal masih setia mewarisi budaya luhur para leluhur masa lalu yang terbukti tetap bernilai positif hingga detik ini.
Acara pernikahan kedua insan (mempelai) misalnya, tidak menjadi 'urusan dua individu semata', tetapi urusan semua warga komunitas. Pernikahan dalam pelbagai ritusnya, pasti melibatkan segenap warga dalam satu kampung dan bahkan segenap anggota keluarga yang berdomisili di tempat lain.
Baca: Dialog Publik IKAMATRI Tentang Pesona Tenun Manggarai
Dua, tiga hari, dan bahkan seminggu sebelum acara inti dihelat, kita sudah merasakan semacam sensasi romantika kebersamaan melalui rupa-rupa kegiatan persiapan. Tahapan demi tahapan dibuat dalam semangat komunal yang kental.
Sesungguhnya, acara pernikahan dari anak Ven-Sari ini digelar pada tanggal 29 Juli 2022. Tetapi, dalam beberapa hari sebelumnya, termasuk hari ini, Rabu (27/7/2022) nuansa kebersamaan dan kekeluargaan begitu terasa.
Para ibu terlihat sangat sibuk dan serius mempersiapkan aneka hidangan agar acara demi acara berjalan lancar. Malam ini, menurut rencana akan melaksanakan acara 'Kumpul Keluarga' dalam rangka memberikan dukungan moral dan material kepada pihak yang beracara. Keluarga anak rona (ineame), woe (penerima isteri), ase ka'e, pa'ang olo ngaung musi beo Watu Langkas serta segenap kerabat dan handai tolan akan berkumpul di rumah bapak Flavianus Selamat, ayah dari mempelai laki-laki (anak Ven).
Baca: Tradisi Teing Hang dalam Kebudayaan Masyarakat Manggarai
Dengan ini, semua warga kampung berpartisipasi dalam "meringankan dan memperlancar' setiap detail urusan adat dan agama dalam sebuah pesta pernikahan. Spirit kolaborasi dan gotong royong masih menjadi primadona.
Beban hidup yang menumpuk relatif tidak terlalu mencekik ketika kita 'melebur' dalam ruang perjumpaan budaya. Pelbagai ritual adat, dengan demikian, menjadi sarana efektif menghadirkan dan menghidupkan spirit communio atau persekutuan sebagai sebuah komunitas.
*Penulis adalah warga Kampung Watu Langkas.