Guru dan Pembelajaran Paradigma Baru (Sebuah Refleksi Otokritik) |
Oleh: Sil Joni*
Kurikulum pendidikan selalu bersifat dinamis, sesuai dengan spirit zaman. Rasanya, di tengah derasnya arus perubahan saat ini, seruan untuk mereformasi kurikulum semakin urgen.
Kita hidup dalam era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan perkembangan teknologi digital yang berimplikasi pada pergeseran pola pikir dan cara pandang terhadap pribadi manusia, terutama peserta didik. Karena itu, kurikulum didesain sedemikian agar bisa merespons dan mengakomodasi trend perubahan tersebut.
Baca: Pentingnya Komunikasi Tertulis Bagi Siswa ULP
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) saat ini, sedang memperkenalkan dan mensosialisasikan penerapan Kurikulum Merdeka ke dalam setiap satuan pendidikan. Tentu saja, sebagai sesuatu yang baru, Kurikulum Merdeka mempunyai keistimewaan atau karakteristik sendiri yang bisa dinilai sebagai semacam 'kelebihan' dari kurikulum itu.
Desan dan implementasi pembelajaran dalam setiap kurikulum, mempunyai penekanan atau perhatian yang relatif berbeda. Demikian halnya dengan Kurikulum Merdeka. Proses pembelajaran yang diperkenalkan dalam kurikulum baru ini, dipadatkan dalam sebuah ungkapan: "Pembelajaran Paradigma Baru".
Saya coba merefleksikan secara kritis ciri dan prinsip Pembelajaran Paradigma Baru dalam Kurikulum Merdeka itu, melalui perbandingan dengan apa yang telah saya lakukan selama menjadi guru di SMK Stella Maris Labuan Bajo.
Tahun 2012, saya diterima secara resmi sebagai salah satu staf pengajar di sekolah ini. Itu berarti sudah 10 tahun saya mengabdi sebagai guru di lembaga ini.
Sebagai seorang guru, tentu tugas utama saya adalah mendesain dan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas di dalam kelas. Kemajuan dan perkembangan peserta didik secara holistik, menjadi fokus perhatian saya dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Karena itu, sebelum memulai proses pembelajaran, terlebih dahulu saya mempersiapkan diri dengan baik. Yang perlu diperhatikan adalah merancang materi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Untuk itu, saya selalu membuat semacam riset kecil terkait dengan apa yang dibutuhkan dan diharapkan siswa melalui bidang studi yang saya tangani. Materi ajar itu dan pelbagai dinamika dalam proses pembelajaran, dituangkan secara singkat dan jelas dalam perangkat ajar. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah menguasai materi dan berusaha menambah wawasan melalui buku-buku lain yang masih berhubungan dengan topik yang dibahas.
Lalu, apakah dengan itu, saya sudah masuk kategori hebat (great teacher)? Pertanyaan ini tidak bisa dijawab secara tegas, iya atau tidak. Tetapi, satu yang pasti, saya berusaha memberikan yang terbaik untuk kemajuan peserta didik. Apakah kehadiran dan proses pembelajaran yang saya buat, bisa menginspirasi siswa, tentu jawabannya relatif. Tetapi, poinnya adalah saya punya komitmen untuk menjadi seorang guru hebat.
Baca: IHT Implementasi 'Kurikulum Merdeka' dalam Program SMK PK dan Visi Menjadi 'Guru Hebat'
Sadar bahwa saya sedang dalam proses menjadi guru hebat, maka upaya meningkatkan kompetensi diri, profesional, pedagogis dan sosial, menjadi sebuah keniscayaan. Saya tidak pernah berhenti untuk mengasah dan meningkatkan 4 jenis kompetensi itu. Saya berusaha menghidupi spirit sebagai 'guru pembelajar' sepanjang hayat.
Keberhasilan kegiatan pembelajaran dalam kelas, salah satunya bergantung pada bagaimana guru menempatkan posisi atau menjalankan peran. Selama ini, dalam praksis pembelajaran, saya lebih banyak bertindak sebagai pendamping (fasilitator) dan manajer. Saya tidak pernah memposisikan diri saya sebagai orang yang tahu segalanya dan bertindak otoriter terhadap siswa.
Ketika kita bertindak sebagai fasilitator dan manager, maka para siswa diperlakukan sebagai subjek yang otonom. Dengan itu, proses pembelajaran lebih banyak berpusat pada peserta didik dan berorientasi melayani kebutuhan peserta didik.
Dengan demikian, sebetulnya praktek pembelajaran saya selama ini, secara umum sudah sesuai dengan spirit Pembelajaran Paradigma Baru. Setidaknya, aktivitas pembelajaran yang berpusat pada peserta didik sudah saya terapkan. Hal itu dilihat dari proses penyusunan materi dan dinamika dalam kelas yang lebih banyak mendorong dan merangsang siswa untuk terlibat aktif, berpikir kritis, kreatif, dan berkolaborasi.
Kendati demikian, saya tetap sadar bahwa masih ada praktek dalam kelas selama ini yang belum sepenuhnya mengikuti prinsip Pembelajaran Paradigma Baru. Sebagai contoh, saya masih kesulitan untuk mengenal secara mendalam karakteristik masing-masing peserta didik.
Untuk itu, saya mesti mempunyai semacam 'kiat jitu' untuk secara cepat dan tepat mengenal kekhasan dan tingkat kemampuan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan itu, saya bisa merancang dan menerapkan skema pembelajaran yang bisa memuaskan dan memenuhi kebutuhan masing-masing siswa.
Saya sangat optimis bahwa jika prinsip-prinsip pembelajaran paradigma baru ini, diikuti dengan konsisten, maka cita-cita menghadirkan proses pembelajaran yang bermakna dan menjawab kebutuhan peserta didik, bukan mimpi kosong di siang bolong.
Selanjutnya, saya tidak ditugaskan untuk menyodorkan resep-resep ilmu yang 'siap pakai' yang melumpuhkan sikap kritis dan rasa ingin tahu peserta didik. Dalam proses pembelajaran, saya berusaha agar siswa sendiri bergerak aktif untuk berpetualang dan mencari lebih jauh tentang pokok bahasan yang diajarkan. Saya berusaha memberikan rangsangan agar mereka tergugah untuk tak berhenti belajar. Ilmu yang mereka peroleh mesti dipertanyakan dan didiskusikan secara kreatif sesuai dengan arus perubahan yang terjadi saat ini.
Dalam mengemban misi itu, 5 prinsip Pembelajaran Paradigma Baru berikut, menjadi rujukan utama. Pertama, pembelajaran dirancang dengan mempertimbangkan tahap perkembangan dan tingkat pencapaian peserta didik saat ini, sesuai kebutuhan belajar, serta mencerminkan karakteristik dan perkembangan yang beragam sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan.
Kedua, pembelajaran dirancang dan dilaksanakan untuk membangun kapasitas untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Baca: Merangsang Siswa 'Beropini' Melalui Tulisan
Ketiga, proses pembelajaran mendukung perkembangan kompetensi dan karakter peserta didik secara holistik.
Keempat, pembelajaran yang relevan, yaitu pembelajaran yang dirancang sesuai konteks, lingkungan, dan budaya peserta didik, serta melibatkan orang tua dan masyarakat sebagai mitra.
Kelima, pembelajaran berorientasi pada masa depan yang berkelanjutan.
Pelbagai kekeliruan di masa lalu, tentu menjadi pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga. Untuk mewujudkan visi pendidikan yang berkualitas dan selaras dengan kompetensi manusia abad 21, penerapan Pembelajaran Paradigma Baru dalam Kurikulum Merdeka, menjadi satu instrumen yang efektif.
*Penulis adalah Staf Pengajar SMK Stella Maris Labuan Bajo.