Prahara di Tanah Wisata (Membaca Rencana Boikot Pegiat Wisata Labuan Bajo) |
Tinggal menghitung menit, kebijakan kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo (TNK) khususnya spot wisata Pulau Komodo dan Pulau Padar, segera diberlakukan. Tak pelak lagi, kebijakan sepihak itu, memantik reaksi dan gerakan protes para pelaku wisata dan sejumlah elemen masyarakat lokal di Labuan Bajo. Kendati aksi dan suara protes itu, terus menderu dan bergemuruh di langit politik Mabar, tak ada tanda-tanda bahwa kebijakan itu dibatalkan atau minimal ditinjau kembali.
Baca: Ketika "Para Sarjana" Bertarung dalam Pilkades (Nggorang)
Polemik kenaikan tarif masuk TNK menjadi Rp 3,75 juta yang mulai berlaku pada Senin (1/8/2022) semakin meruncing dan berbuntut panjang. Para pegiat wisata terus meradang dan memberikan perlawanan yang sengit.
Ketika aksi demonstrasi dan lengkingan suara protes di jalanan seolah menemui jalan buntu, mereka coba menggunakan senjata alternatif. Yang teranyar adalah sejumlah asosiasi pariwisata di Labuan Bajo menyatakan akan memboikot pelayanan wisata di destinasi super-prioritas itu mulai Senin. Tentu, tidak mudah untuk membendung gerakan protes publik ini. "Diperlukan jalan keluar agar masalah tersebut tidak berlarut-larut", tulis Harian Kompas, Minggu (31/7/2022).
Pemerintah Provinsi NTT sepertinya 'tidak panik' dengan tekanan publik itu. Sabda para ahli perihal urgensi implementasi proyek konservasi di TNK dikredit untuk 'menjustifikasi' dan membungkam suara kritis publik. Hasil riset para akademisi itu dijadikan barometer absolut dalam memberlakukan kebijakan kenaikan tarif masuk TNK dan memberi wewenang penuh kepada PT. Flobamora untuk menjadi 'pemain tunggal' pelaksanaan aktivitas bisnis di kawasan itu.
Baca: Mereka Bawa "Kabar Baik" untuk Desa (Nggorang)
Tanpa beban, pemerintah menilai kenaikan tarif masuk itu diperlukan untuk kepentingan konservasi komodo. Pemerintah seakan-akan 'kehabisan' siasat untuk menerapkan proyek konservasi secara komprehensif dan efektif. Hanya dengan dan melalui kenaikan tarif itu, pemerintah memiliki cukup kapital dalam mengimplementasikan skema konservasi terhadap reptil purba itu.
Seperti diberitakan sebelumnya bahwa, per 1 Agustus 2022 tarif masuk TNK akan dinaikkan menjadi Rp 3,75 juta. Tarif itu berlaku perorangan untuk jangka waktu setahun. Kenaikan tarif itu disebutkan sebagai hasil dari masukan berbagai ahli lingkungan dan konservasi.
Berkaca pada kajian para ahli tersebut, pertanyaan kita adalah apakah proyek konservasi tidak pernah dijalankan di TNK selama ini? Apakah anggaran untuk melaksanakan proyek konservasi itu 'harus' dipungut harga tiket yang fantastis itu? Benarkah pemerintah ketiadaan dana untuk 'memfasilitasi' pelaksanaan proyek konservasi Komodo di habitat aslinya itu?
Labuan Bajo hari-hari ini, memang tengah dilanda 'prahara polemik kenaikan tarif dan pemberian privilese kepada PT. Flobamora untuk mengatur kegiatan kepariwisataan di TNK'. Setelah tuntutan pelbagai elemen masyarakat sipil dalam beberapa gerakan aksi sebelumnya tidak membuahkan hasil, Sabtu (30/7/2022) mereka, bertempat di Cafe Sakura, Gang Pengadilan Labuan Bajo, bersepakat untuk menghentikan semua jenis pelayanan jasa wisata mulai 1 Agustus-31 Agustus 2022.
Kesepakatan itu, dinyatakan dalam bentuk Nota Kesepahaman yang berisi 3 (tiga) poin penting. Pertama, asosiasi penyedia jasa wisata bersepakat menghentikan semua jenis jasa pelayanan wisata ke TNK dan destinasi wisata lain di Mabar yang mulai tanggal 1 Agustus-31 Agustus 2022.
Kedua, kesepakatan untuk menghentikan pemberian jasa pelayanan wisata juga dibuat sebagai bentuk perlawanan terhadap PT. Flobamora yang hendak memonopoli bisnis pariwisata di TNK yang berimplikasi pada proses pemiskinan para pelaku pariwisata Mabar.
Ketiga, para pelaku pariwisata akan patuh dan tunduk terhadap kesepakatan bersama ini serta bersedia menerima konsekuensi, termasuk menerima sanksi tegas apabila ada pihak yang melanggar.
Asosiasi Pelaku Pariwisata yang mengirim utusan dalam penandatanganan Nota Kesepahaman itu, antara lain: Pemilik Kapal Wisata, Pemilik Jasa Transportasi Darat, pemilik restauran, pemilik hotel, Fotografer, Guide, dan Pelaku Usaha Kuliner.
Sementara itu, merespons dinamika sosial yang berkembang, Pemerintah Mabar melalui Bupati Edistasius Endi menggelar konferensi pers di rumah Jabatan Wakil Bupati Mabar, Yulianus Weng.
Baca: Pilkades sebagaiI Momen Festival Gagasan
Bupati Edi yang didampingi oleh Ketua DPRD Mabar (Martinus Mistar), Wakil Bupati, dan Forkopimda, di hadapan para awak media menyampaikan 3 (tiga) hal penting.
Pertama, bahwa penyampaian aspirasi oleh seluruh warga negara merupakan hal yang dijamin oleh UU. Namun penyampaian itu harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kedua, bahwa Mabar ramah, aman dan nyaman untuk dikunjungi. Pemerintah menjamin keamanan seluruh wisatawan yang menginap di Hotel maupun yang berlayar ke obyek wisata termasuk menjamin keamanan di lokasi obyek wisata.
Ketiga, selanjutnya, pemerintah akan mengambil tindakan tegas apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi, selanjutnya pemerintah akan melakukan tindakan tegas apabila terjadi hal-hal yang tidak dinginkan dan melanggar hukum.
Oleh: Sil Joni*
*Penulis adalah Warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.