Oleh: Sil Joni*
Tubuh Kurus dan "Tak Terurus (Sebuah Catatan Reflektif) |
Saya sangat terkejut ketika adik Yulianus Jenahan (Pak Hans) mengirim foto lama di sebuah grup WA. Terus terang, saya sudah lupa kapan dan di mana tempat pengambilan gambar itu. Pun, saya tidak tahu bagaimana ceritanya sehingga foto itu disimpan baik oleh Pak Hans dan saat ini beredar di ruang publik digital.
Baca: Wajah Ayu dan Tampan Bukan Jaminan
Tetapi, bukan soal 'ketidaktahuan' itu yang hendak direfleksikan dalam tulisan ini. Saya coba melihat lebih jauh, "ada apa di balik tampilan fisik" seperti yang terpampang dalam potret itu. Mengapa ada perbedaan yang cukup mencolok dengan 'tubuh' yang ada seperti sekarang ini?
Sependek ingatan saya, foto ini diambil sewaktu saya masih berstatus jomblo. Itu berarti, latar suasananya adalah pemuda lajang yang jarang memperhatikan keelokan badan. Dengan perkataan lain, tubuh kurus itu merupakan buah dari kealpaan mengurus diri.
Sampai di sini, secara implisit sebenarnya poin utama dari kenyataan di atas adalah pentingnya 'kehadiran alter ego' dalam hidup ini. "Diri yang lain" itu, bisa menjelma dalam aneka predikat seperti istri, ibu, saudari, kekasih, dll. Dalam dan melalui kehadiran 'belahan jiwa' itu, kita mendapat asupan lahir dan batin yang tentu saja berpengaruh pada perubahan tampilan badan.
Dampak kehadiran 'teman curahan hati' itu begitu dahsyat. Sekurang-kurangnya untuk saya sendiri. Mungkin kondisi tubuh bertambah kurus dan bahkan mampus jika berkat Tuhan tak tercurah melalui 'sisi lain' dari diri ini.
Baca: Inilah Tubuhku!
Saya sendiri merasa, pelbagai penyakit somatis, begitu mudah masuk, ketika hidup saya berantakan (tak terurus). Tubuh yang rentan terhadap penyakit, salah satunya, disebabkan oleh kurangnya 'stok antibodi' yang diekspresikan melalui perhatian yang tulus dari 'teman hidup' itu.
Jadi, benarlah sabda yang mengatakan "tidak baik jika manusia itu hidup seorang diri". Manusia butuh partner, rekan penolong yang sepadan agar potensi 'ketidakbaikan' itu tak menghinggapi tubuhnya.
Atas dasar itu, tubuh kurus, sebetulnya bukan hanya karena kurang mengonsumsi makanan bergizi dan terserang oleh pelbagai jenis penyakit, tetapi yang jauh lebih besar adalah kurangnya nutrisi perhatian dari yang lain. Penyakit dan kurang makan makanan yang kaya nutrisi itu, hanyalah efek dari krisis kasih sayang dari pribadi spesial dalam hidup ini.
Karena itu, sudah sepatutnya, saya mengucapkan syukur kepada Tuhan sebab telah mengalirkan berkat kepada saya melalui 'kehadiran alter ego' yang memberikan perhatian tulus dan total kepada saya. Tubuh ini mengalami 'transformasi' yang menakjubkan. Tentu, hal itu tidak terlepas dari 'andil' yang telah diperlihatkannya selama ini.
Kendati demikian, saya harus mengakui bahwa saya telah bersalah atas tubuh yang kurus itu. Jika kita mengamini bahwa tubuh adalah kemah kediaman Yang Ilahi, maka tubuh yang kurus menjadi salah satu bukti betapa saya kurang menghargai dimensi kesucian dari tubuh itu.
Baca: Memangkas "Gulma Kehidupan"
Syukur bahwa 'dosa' saya itu telah tertebus melalui tampilan tubuh seperti yang terlihat sekarang ini. Berharap saya tidak kembali 'jatuh' ke jurang kesalahan lama itu yang terbukti telah membuat tubuh menderita. Ritme dan gaya hidup seperti yang dipraktekkan bersama sang teman hidup itu, mesti dipertahankan secara konsisten.
*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.