"Merevitalisasi Nilai 'Sumpah Pemuda' dalam Bingkai SMAN 1 Komodo" |
Oleh: Sil Joni*
Tiga sumpah yang diikrarkan para pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928, bukan 'dogma suci' yang kaku dan diwariskan dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun dalam tulisan. Sebaliknya, tiga kaul itu, mesti menjadi 'teks terbuka' untuk ditafsir secara baru sesuai dengan dinamika dan spirit zaman.
Baca: Komunitas Pemuda dan Literasi Digital
Karena itu, spirit satu tanah, satu bangsa, dan satu bahasa mesti direvitalisasi secara kontekstual. Dengan itu, tiga janji itu, tidak dilihat sebagai slogan yang beku dan nir-arti, tetapi sebagai 'pemacu' lahirnya kreativitas baru dalam memberi makna terhadap dimensi persatuan dalam negara yang majemuk ini.
Boleh jadi, dilatari oleh 'ilham' menghidupkan kembali nilai 'Sumpah Pemuda' bagi kehidupan generasi milenial (termasuk remaja SMA/SMK) saat ini, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 (SMAN 1) Komodo, menyelenggarakan pelbagai jenis kegiatan perlombaan dalam memaknai momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda itu. Dalam kegiatan perlombaan antar kelas itu, demikian ibu Yuliana Tati Hariyatin, salah satu staf pengajar di lembaga itu, ada tiga jenis mata lomba yang dipertandingkan, yaitu pidato, vokal grup, dan vokal tunggal (menyanyi solo).
Sangat menarik untuk mengupas tema dari kegiatan itu yang dijadikan judul dalam tulisan sederhana ini. Kata kerja 'merevitalisasi' berasal dari kata dasar 'vital' yang berarti 'daya hidup'. Ketika prefiks re pada kata revitalisasi bermakna 'kembali'. Revitalisasi berarti 'daya hidup yang kembali atau hidup kembali'. Dengan demikian, merevitalisasi berarti usaha untuk 'menghidupkan kembali'.
Hal apa yang perlu 'dihidupkan kembali' itu? Dalam tema itu, terlihat jelas bahwa yang dihidupkan itu bukan slogan atau rumusan kaku dari 'Sumpah Pemuda', tetapi 'nilai yang bersemayam dalam formulasi itu. Nilai itu tidak identik dengan 'fakta'. Oleh sebab itu, sangat terbuka ruang untuk menafsirkan model penghayatan sebagai bentuk 'menghidupkan kembali nilai-nilai' tersebut.
Pihak SMAN 1 Komodo coba menafsir dan menjabarkan nilai Sumpah Pemuda itu dalam 'bingkai kelembagaan'. Artinya, pemaknaan terhadap nilai itu mesti berjangkar pada ruang dan waktu tertentu, dalam hal ini lingkungan SMAN 1 Komodo di sini dan kini (hit et nunc). Tidak heran jika mereka 'mendesain' kegiatan yang memungkinkan peserta didik (generasi milenial) berpartisipasi dalam menghidupkan nilai sumpah pemuda itu.
Satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa pada tataran tekstual, itu sudah final. Tetapi, dalam ranah implementasi, tentu saja membutuhkan daya juang, agar kita tidak mengkhianati dan menodai janji para pemuda itu. Untuk itu, spirit sumpah itu perlu disuntikan ke dalam tubuh para remaja SMA. Mereka mesti memberi arti secara baru bagaimana semestinya hidup sebagai satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa itu.
Baca: Skripsi, Sarjana, dan Keterampilan Menulis
Saya kira, unjuk kebolehan dalam bidang olah vokal, baik secara grup maupun solo dan public speaking (pidato) bisa merupakan ekspresi dari spirit persatuan atau kebersamaan dalam bingkai SMAN 1 Komodo yang heterogen itu. Bahwasannya, kendati mereka berasal dari latar belakang yang berbeda dan bakat yang variatif, tetap bisa diikat-satukan dalam wadah penyaluran bakat pada komunitas sekolah yang majemuk itu.
Dalam dan melalui kegiatan perlombaan itu, peserta didik secara implisit merasakan dan merayakan 'suasana persatuan' di tengah factum perbedaan. Talenta dan kemampuan, entah dalam bidang tarik suara maupun 'berbahasa', boleh berbeda, tetapi tidak mengurangi rasa cinta mereka terhadap lembaga SMAN 1 Komodo khususnya dan Indonesia pada umumnya. Justru dalam perbedaan itulah, mereka merayakan persatuan dalam arti yang otentik. Apalagi, beberapa mata lomba itu diekspresikan dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ini sebuah instrumen agar siswa didorong untuk merawat Indonesia melalui penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Selebrasi terhadap dimensi 'unitas', tidak selalu dinyatakan dalam bentuk 'kompromi', tetapi juga dalam langgam kompetisi. Saya berpikir, ketika pihak SMAN 1 Komodo mengemas acara memperingati peristiwa Sumpah Pemuda itu dalam bentuk kompetisi, sebetulnya yang hendak diwartakan di sana adalah persatuan itu memerlukan 'daya juang' yang bersifat kompetitif. Kondisi persatuan itu tidak diterima sebagai sesuatu yang terberi (given), tetapi sebagai 'buah dari kerja keras' dalam iklim yang bersifat kompetitif dan kolaboratif.
Untuk diketahui bahwa kegiatan perlombaan dalam rangka memaknai peristiwa 'Sumpah Pemuda' tingkat SMAN 1 Komodo akan berlangsung selama 2 hari, 26-27 Oktober 2022. Kegiatan ini, sebetulnya bisa dilihat sebagai 'satu model kegiatan pembelajaran' yang bersifat kontekstual juga. Kegiatan pembeljaran dalam kelas, untuk sementara dipindahkan ke panggung pentas di mana para peserta didik memperlihatkan bakat dan kemampuan mereka.
Baca: Labuan Bajo, Kota Literasi?
Kita ucapkan selamat dan profisiat kepada keluarga besar SMAN 1 Komodo yang telah 'memberi warna istimewa' pada momen peringatan peristiwa Sumpah Pemuda pada tahun 2022 ini. Apa yang ditampilkan oleh pihak SMAN 1 Komodo ini, setidaknya bisa sedikit 'mengangkat derajat' Manggarai Barat (Mabar) yang terlihat kurang bersemangat dalam mengisi Bulan Bahasa dan Sastra Indonesia tahun ini.
*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.