Jangan Katakan "Aku Tidak Pandai Bicara" (Refleksi Misa Perutusan Cakades) |
Sejumlah pentolan aktivis PMKRI yang berkarya di Manggarai Barat (Mabar) sukses 'mengkreasi sejarah baru' dalam pentas politik demokrasi elektoral di level Desa. Diarsiteki oleh Dr. Bernadus Barat Daya, mereka mendorong dan menciptakan ruang bagi para Calon Kepala Desa (Cakades) yang rata-rata eks aktivis PMKRI, untuk mengikuti ritual perutusan, baik secara adat maupun agama (Katolik) di Aula Ketentang, Minggu (31/7/2022).
Baca: Agar Tidak Menjadi 'Penulis Gizi Buruk'
Tulisan ini, tentu saja terinspirasi oleh kegiatan itu, terutama perikop biblis yang direnungkan dalam Misa Perutusan itu. Seperti biasa, dalam setiap Misa Perutusan, kisah panggilan Nabi Yeremia yang terangkum dalam Yer 1:4-10 'dijadikan sumber ilham' untuk memaknai misi perutusan kepada individu atau kelompok tertentu tersebut.
Mungkin kita pernah merasakan bahwa kita "belum layak" untuk mengemban tugas tertentu dalam hidup ini. Perasaan semacam itu, hemat saya, sangat wajar jika dikaitkan dengan tingkat kecakapan dan kapasitas dalam menjalankan tanggung jawab besar tersebut.
Hal yang sama dirasakan oleh Yeremia ketika "dipanggil" oleh Tuhan untuk menjadi nabi bangsa Israel. Sadar akan kekurangannya, Yeremia lalu mengungkapkan keberatannya kepada para pendengar dan pembacanya. “Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda” (Yer 1:6).
Baca: "Kidung Syukur" Tambah Umur
Keberatan yang serupa kita temukan juga dalam cerita panggilan dan perutusan Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir, “Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mu pun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah” (Kel. 4:10). Baik Musa maupun Yeremia mengajukan keberatan atas tugas yang diberikan karena mereka tidak fasih berbicara. Keberatan Musa ditanggapi oleh Allah dengan menyediakan Harun sebagai juru bicaranya.
Umur yang masih muda, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, dan ruang lingkup tugas kenabian yang sangat luas merupakan alasan yang masuk akal secara manusiawi untuk mengajukan keberatan atas panggilan dan perutusan Allah. Yeremia yang masih sangat muda merasa belum matang dan belum sanggup sebab di Israel kuno tua-tualah yang memberi perintah dan nasihat yang patut dihormati dan bukan seorang yang masih muda.
Namun, ruang lingkup tugas yang luas, usia yang masih muda, dan kefasihan berbicara itu tidak diperhitungkan oleh Allah sebagai alasan untuk menolak panggilan dan pengangkatan-Nya. Yeremia bukanlah satu-satunya orang yang dipanggil dan diangkat menjadi nabi pada usia yang sangat muda. Samuel juga masih sangat muda pada waktu pertama kali dipanggil oleh Allah untuk menjadi nabi (1Sam 3:1-4:1a). Seorang nabi tidak dituntut batasan umur dan keahlian tertentu karena Allah yang meletakkan kata-kata ke dalam mulutnya.
Sangat menarik untuk mencermati profil dan rekam jejak para calon Kepala Desa (Cakades) yang digelar secara serentak tahun 2022 ini. Umumnya, para kontestan dalam hajatan, dari sisi usia masih relatif muda. Mereka adalah jebolan Perguruan Tinggi dari berbagai kota di tanah air.
Boleh jadi, ada di antara mereka yang sebelum masuk ke gelanggang kontestasi, kurang percaya diri karena usia yang masih muda, kurang pengalaman, tidak pandai bicara, kurang cakap dan keterbatasan manusiawi lainnya.
Tetapi, rupanya, Tuhan yang 'memanggil' mereka, tidak memperhitungkan semua kekurangan tersebut. Justru dalam serba kekurangan itulah, dalam perspektif iman, kita mengakui besarnya intervensi Ilahi dalam membulatkan tekad untuk berkiprah dalam ruang politik yang diawali dengan keikutsertaan dalam kompetisi politik Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).
Baca: Tuhan, Agama-Mu Apa? (Membongkar Fenomena Kekerasan Atas Nama Agama)
Para Cakades, kemungkinan mendapatkan suplemen energi untuk berlangkah ke arena pertarungan, setelah ritual perutusan ini. Mereka mendapat semacam pasokan motivasi dan spirit baru untuk mengoptimalisasi kemampuan yang ada dalam menggapai cita-cita menjadi 'bentara kekudusan' bagi warga Desa.
Oleh sebab itu, diharapkan agar para Cakades tidak lagi canggung atau minder untuk'meyakinkan publik konstituen' dalam gelanggang Pilkades ini. Tidak ada lagi keluhan bahwa mereka masih muda, tidak pandai bicara, kurang pengalaman, tidak terampil, dan kekurangan lainnya. Mereka mesti yakin bahwa Tuhan-lah yang mengutus dan serentak memampukan mereka untuk melampaui semua keterbatasan manusiawi itu.
*Penulis adalah warga Desa Nggorang.