Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Inilah Tubuhku!

Suara BulirBERNAS
Monday, December 18, 2023 | 10:47 WIB Last Updated 2023-12-18T03:57:43Z

Oleh: Sil Joni*


Inilah Tubuhku!





Dalam musim kontestasi politik, fokus perhatian para aktor politik adalah memburu suara sebanyak-banyaknya. Tidak ada cara lain untuk mewujudkan 'mimpi meraih kursi kekuasaan', selain merayu publik untuk memilih dirinya pada hari pemilihan nanti. Akumulasi perolehan suara sangat menentukan apakah seorang calon legislatif (caleg) tampil sebagai kampium atau pecundang kontestasi.


Baca: Memangkas "Gulma Kehidupan"


Untuk itu, pelbagai strategi dan trik dipakai agar publik konstituen menjatuhkan preferensi politik pada caleg tertentu. Yang paling dominan adalah 'bujukan maut'. Sangat jarang para caleg memberikan penjelasan rasional "mengapa" harus memilih dirinya dan bukan orang lain. Dengan perkataan lain, bukan 'kualifikasi' yang ditampilkan, tetapi hanya serangkaian kalimat yang bersifat rayuan.


Popularitas, dengan demikian, menjadi syarat mutlak. Calon yang populer, meski dari sisi kualitas dan integritas, berada pada level medioker, punya kans untuk keluar sebagai pemenang.


Jalan pintas dipakai demi meraih popularitas tersebut. Mereka tampil bak selebriti. Wajah dan tubuh mereka 'dipamerkan' secara kreatif dalam ruang publik. Bukan hal baru jika saat ini, dalam pelbagai hajatan, kita bersua dengan tubuh-tubuh politik itu.


Politik tubuh, jauh lebih memikat ketimbang politik gagasan. Tidak  heran jika 'ruang politik' sangat jarang disemarakkan oleh gagasan yang bernas dari para kontestan itu. Publik tidak pernah disuguhkan dengan 'orasi politik' yang bermutu. Yang terlihat adalah 'tubuh yang bergoyang' dan sesekali 'mempersembahkan' sebuah nomor lagu sekedar menghibur penonton.


Baca: Gelar Atraksi Malam Puisi, Komunitas Hekang Kata SMK Negeri 1 Satarmese Banjir Pujian


Pengkultusan terhadap 'tubuh', begitu gamblang saat ini. Publik pun lebih memilih 'melihat tubuh' ketimbang menyimak dan menganalisis isi pembicaraan politisi. Efeknya adalah para caleg tergoda untuk 'menyodorkan tubuh' dibandingkan dengan segepok  ide.


Tubuh-tubuh politik itu terpajang secara atraktif baik dalam ruang digital, maupun dalam dunia nyata. Hampir pasti, kita berjumpa dengan 'tubuh-tubuh' itu di tikungan jalan, di titik-titik yang dianggap strategis. Mereka 'hadir' dalam pelbagai gaya yang tentu saja mengandung pesan politik tertentu.


Wajah politik di perempatan jalan itu, sedang 'mengatakan sesuatu' kepada kita. Mereka 'berbicara' dalam diam. Jika boleh ditebak, inti sabda yang tersembur dari 'baliho para caleg' itu adalah 'inilah tubuhku yang yang kukurbankan bagimu. Tusuklah aku sebagai tanda kenangan dan dukungan terhadap perjuanganku'.


"Menusuk tubuh" dilihat sebagai tanda 'dukungan' terhadap sang Caleg. Sampai di titik ini, sangat bisa dimaklumi jika 'tubuh' itulah yang dipasarkan ke ruang publik. Tubuh dirias sedemikian agar publik jatuh cinta dan melampiaskan rasa itu dengan 'menusuk tubuh' para caleg itu.


Baca: Komunitas Literasi Hekang Kata SMKN 1 Satarmese Bertajuk Mengunyah Kata Meraih Cita


Mereka yang sangat agresif 'memajang dan memasarkan tubuh', besar kemungkinan mendapat ekspresi cinta konstituen. Dasarnya adalah publik 'sangat terpesona' dengan kemolekan tubuh dan dengan itu berusaha untuk 'menjamahnya'. Jamahan politik (baca: tusuk) merupakan 'berkat' bagi si caleg. Semakin banyak 'tusukan' peluang untuk menjadi pemenang kian menjulang.



*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Inilah Tubuhku!

Trending Now

Iklan