Oleh: Fr. Siktus Jaya
Pastor Tidak Sedang Baik-Baik |
Peristiwa pastor diduga gantung diri di Keuskupan Ruteng akan menimbulkan beragam pertanyaan. Satu pertanyaan pasti adalah "ko Pastor Bisa Bunuh Diri ya? ". Pada umumnya orang selalu beranggapan bahwa pastor sebagai in persona Cristi, pastor pasti bisa mengatasi persoalan yang dihadapi. Pastor tidak mungkin mengakhiri hidup dengan cara seperti itu. Anggapan ini tidak selamanya benar. Ingat! Seorang bidan tidak selamanya membidani dirinya waktu bersalin. Ia butuh sahabat bidan yang lain. Begitu juga dengan pastor, dia lihai dalam memberikan nasehat dan solusi bagi orang lain, tetapi belum tentu untuk dirinya sendiri.
Pastor selalu dan selamanya menjadi pribadi paradoksal di dunia ini. Dia hidup, bergerak dan berkarya sesuai dengan perubahan zaman dan kompleksitas kehidupan yang ada. Satu hal yang tidak boleh terlepas dari diri Pastor adalah Komitmen atas pilihan hidup itu. Komitmen itu dituangkan dalam tiga nasihat Injil, yakni ketaatan, kemiskinan dan kemurnian hidup. Apabila pastor berkarya sampai melupakan komitmen tadi, maka pastor itu tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja.
Karena Pastor tidak sedang baik-baik saja, maka pastor membutuhkan rekan pastor yang lain sebagai peneguh kehidupannya. Pastor membutuhkan kehadiran sang pemimpin sebagai inspirator yang selalu menyapanya setiap saat. Pastor membutuhkan umat untuk memberikan apresiasi atas tugas perutusannya. Kehadiran rekan kerja, pemimpin dan umat akan selalu membantu pastor tetap setia pada komitmen. Oleh karena itu, jangan jejali pastor dengan tanggungjawab melampaui batas kemampuannya. Usahakan jangan setiap waktu mengkritik, gosip dan menelanjangi kehidupan pastor. Jangan sering menyanyikan kidung duka buat pastor. Doakan dan tegurlah pastor dalam kasih, sebab pastor tidak selalu baik - baik. Meskipun pastor digelari in persona Cristi, namun aplikasinya tidak seindah dan seagung ungkapan itu.
Fenomena pastor tidak baik-baik saja itu bisa dicermati dari beberapa tingkah laku berikut ini:
- Ada pastor membiarkan dirinya sakit, tidak mau berobat, dengan harapan supaya cepat berlalu dari dunia ini.
- Ada pastor yang gaya hidup tidak teratur (rokok, alkohol, tidur larut pagi).Ada pastor yang melawan pimpinan.
- Ada pastor yang tidak pernah aman hidup bersama yang lain.
- Ada pastor yang selalu merasa kekurangan/orientasi hidup berubah (hati2 su,.. Bisa menjadi pengemis saleh).
- Ada pastor suka menjadi oposan, tukang kritik, tukang marah, tanpa beri solusi.
- Ada Pastor yang tiba-tiba menjadi pribadi yang tertutup.
- Ada pastor yang mulai melupakan Misa, doa, baca kitab suci dll.
- Masih banyak gejala lain boleh anda tambahkan.
Apabila kita menjumpai pastor dengan gejala seperti itu berarti pastor tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja. Kita tidak boleh membiarkan keadaan itu berlalu begitu saja. Kita harus bertanggungjawab akan hidup dan panggilan pastor. Kita boleh menggunakan berbagai pendekatan untuk menyelamatkan mereka.
Kita sanjung-sanjung mereka hanya momentum tertentu saja (tahbisa, Misa perdana, pesta perak dll) selanjutnya kita biarkan mereka berjalan seorang diri. Tindakan pembiaran dari sahabat (kolegialitas imam), pimpinan dan umat hanya akan menyajikan kisah akhir yang tragis bagi pastor.
Peristiwa Ruteng dan peristiwa lain yang telah lewat tentang pastor, hendaknya membuka hati, jiwa dan pikiran kita untuk memperhatikan kehidupan pastor, bahwa pastor kita tidak sedang baik-baik saja. Lebih baik kita menegur dan menasehati pastor, walapun dengan beban hati tidak enak, daripada kita bawa sekeranjang bunga, dengan hari biru menaburi makam mereka.