Profesionalisme Guru Di Persimpangan Jalan (Refleksi Peran Guru di Akhir Tahun 2022) |
Oleh: Donatus Renggo, S.Ag
Pendahuluan:
Bernasindo.id - Profesi guru memiliki kedudukan dan peranan yang khas dalam kehidupan bermasyarakat. Kedudukan dan peranannya menjadi sangat berarti, bila kita melihatnya dalam perspektif dan harapan masyarakat, di mana berbagai tradisi berupa pengetahuan,ketrampilan dan tatanan hidup bermasyarakat ingin dipelihara dan diwariskan dari generasi ke generasi. Orang sering berasumsi bahwa masa depan suatu bangsa ada di dalam genggaman generasi muda atau kaum milenial. Pernyataan ini mau memberi penegasan bahwa fungsi dan peran seorang guru sangat dibutuhkan karena guru dalam kedudukannya memiliki tugas khusus yaitu membina generasi muda yang menjadi tumpuan dan harapan suatu bangsa. Maka secara logis kita dapat mengatakan bahwa guru merupakan tumpuan dan harapan bangsa.
Baca: Pendidikan Dan Teknologi
Profesi guru secara universal sering disebutkan sebagai pengabdi yang imbalannya lebih kepada hangatnya kepuasan batin. Mereka mempunyai kekuatan (power) yang nyata dalam masyarakat, karena mendapatkan kehormatan membukakan daya pikir bagi pengetahuan dan menolong anak-anak kita membentuk pandangan dan masa depan. Inilah alasan mengapa hampir semua orangtua mempercayakan pendidikan anak-anaknya kepada guru.
Akan tetapi perkembangan peradaban di era digitaliasi dan komunikasi yang sangat transparasi ini telah merubah pandangan terhadap profeasi guru. Banyak orang cenderung mengukur kemajuan peradaban dengan harta kekayaan yang dimiliki. Hal ini berbeda dengan zaman peradaban masih primitif , dimana guru pada waktu itu berada dalam suatu organisasi belajar/mengajar yang masih sangat rendah. Seorang yang pandai memilih jadi guru karena tidak ingin ilmu yang dimilikinya hilang begitu saja setelah ia mati. Kini pendidikan itu sendiri telah menjadi “barang” kebutuhan dimana orang secara sadar memerlukannya. Dengan demikian perbedaan motivasi seorang menjadi guru terletak pada perbedaan kemajuan tingkat peradaban manusia itu sendiri.
Uraian dalam tulisan ini bertolak dari keprihatinan saya terhadap krisis peranan dan motivasi yang dihadapi guru dewasa ini, dan berdasarkan gambaran yang ada saya coba membayangkan citra guru professional yang diharapkan dimasa datang apalagi Menteri Pendidikan,Kebudayaan dan Riset/ Tehknologi RI Nadiem Anwar Makarim, B.A.M.B.A telah menginstrukasikan pemberlakuan Kurikulum Baru yaitu Kurikulum Mardeka Belajar dan program Guru Penggerak.
Guru dan Krisis Gambarannya
Secara historis gambaran guru atau pendidik mengandung arti pelayanan yang luhur. Dalam fungsinya melayani anak didik, terkandung suatu noble vocation (panggilan luhur). Hal ini terbukti jelas bila kita membolak balik sejarah pendidikan. Dalam Perguruan Tinggi Kuno Bangsa Yunani, anak-anak kaum bangsawan dihantar ke sekolah oleh para pelayan. Mereka menjunjung gulungan-gulungan perkamen dan menolong anak-anak dalam kelasnya. Kaum Sofis adalah orang-orang yang dianggap menjabat tugas guru. Pada abad pertengahan yang menjabat guru adalah orang-orang berfungsi dalam bidang keagamaan. Mereka merupakan orang orang penting dan memiliki pengaruh pada zamannya. Pada zaman Renaisssance (Pencerahan), Pendidikan mengalami perubahan yang cukup fundamental. Terutama di era digitalisasi dan komunikasi yang super canggih ini seperti internet, internet lalu menjadi lambang prestise. Kalau dulu gurulah yang menyampaikan pengetahuan, kini tanpa guru pun orang dapat menimba pengetahuan mengakses internet. Dengan demikian, penghormatan terhadap guru seolah-olah dialihkan kepada upaya menjunjung tinggi nilai-nilai buku-buku, literasi digital (Internet) sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Baca: SMK Negeri 1 Satarmese Gelar Ujian Hari Pertama, Baca Komentar Peserta Didik Di Sini
Rachid Sabbaghi dalam sebuah wawancara dengan menjalah Unesco Courier menyatakan bawah secara umum para guru dewasa ini tengah mengalami krisis gambaran sejalan dengan perkembangan arus globalisasi yang melanda dunia dewasa ini. Sabbaghi mengelompokan dua masalah penting yang menggunggat profesionalisme guru:
Pertama : Masalah rendahnya mutu pendidikan dan gaji seorang guru. Menurut Sebbaghi kombinasi antara faktor-faktor ekonomi,social dan demografi menyebabkan percepatan pertumbuhan populasi siswa di sekolah. Pertambahan kuantantif siswa di sekolah menutut pula lebih banyak tenaga pengajar yang harus disiapkan untuk memenuhi tuntutan, Persiapan yang tergesa gesa itu hampir pasti tidak menjamin kualitas komptensi seorang guru apalagi perekruratan tenaga pendidikan hanya karena ada orang dalam. Rendahnya gaji guru dan tenaga kependidikan ini sudah merupakan keluhan umum hampir semua di semua tingkat pendidikan. Di satu pihak guru dituntut untuk meningkatkan kompetensi dan mutu pengajarannya, namun dipihak lain guru terpaksa memikirkan tambahan lain di luar tugas pokoknya. Kondisi seperti ini tentu saja tidak memikat tenaga-tenaga bermutu atau mereka memiliki motivasi menjadi guru.
Kedua : Masalah kedua ini lebih bersifat progresif dan menantang. Salah satu hal yang member cirri khas pada kehidupan manusia dewasa ini yaitu percepatan kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Informasi dan pelayanan media komunikasi (Internet) mulai menyepelekan peranan guru sebagai satu satunya sumber informasi dan pengetahuan. Pendidikan tidak lagi menjadi monopoli guru, karena pendidikan kini telah menjadi pula obyek perdebatan dimasyarakat luas dengan kepentingannya masing-masing seperti halnya kepentingan agama,ekonomi,politik, psrtai dan golongan menutut untuk berbicara. Guru kini berhadapan langsung dengan berbagai gagasan, ide serta pendapat yang sering kali berada diluar jangkauan pemahamannya. Tidak ada lagi suatu kesepakatan umum atau semacam mekanisme control terhadap paket-paket pendidikan yang sedang diterima peserta didik di dalam lembaga pendidikan maupun di luar sekolah. Bila kita menghubungkan kepentingan pendidikan dengan perubahan sosiokultural dan persaingan antara berbagai media komunikasi. Guru yang mempunyai tugas dan tanggungjawab khusus terhadap pembinaan anak didik kini berhadapan dengan dengan suatu tugas lain yang nampak mustahil baginya yaitu membantu anak didik untuk menginterprestasikan berbagai informasi sering bersifat kontradiktoris. Dalam situasi ini guru terpaksa menyerah dalam perjuanganya menjadi frutastrasi atau secara terpaksa menjalankan tugasnya yang penting sudah masuk kelas.
Ketiga : Selain kedua masalah yang dikemukakan oleh Rachid Sabbaghi juga masalah yang sedang dihadapi dilembaga pendidikan baik itu pendidikan formal maupul non formal yakni pelecehan seksual, perundungan (Bullying).
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan sepanjang tahun 2022. Kasus-kasus kekerasan terhadap anak didik seperti perundungan, dan kekerasan seksual di lembaga pendidikan terus terjadi mencapai 11.060 kasus, kasus ini terjadi mulai dari jenjang sekolah dasar, sekolah menengah maupun di Perguruan Tinggi (PT). Dan Menteri Pendidikan,Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim telah mengkategorikan kekerasan seksual sebagai salah satu dosa besar pendidikan disamping intoleransi dan perundungan (bullying). Pemerintah tengah melakukan berbagai upaya untuk melawan kejahatan ini, termasuk dengan mengesahkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindakan Pidana Kekerasan Seskual (UU TPKS) pada bulan April lalu. Diharapkan dengan pengesahan UU TPKS dapat mencegal dan memberi efek jerah baik Pendidik maupun bagi masyarakat luas.
Citra Guru Yang Diharapkan
Masyarakat kita dewasa ini semakin menuntut apa yang mereka inginkan dari lembaga pendidikan, yakni pengatahuan dan ketrampilan serta Integritas seorang guru yang menunjang masa depan bagi putra putrinya. Dalam upaya memenuhi tuntutan itu pemerintah dari waktu ke waktu mengkajih dan melakukan perubahan pada kurikulum pendidikan dan menyiapkan sarana prasarana pendidikan yang ramah dan layak baik siswa-siswi mulai dari jenjang PAUD sampai Perguruan Tinggi. Tugas dan peran guru menjadi lebih besar karena dalam banyak hal sistem dan pendekatan tradisional yang digunakan selama ini tidak lagi memadai. Penggunaan peralatan audio-visual dalam pengajaran misalnya menutut pula ketrampilan ekstra. Tugas mengajar dan pendidikan nilai kini menjadi suatu jabatan baru berbeda dengan sebelumnya seperti dalam kurikulum Mardeka Belajar atau Guru Penggerak yang sekarang lagi gencar disosialiasikan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Tekhnologi dan Riset Mas Nadim. Semua ini bertujuan selain untuk meningkatkan mutu pendidikan,juga integritas dan profesionnalistas Guru sangat diperlukan untuk memajukan dunia pendidikan.
Penutup
Tidak dapat kita sangkal bahwa akselerasi kemajuan di bidang pendidikan Ilmu pengetahuan, tekhonologi dewasa ini menyediakan informasi dan pengetahuan yang hamper tak terbatas baik ditngkat kuantitas maupun kualitas. Kita patut member apresiasi dengan semua perubahaan yang sedang kita alami tetapi perlu dicermati setiap perubahaan tersebut membawa dampak yang luas terhadap dunia pendidikan kita, khususnya terhadapan gambaran diri seorang guru. Namun betapapun hebatnya krisis yang melanda dunia pendidikan kita, sulitlah bagi kita untuk membayangkan dunia pendidikan tanpa guru dan lembaga pendidikan. Bentuk pendidikan pasti berubah sesuai tuntutan zaman tetapi peran guru tetap diberi ruang untuk menjalankan tugas mulianya yakni mendidik dan mengajar putra-putri kita untuk menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan tanah air Indonesia.