"Arisan": Lebih dari Sekadar Kegiatan Kumpul-kumpul (foto ist.) |
Oleh: Sil Joni*
Secara kodrat, manusia cenderung "keluar" dari dirinya untuk 'menjumpai' sesama. Makna hidupnya lebih banyak ditenun dan disadap dari momen 'perjumpaan' dengan yang lain. Tidak salah jika manusia dibaptis sebagai makhluk individual sekaligus sosial.
Kisah perjumpaan itu, bisa terjadi secara spontan dalam ruang tertentu; seperti keluarga, sekolah, tempat kerja, dan ruang publik lainnya. Pada sisi yang lain, perjumpaan itu terjadi berdasarkan perencanaan dan kesepakatan bersama. Kita membentuk semacam "wadah khusus" agar agenda perjumpaan dengan sesama, bisa terwujud.
Baca: "Marina Waterfront City": Ikon Baru Kota Labuan Bajo
Salah satu sarana untuk memfasilitasi 'keinginan untuk bertemu' dengan yang lain dalam suasana persaudaraan dan keakraban adalah "kelompok arisan". Kelompok ini umumnya berasal dari latar belakang yang sama; seperti warga RT, suku, kelompok profesi, dan kelompok primordial lainnya.
Dalam kelompok itu, biasanya disepakati soal kapan waktu ideal untuk 'berkumpul' dan apa jenis benda serta berapa jumlah barang yang dikumpulkan pada momen perjumpaan itu. Saya kira, arisan ini menjadi sebuah tradisi yang sudah sangat familiar di tengah masyarakat saat ini.
Sejak kami menetap di kampung Watu Langkas, ada beberapa kelompok arisan yang kami ikuti. Dari sekian kelompok itu, mungkin 'arisan keluarga besar kami', menjadi yang paling berkesan. Setiap Minggu ketiga dalam bulan, anggota keluarga serumpun akan berjumpa di rumah keluarga sesuai hasil undian pada pertemuan sebelumnya.
Bagi saya, kelompok arisan semacam ini, bukan sekadar kegiatan kumpul-kumpul, baik pribadi maupun materi (uang). Uang itu hanya sebagai 'sarana', bukan tujuan utama dari dibentuknya kelompok arisan itu. Alih-alih sebagai kanal naluri kumpul-kumpul, hemat saya arisan merupakan forum silahturahmi dan penguat tali persaudaraan. Kita bisa saling berbagi dan berbela-rasa dengan sesama.
Baca: "Hanya Menunda"?: Kesadaran Telat Rezim yang Panik
Arisan juga, bukan ajang pamer kekayaan. Dalam dan melalui arisan, sebetulnya rasa solidaritas sebagai manusia terekspresi secara efektif. Kita bisa membantu orang yang sangat membutuhka pertolongan. Berdasarkan penuturan beberapa anggota keluarga di kampung ini, mereka merasa sangat terbantu dengan adanya kelompok arisan tersebut.
Jadi, arisan itu, sejatinya bukan hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Kegiatan ini sudah menjadi bagian dari tradisi yang bernilai positif. Betapa tidak. Selain sebagai ajang saling silaturahmi dan ajang menabung uang, kegiatan semacam ini dilihat sebagai wadah untuk membantu sesama.
Kendati demikia, saya pikir kita perlu mengetahui apa arti arisan dari sisi leksikal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI dijelaskan bahwa arisan merupakan kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk menentukan siapa yang memperolehnya. Undian dilaksanakan dalam sebuah pertemuan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya.
Saya pikir, definisi versi kamus di atas, terlalu miskin untuk menangkap makna di balik aktivitas arisan itu. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa arisan itu tidak hanya identik dengan aksi mengumpulkan uang. Arisan adalah instrumen untuk saling berbagi dan membangun solidaritas dengan sesama.
Definisi versi KBBI itu rupanya selaras dengan arti kata arisan dalam Bahasa Inggris. Arisan dalam bahasa Inggris, lebih merujuk pada social gathering atau kegiatan kumpul-kumpul, di mana perkumpulan tersebut biasanya terdiri dari orang-orang dalam ruang lingkup tertentu seperti RT, RW, keluarga, teman komunitas atau teman kerja.
Benar bahwa cara kerja arisan dimulai dari sekelompok orang yang sepakat berkumpul setiap bulan untuk menyetor uang. Setelah itu dilakukan pengundian dan mengambil satu nama sebagai pemenang pada bulan tersebut. Begitu seterusnya sampai semua anggota mendapatkan uang.
Tetapi, tidak dengan itu, makna arisan direduksi hanya sebatas kegiatan kumpul-kumpul semata. Tentu, ada banyak nilai yang kita timba dari kegiatan arisan itu. Arisan sudah menjadi bagian dari cara berada manusia sebagai makhluk sosial. Sadar atau tidak, dalam level tertentu, kegiatan arisan sudah menyatu dengan kehidupan manusia itu sendiri.
Baca: Mengais "Serpihan Filsafat" pada Sepotong Senja
Secara historis, term arisan sudah mulai dikenal sekitar tahun 1970-an. Salah satu arisan terkenal ialah model lelang atau tembak yang dikelola oleh Marlia Hardi, aktris televisi dan layar lebar periode 1970-1980. Saat itu ekonomi Indonesia memang sedang kuat-kuatnya.
Jadi, usia kegiatan arisan ini sudah setengah abad. Dalam rentang usia yang panjang itu, aktivitas arisan ini tetap eksis dan bahkan dipandang sebagai sebuah tradisi yang bernilai positif. Bobot kemanusiaan kita, bisa juga terbaca melaui kegiatan arisan itu.
*Penulis adalah warga kampung Watu Langkas.