Ketika "Para Sarjana" Bertarung dalam Pilkades (Nggorang) |
Oleh: Sil Joni*
Sangat menarik mencermati profil dan rekam jejak para calon Kepala Desa (Cakades) dalam kontestasi Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang digelar secara serentak pada tahun 2022 ini. Mayoritas kontestan dalam kompetisi politik itu adalah orang muda yang bertitel sarjana. Mereka adalah lulusan Perguruan Tinggi baik swasta maupun negeri dari berbagai kota di tanah air.
Baca: Mereka Bawa "Kabar Baik" untuk Desa (Nggorang)
Dari sisi 'gelar akademik' para aktor, maka yang Pilkades edisi 2022 ini, menjadi arena unjuk kebolehan 'kaum intelengentia'. Ini sebuah kompetisi yang prestisius sebab diikuti oleh mereka yang dianggap 'pribadi terdidik'. Tentu, kita tidak menarik seperti apa 'serunya' persaingan di antara Cakades yang adalah kaum sarjana itu.
Setahu saya lima orang Cakades di Desa Nggorang bertitel sarjana. Mereka adalah jebolan Perguruan Tinggi dengan kualifikasi strata satu (S1). Cakades Boni Mansur misalnya, merupakan seorang sarjana lulusan salah satu Perguruan Tinggi terbaik di kota Yogyakarta.
Sejatinya, Desa Nggorang ini 'tidak kekurangan' stok sarjana. Hampir setiap tahun, kita mendengar kabar bahwa selalu ada 'sarjana baru' yang berasal dari Desa ini. Sebagian sarjana itu, mengabdi di luar Desa, tetapi sebagian yang lain lebih memilih untuk kembali berkarya di Nggorang.
Semakin banyak sarjana yang pulang kampung, tentu semakin baik wajah Desa kita. Tesis dasarnya adalah para sarjana bisa menerapkan dan berbagi ilmu dan keterampilan kepada warga Desa yang lainnya. Kehadiran mereka, bisa menginspirasi warga Desa untuk mencoba inovasi baru sesuai dengan bidang yang digeluti oleh para sarjana itu.
Baca: Pilkades sebagaiI Momen Festival Gagasan
Beberapa dari sarjana itu, ingin 'melebarkan sayap pengabdian'. Jika sebelumnya, mereka hanya bergulat dengan 'pekerjaan rutin', maka dalam momen kontestasi politik, mereka coba mewujudkan idealisme 'membangun Desa' melalui jabatan Kepala Desa. Mereka 'bertarung' satu sama lain untuk mendapat 'restu publik' dalam mengemban tugas sebagai Kepala Desa Nggorang.
Demokrasi elektoral seperti Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) merupakan instrumen legitim untuk merebut mandat publik dalam 'menata sebuah wilayah politik'. Kekuasaan dalam era demokrasi tidak 'diwariskan' seturut garis genealogis, tetapi 'diperebutkan' melalui sebuah mekanisme kontestasi yang fair dan demokratis.
Proses kontestasi Pilkades Nggorang sudah melewati tahap 'pendaftaran calon'. Masih segar dalam memori kita bagaimana prosesi pendaftaran itu digelar. Umumnya ritual itu berlangsung sangat meriah. Ada parade, konvoi atau pawai massa pendukung dalam mengantar sang kandidat menuju tempat pendaftaran.
Publik pemilih terlihat begitu antusias dalam mendukung figur favorit mereka. Saya tidak tahu persis apakah dukungan itu timbul secara spontan atau dimobilisasi secara teroganisir oleh masing-masing kandidat. Apapun cerita di balik layar, satu yang pasti bahwa 'kisah perebutan takhta kuasa' di Desa Nggorang dalam edisi Pilkades 2022 berlangsung dengan semarak, penuh warna dan dinamis.
Kekuasaan itu semanis gula. Sejuta nikmat bakal dikecap ketika kursi kuasa digenggam. Tidak heran jika ada begitu banyak manusia yang sangat 'berhasrat' bermukim dalam kawasan kenikmatan itu, termasuk para sarjana. Dalam dan melalui 'kuasa politis', segala impian baik yang bersifat publik maupun personal, bisa dimanifestasikan secara optimal.
Baca: "Bincang-bincang Politik" Jelang Senja
Kita berharap para Cakades yang sarjana itu, bisa memberikan warna yang berbeda dalam kontestasi politik ini. Setidaknya, berbekalkan ilmu dan debut akademik yang menawan, mereka bisa menyuguhkan ide-ide politik progresif dan solutif kepada publik konstituen dalam mengubah wajah Desa ini.
Saya merindukan sebuah pembacaan dan analisis yang berbobot dalam merumuskan visi, misi, dan program politik konkret mereka. Hasil pembacaan yang jernih atas realitas faktual dijadikan basis dalam mengkreasi imajinasi politik yang tertuang dalam bentuk 'kontrak politik' kepada publik.
*Penulis adalah warga Desa Nggorang.