Melampaui Intensi 'Menjaring Opini Publik' |
Oleh: Sil Joni*
Orasi politik yang disampaikan oleh Iren Surya dalam acara Deklarasi kesiapannya untuk maju dalam bursa kandidasi Bupati Mabar 2024, menarik untuk dibedah. Dalam orasi itu, Iren secara eksplisit menjelaskan tujuan utama dari diadakannya acara deklarasi itu. "Tujuan deklarasi ini dibuat lebih awal adalah untuk memberikan ruang seluas-luasnya kepada masyarakat Manggarai Barat apakah saya layak menjadi pemimpin yang bakal lahir dalam kontestasi Pilkada Mabar 2024", tegas Iren.
Saya berpikir, ruang interpretasi publik terhadap pernyataan ini, sangat terbuka. Pertanyaan kritisnya adalah apakah upaya 'menjaring opini publik' terkait kelayakannya menjadi calon pemimpin, menjadi intensi utama digelarnya acara deklarasi itu? Apa beda antara 'kegiatan polling (survei)' dengan deklarasi? Apakah Iren Surya dan para pendukungnya sudah sangat 'siap' untuk mengoptimalkan 'perkakas survei opini publik' dan berani mengumumkannya ke ruang publik?
Baca: Deklarasi, Komunikasi Politik, dan Mimpi Jadi Bupati Super Premium
Terkait pernyataan di atas, saya coba menelaahnya dari beberapa arah. Pertama, ungkapan 'deklarasi ini dibuat lebih awal....,' memperlihatkan 'keberanian plus kecakapannya' dalam mengejar orientasi mengusai panggung wacana kontestasi Pilkada Mabar yang memang sampai detik ini, relatif datar dan sepi. Tanggapan yang massif dari publik Mabar, hemat saya bisa dibaca sebagai satu bentuk 'keberhasilan' digelarnya acara itu.
Kedua, frase 'memberikan ruang seluas-luasnya kepada masyarakat Manggarai Barat....,' memberi pesan yang kuat bahwa Iren adalah sosok yang sederhana dan rendah hati. Beliau tidak mau terlena oleh rasa percaya diri yang berlebihan. Deklarasi dilihat sebagai 'momen buka pintu' agar publik bisa memotret dirinya dengan lebih jelas. Muara dari 'potret publik' itu adalah lahirnya afirmasi atau negasi terhadap kapasitasnya untuk menjadi pemimpin politik top di Mabar.
Ketiga, pertanyaan 'apakah saya layak menjadi pemimpin Mabar dalam kontestasi Pilkada 2024', mempertegas citra dirinya sebagai 'sosok yang rendah hati' itu. Saya tidak tahu jika pertanyaan itu diarahkan ke dirinya sendiri, kira-kira jawabannya seperti apa.
Keempat, karena itu, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap ekspresi 'rendah hati' itu, hemat saya, seorang calon pemimpin, mesti tahu betul sisi plus dan minus dari dirinya sendiri. Pengenalan dan pengetahuan yang akurat terhadap 'bobot dirinya', menjadi basis untuk tampil dalam ruang publik.
Baca: Spirit Politik Kepemimpinan yang Baru dan "Tampil Beda" (Materi Orasi politik Iren Surya, S.H)
Kelima, karena itu, tidak cukup rasanya kita 'memberi ruang dan meminta publik untuk menilai kelayakan kita menjadi pemimpin', tetapi kita sendiri mesti yakin bahwa dengan kapasitas yang dipunyai saat ini, itu sudah cukup untuk membuat pernyataan resmi perihal kesiapan menjadi kandidat pemimpin itu. Artinya deklarasi di depan publik itu merupakan buah dari permenungan dan kesadaran akan besarnya potensi yang dimiliki untuk menjadi pemimpin.
Untuk itu, saya berpikir deklarasi di depan publik itu, bukan sekadar 'momen menjaring opini publik', tetapi sebagai 'tanda' bahwa kita punya komitmen dan kemampuan yang bagus untuk menghadirkan perubahan nyata di wilayah ini.
Dengan perkataan lain, deklarasi itu tidak sekadar 'uji coba' demi mendapat respons publik, tetapi sebagai momen pengungkapan kepedulian yang otentik terhadap situasi dan kondisi Mabar yang masih jauh dari ekspektasi publik. Itu berarti, deklarasi itu lahir dari keprihatinan yang mendalam akan realitas politik yang masih dirundung persoalan negatif serentak 'terpanggil' untuk coba 'menyodorkan resep politik yang efektif' guna mengobati luka-luka politik tersebut.
Jika deklarasi hanya bertujuan untuk 'mendapat opini publik', pertanyaannya adalah apa alat ukur untuk mengetahui bahwa mayoritas publik konstituen mendukung sang deklarator dalam kontestasi itu? Apakah niat untuk maju dalam pencalonan bupati itu bergantung pada 'hasil survei opini publik'? Jika hasil survei itu belum dikantongi, mengapa kita berani 'mendeklarasikan' diri di depan publik? Lalu, ketika opini publik itu tidak sesuai dengan harapan, apa sikap kita? Apakah kita masih bersemangat untuk mencalonkan diri atau berhenti di tengah jalan?
Sebetulnya, deklarasi politik itu mempunyai implikasi yang positif bagi perkembangan mutu diskursus demokrasi daalam ruang publik. Iren Surya sudah 'membentangkan jalan' agar publik bisa berpartisipasi dalam ruang itu agar praksis demokrasi kita semakin berkualitas.
Setidaknya, ada tujuh poin positif dari acara deklarasi itu, seperti yang tertuang dalam ulasan saya sebelumnya (BernasIndo.Id, 3/10/2022). Pertama, deklarasi itu menunjukkan inovasi dan keberanian menyatakan sikap kepercayaan diri bahwa seorang kader potensial dan berprestasi layak dipertimbangkan menjadi calon bupati.
Kedua, deklarasi merupakan upaya memublikasikan dan mensosialisasikan kader potensial untuk menjadi perhatian bahkan perbincangan publik yang sedang menimang-nimang figur yang layak memimpin Mabar.
Ketiga, deklarasi merupakan salah satu cara untuk memperoleh respons sekaligus akseptabilitas publik terhadap figur, baik bakal diusung partai maupun yang melewati jalur calon perseorangan atau independen.
Hal ini biasanya diukur melalui survei pemetaan popularitas dan elektabilitas obyetif dan akuntabel sebagai salah satu pertimbangan parpol atau kelompok pendukung saat menentukan pasangan calon.
Keempat, deklarasi juga dapat dijadikan sarana membangun jaringan sosial yang menjangkau beragam elemen dan kekuatan sosial sebagai upaya pemberdayaan masyarakat yang ingin memperbaiki masa depan daerahnya.
Kelima, deklarasi perseorangan seperti yang dibuat Iren Surya ini, bisa memotivasi pengurus Parpol untuk berbenah diri. Parpol mesti tampil sebagai partai modern dengan menjalankan fungsi rekrutmen secara optimal dan memasarkan figur itu ke ruang publik.
Baca: Setelah 'Pesta Demokrasi' Digelar
Keenam, deklarasi pencalonan dari 'pribadi tertentu' bisa dipandang sebagai upaya memutus tradisi perekrutan dan penentuan calon yang bersifat sentralistik dan elitis selama ini. Dengan demikian, deklarasi Iren Surya sebetulnya merupakan manifestasi ideal kultur politik yang demokratis.
Ketujuh, deklarasi pencalonan tersebut tak perlu dikhawatirkan apalagi alergi bagi elit yang memiliki niat yang sama. Peristiwa menjadi semacam 'penambah gairah' untuk mengoptimalkan metode politik yang demokratis dan kreatif dalam memperkenalkan diri kepada publik.
*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.