Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Politisi "Kutu Loncat"

Suara BulirBERNAS
Thursday, December 28, 2023 | 04:33 WIB Last Updated 2023-12-27T21:43:32Z

Oleh: Sil Joni*


Politisi "Kutu Loncat"
Politisi "Kutu Loncat"




Intusi purba dari filsuf besar Aristoteles yang menegaskan manusia sebagai binatang politik (zoon politicon) layak direnungkan. Mungkin dari status ontologi sebagai 'makhluk politik' itu, maka terminologi dari ranah kebinatangan masuk dalam gelanggang politik. 


Baca: Caleg Yang "Menyumbang Uang/Materi"


Beberapa istilah khas dunia binatang yang menghiasi wacana politik adalah politik dagang sapi, politik babi, politisi kutu loncat, dll. Pelbagai term itu diadopsi, tentu berangkat dari kenyataan faktual di mana perilaku sebagian politisi itu menyerupai binatang.


Politik menurut  Harold Lasswell merupakan kegiatan masyarakat yang berkisar pada masalah  “siapa memperoleh apa, kapan dan bagaimana” (who gets what, when and how). Pengertian itu, tentu saja berangkat dari kenyataan empiris di mana para aktor politik umumnya hanya berfokus pada upaya mendapat kursi dan kue kekuasaan. Aktivitas politik selalu menyangkut siapa yang sedang mengejar apa, kapan dan bagaimana yang dikejar itu bisa diraih.


Coba kita 'tatap' lanskap panggung politik kita. Bukankah yang dominan ditampilkan pada gelanggang itu adalah 'adu taktik' dalam merebut kuasa. Persaingan itu, hampir terjadi di semua level, mulai dari partai politik, ruang legislatif, dan ranah eksekutif. Di tingkat partai politik misalnya, isu yang dibahas adalah siapa yang ingin menjadi ketua partai dan yang mau masuk dalam struktur kepengurusan partai? Kapan dan bagaimana kursi ketua partai itu dapat diraih? Dengan cara yang wajar atau tidak? Apakah menguntungkan jika berjuang melalui partai tertentu untuk mendapat kursi legislatif atau posisi eksekutif?


Baca: Tubuh Kurus dan "Tak Terurus (Sebuah Catatan Reflektif)


Jika kepentingan politik relatif tidak diakomodasi dalam sebuah partai, maka seorang politisi segera 'hengkang' dari partai itu. Pilihannya ada dua, yaitu pindah ke partai lain, atau berhenti meniti karier sebagai 'pekerja politik'. Yang sering kita dengar selama ini adalah politisi yang pindah atau melompat ke partai lain dengan rupa-rupa alasan. Politisi 'kutu loncat' cukup menjamur di republik ini. 


Karena itu, dalam politik kita mengenal sebuah kredo yang sangat pas membahasakan realitas 'perubahan pilihan kendaraan perjuangan seseorang. Tidak ada kawan atau lawan abadi dalam politik. Yang ada hanyalah 'kepentingan'. Predikat sebagai kawan atau lawan sangat ditentukan oleh apakah kepentingan kita terpenuhi atau tidak. Hari ini, boleh jadi kita 'berkawan akrab' dalam sebuah partai. Tetapi, besok kita menjadi 'rival' sebab kepentingan kita beda.


Jika 'kendaraan' itu terlalu 'sesak', maka otomatis, kepentingan personal kita tak bisa diangkut. Kita coba 'melompat' ke truk politik lain agar kontainer kepentingan itu, dapat tiba di terminal akhir, yaitu kursi kekuasaan. 


Pertanyaannya adalah apakah ada ruang bagi politisi kutu loncat untuk memperjuangkan kepentingan publik? Bagaimana 'nasib publik' di tangan politisi kutu loncat? Apakah publik hanya dilihat sebagai 'onggokan angka' untuk meraih ambisi politik subyektif? Apa sikap publik terhadap politisi kutu loncat?


"Berpindah" ke partai lain itu, sebenarnya 'hak politik' yang harus dihormati. Perpindahan itu baru menjadi problematis, ketika dilatari oleh motivasi politik yang sempit; sebatas kalkulasi mendapat kursi kuasa. Si politisi hanya berfokus pada upaya mengejar keuntungan pribadi. Bermigrasi ke lain partai, tidak dimaksudkan untuk 'mempermudah' perwujudan skenario perbaikan nasib publik.


Baca: Wajah Ayu dan Tampan Bukan Jaminan


Publik perlu bersikap 'kritis' dalam merespons fenomen menjamurnya politisi kutu loncat ini. Motivasi bermigrasi ke kendaraan lain itu mesti digeledah. Kita tidak ingin, perpindahan itu disebabkan oleh 'konflik' yang tak ada solusinya. Berjuang melalui partai yang baru hanya sebagai ekspresi 'sakit hati' karena merasa dikhianati atau kurang diperhatikan di partai sebelumnya.



*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Politisi "Kutu Loncat"

Trending Now

Iklan