Menjadi "Pahlawan" Kreativitas Literasi Siswa |
Oleh: Sil Joni*
Hidup seorang guru lebih banyak 'tercurah' ke aspek pengembangan potensi diri siswa. Ada semacam panggilan etis-profesional untuk 'membantu peserta didik' dalam mengasah kapasitas mereka.
Baca: SMK Stella Maris Bebas "Perundungan"
Salah satu potensi siswa yang mesti mendapat porsi perhatian lebih dari guru kreativitas berliterasi, khususnya kemampuan menulis. Sekolah mesti mengkreasi ruang dan peluang agar siswa bisa secara reguler mengembangkan kemampuan menulis tersebut. Guru, dengan demikian, berada pada garda terdepan untuk memotivasi dan merangsang peserta didik dalam berkreasi.
Kehadiran guru dalam proses pengembangan diri siswa, menjadi sebuah opsi yang tidak bisa ditawar. Dalam dunia tulis-menulis misalnya, guru mesti terlibat dari awal, mulai dari penentuan persoalan, penggarapan ide utama, penentuan judul, dan perampungan sebuah tulisan.
Tidak hanya sampai di situ, guru juga mesti memberi contoh bagaimana 'mempercantik tampilan sebuah tulisan'. Sentuhan kreativitas guru dalam 'merias karya siswa' sangat berpengaruh bagi peningkatan rasa percaya diri siswa. Tegasnya, guru mesti meniupkan 'roh estetis' pada tulisan siswa yang akan dipublikasikan di media sekolah baik versi dalam jaringan (daring) maupun dalam versi luar jaringan (luring).
Untuk versi luring, saya kira Majalah Dinding (Mading) sekolah, bisa menjadi sarana yang praktis, sederhana, dan murah. Peserta didik 'diarahkan, dilatih' untuk terampil menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan. Ide kreatif itu bisa diekspresikan dalam beberapa genre seperti tulisan opini, cerpen, puisi, pantun, humor, karikatur, dan kata-kata mutiara.
Setelah diseleksi dan diedit seperlunya, buah karya dari peserta didik itu, siap dipamerkan di Mading Sekolah. Namun, agar Mading itu punya 'daya pikat', maka kemasannya harus dirias secantik mungkin. Kita tidak bisa mengandalkan 'mutu tulisan semata'. Tampilan fisik dari Mading itu, tidak bisa diabaikan begitu saja. Mading yang terlihat elok dan jelita, tentu saja menjadi salah satu daya tarik yang menggugah dan memancing rasa ingin tahu pembaca.
Baca: "Bersatu Padu Membangun Bangsa"
Siang ini, Sabtu (5/11/2022), beberapa guru SMK Stella Maris bersama seksi publikasi OSIS coba mempercantik tampilan Mading sekolah. Mereka berusaha 'mendekorasi' Mading itu agar terlihat memesona dan mengundang selera untuk menjamah isinya.
Kebetulan, tema yang diangkat dalam edisi perdana ini adalah 'Pahlawan di Mata Milenials'. Beberapa guru di atas sepertinya memperlihatkan spirit heroik dalam meningkatkan kreativitas siswa dalam bidang literasi. Boleh dibilang mereka adalah pahlawan kreativitas literasi siswa.
Kata 'pahlawan' telah mengalami perluasan arti. Pahlawan itu tidak hanya mengacu pada 'prajurit atau pasukan bersenjata' yang gugur dalam medan perang. Dewasa ini, mereka yang telah berjasa dan berkontribusi bagi kemajuan dan perubahan dalam bidang tertentu, bisa masuk dalam kategori pahlawan.
Dalam perspektif itu, ketika seorang guru sangat berjasa dan berkontribusi dalam membangkitkan kreativitas siswa dalam aspek menulis, rasanya sangat layak digelari sebagai 'pahlawan'. Ibu Ledy, ibu Mega dan ibu Nona yang sudah berkorban dalam 'membantu memperindah karya para siswa' merupakan pahlawan dalam arti yang sesungguhnya.
Julukan itu semakin tak terbantahkan ketika dihubungkan dengan besarnya pengorbanan dan dedikasi para guru dalam mencerdaskan generasi muda kita. Guru sering dijuluki sebagai 'pahlawan tanpa tanda jasa'.
Sebutan itu, rasanya tidak terlalu berlebihan dan terkesan dibuat-buat. Betapa tidak. Jasa seorang guru terlampau besar. Guru sangat punya andil dalam menghantar peserta didik keluar dari lorong ketidaktahuan, kebodohan, dan kegelapan. Seorang anak manusia, bisa tampil semakin manusiawi, tentu tidak terlepas dari kerja keras para guru.
Baca: "Merevitalisasi Nilai 'Sumpah Pemuda' dalam Bingkai SMAN 1 Komodo"
Saya berpikir, masing-masing kita, dalam cara tertentu, tampil sebagai pahlawan untuk kebaikan dan kemajuan sesama. Sisi kepahlawanan itu tidak harus dinyatakan dalam karya yang besar, tetapi juga bisa melalui perbuatan sederhana. Kesetiaan dalam menangani perkara kecil, menjadi contoh bagaimana semangat kepahlawanan itu diperlihatkan.
*Penulis adalah Staf Pengajar SMK Stella Maris Labuan Bajo.