Oleh: Sil Joni*
Bincang-bincang Politik Ala Anak Muda Mabar (foto ist.) |
Para analis dan pekerja media membabtis tahun 2023 sebagai 'tahun politik'. Pasalnya, hampir pasti bahwa semua aktor politik akan 'membereskan' pelbagai perlengkapan politik pada tahun ini agar bisa berlaga dalam kontestasi politik yang akan digelar secara serentak pada tahun 2024.
Baca: Mengabadikan Tubuh
Selama ini, panggung politik lokal, lebih banyak 'dikuasai' oleh para politisi senior. Anak muda potensial dan energik yang masuk dalam gelanggang itu, bisa dihitung dengan jari. Tetapi, mungkin cerita semacam itu, agak berbeda dalam kontestasi politik edisi 2024 nanti.
Kesimpulan semacam itu, rasanya semakin valid jika kita melihat kiprah para aktor politik lokal yang sempat terekam dan diabadikan di media sosial. Politisi yang memasarkan diri secara kreatif dalam kanal digital itu, umumnya masih berusia relatif muda. Metode dan gaya berpolitik mereka, tentu saja berbeda dengan yang ditampilkan oleh para senior mereka pada episode sebelumnya.
Gairah 'anak muda Mabar' untuk menata kehidupan politik melalui 'ruang kekuasaan', semakin meningkat saat ini. Setidaknya, semangat anak muda itu terlihat dari 'aliran wacana' yang menggelinding dalam ruang publik digital. Mereka secara intensif dan khusuk mempercakapkan pelbagai strategi, pendekatan, dan metode agar semakin banyak orang muda terjun dalam Medan politik.
Spirit yang besar itu, ternyata tidak hanya mengalir dalam dunia maya, tetapi juga sudah menjadi bagian dari dinamika laku keseharian. Di mana dua atau tiga anak muda berkumpul, di situ 'topik tentang pertarungan mendapat kuasa, selalu menjadi pusat perhatian. Apalagi jika para partisipan diskusi, memilki 'passion' yang sama, yaitu adanya kerinduan agar orang muda punya akses masuk ke gelanggang politik, pasti perbincangan itu sangat menarik.
Suasana obrolan politik yang hangat itu, saya rasakan ketika mengunjungi pak Sirilus Ladur dan keluarga di kampung Merombok, Selasa (21/3/2023). Sebelum saya tiba, di sana sudah berkumpul beberapa anak muda, yang akhir-akhir ini selalu tampil elegan di ruang publik. Nama-nama mereka, rasanya tidak asing lagi bagi publik Mabar.
Baca: Pastor Tidak Sedang Baik-Baik
Siapa yang tidak kenal dengan Sirilus Ladur. Beliau pernah meniti karier sebagai jurnalis di beberapa media online. Dari jurnalis, beliau banting stir ke dunia politik. Hasilnya, cukup mengagumkan. Ladur pernah menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Mabar. Pada Pemilihan Legislatif (Pileg) edisi sebelumnya, beliau menjadi salah satu 'petarung' PKB untuk duduk di ruang parlemen lokal. Sayang, dewi fortuna polutik belum berpihak padanya.
Fakta kegagalan itu, tak membuat ada politiknya pudar. Dalam kontestasi politik 2024 ini, Ladur tetap berjuang melalui gerbong PKB. Tetapi, kali ini beliau tidak lagi berlaga di Kabupaten. Tekadnya untuk bermain di Propinsi, sudah bulat. Ladur menjadi salah satu Caleg Propinsi dari PKB.
Wajah lain yang tidak kalah tenarnya adalah pak Ireneus Surya. Beliau dikenal luas sebagai salah satu advokat senior di Mabar. Rekam jejaknya dalam dunia hukum, tak perlu diragukan. Yang paling fenomenal adalah beliau berhasil menjalankan perannya sebagai 'tim hukum Edi-Weng' yang tampil sebagai pemenang, mulai dari level kabupaten hingga Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam bidang politik, Iren pernah menjabat sebagai Sekretaris Partai Nasdem. Jabatan itu 'terpaksa' ditinggalkannya karena beliau sudah mendeklarasikan diri sebagai salah satu bakal calon Bupati Mabar periode 2024-2029. Niatnya untuk menjadi 'pemain utama' dalam kontestasi Pilkada Mabar edisi 2024, tidak bisa dibendung lagi.
Seorang pengamat politik yang belakangan 'berambisi' untuk menjadi petarung, pak Servasius Ketua, hadir juga dalam perbincangan itu. Kabarnya, pak Servas akan maju sebagai Caleg di daerah Pemilihan (Dapil 2) dari PKB. Pak Servas dikenal luas sebagai salah satu 'komentator politik' yang cerdas. Analisis politiknya dituangkan dalam bentuk artikel opini yang diekspos di beberapa media online.
Tiga politisi muda itu, ditemani oleh seorang jurnalis lokal, Gerasmus Satria. Sang jurnalis lebih senang menyimak obrolan mereka sambil sesekali memberikan catatan.
Acara bincang-bincang ini, semakin berkelas sebab dua aktivis dari Lembaga Pemantau Keuangan Negara (PKN), yaitu Lorens Logam dan Oktavianus Dalang, hadir di tempat itu. Tilikan politik yang bersifat kritis, meluncur deras dari mulut dua anak muda militan ini. Saya kira, baik Lorens maupun Oktavianus, dikenal luas sebagai 'aktivis' yang agresif dan getol mengawal dan mengkritisi kinerja pemerintah daerah (Pemda) Mabar.
Sementara itu, saya sendiri lebih senang tampil sebagai 'pendengar' yang setia. Sesekali, saya ikut tersenyum dan tertawa ngakak jika dalam obrolan itu disisipi dengan 'humor politik' yang cerdas.
Meski lokasi diskusinya di 'kampung', tetapi ide-ide yang diusung di sana bersifat global dan berkualitas. Kampung menjadi arena ideal melambungkan gagasan-gagasan politik yang bersifat konstruktif. Boleh dibilang, aura politik sudah menerobos domain domestik. Garis demarkasi antara ruang privat dan publik kian kabur dalam tata politik di kekinian. Siapa saja, kapan saja dan di tempat mana saja, kita bebas membincangkan isu-isu politik yang sedang aktual baik di level Desa, Kabupaten, Propinsi, Nasional dan bahkan internasional.
Diskursus politik tidak lagi menjadi aktivitas eksklusif segelintir elit. Perbincangan yang demokratis, egaliter, dan bebas represi bisa terjadi di beranda rumah dalam suasana penuh persaudaraan.
Pada musim kontestasi seperti Pileg atau Pilkada yang digelar secara serentak itu, hampir semua warga termasuk anak muda, mengalami semacam 'demam obrolan politik'. Tema politik seputar Pemilu biasanya meluncur begitu bebas dari setiap partisipan diskursus.
Baca: "Arisan": Lebih dari Sekadar Kegiatan Kumpul-kumpul
Rupanya, warga kampung sepert kami ini, sudah mengalami semacam 'keterjagaan politik'. Mereka mulai sadar bahwa urusan politik bukan monopoli sekelompok orang. Masyarakat mempunyai tanggung jawab moral untuk menata kehidupan bersama yang lebih baik melalui keterlibatan aktif dalam setiap dinamika politik, baik pada level wacana maupun pada aras praksis.
Tidak perlu menunggu 'saat istimewa' untuk membahas masalah politik. Menjelang senja berlalu pun, bisa menjadi salah satu momen untuk menyalurkan naluri diskursif politis itu.
Ritual bincang-bincang politik bakal terasa lebih nikmat dan sempurna ketika kopi, teh, dan rokok tersaji dalam ruang percakapan itu. Komposisi antara apa yang masuk dan apa yang keluar dari mulut, relatif berimbang. Diskusi berjalan lancar ketika area perut tidak kekurangan stok nutrisi sehingga berenergi dalam berdialektika.
Ladur dan keluarga telah memberikan 'pelayanan prima' untuk kami senja ini. Satu ekor ayam 'dibantai' untuk mengisi area perut sehingga kami punya cukup energi untuk membincangkan aneka isu dalam bidang politik.
*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.