Oleh: Sil Joni*
"Dukun Kampung": Tabib yang Terlupakan |
Ungkapan 'ata mata gerak (pribadi yang punya penglihatan yang terang) dalam bahasa Manggarai, rasanya sangat tepat untuk mengafirmasi kompetensi yang dimiliki para dukun. Tidak semua orang memiliki 'mata yang terang' dalam melihat sebuah persoalan, termasuk dalam melacak penyakit yang diderita seseorang dan memberikan pengobatan yang tepat.
Baca: HIV/AIDS dan Pariwisata Sehat
Konon, dahulu dan mungkin sampai sekarang (khususnya di daerah pedalaman), dukun kampung dinilai sangat membantu terhadap pelayanan kesehatan. Dukun kampung dapat bermitra dengan bidan dalam melakukan perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir. Sampai detik ini, meski tidak banyak, masih ada masyarakat yang percaya pada kemampuan para dukun tersebut.
Boleh jadi, faktor kurangnya tenaga kesehatan, membuat peran dukun kampung masih sangat diperlukan bagi masyarakat. Mereka masih merupakan ujung tombak kepercayaan masyarakat yang bermitra dengan tenaga kesehatan, terutama bidan yang ada di Puskesmas serta daerah-daerah yang masih kurang bidan.
Namun, tak bisa dihindari bahwa eksistensi "dukun kampung" yang pernah jaya di masanya, mulai terpinggirkan saat ini. Jauh sebelum "teknologi kedokteran (medis)" masuk ke wilayah kita, para dukun bekerja ekstra untuk "menyingkirkan" berbagai penyakit yang menyerang warga. Jasa mereka dalam bidang kesehatan (tempo dulu) terlampau besar untuk dilupakan begitu saja.
Postu, Puskesmas, apalagi Rumah Sakit dalam aneka tipe belum ada. Masyarakat kita tak pernah panik dan gusar ketika "ditimpa musibah" (penyakit). Para dukun, dengan upah seadanya, selalu sigap untuk memberikan "pertolongan medis tradisional" yang efektif.
Baca: Kecelakaan Maut Di Satarmese Utara, Satu Orang Tewas dan 4 Lainnya Luka Parah
Begitupun pada saat seorang ibu melahirkan bayinya (partus). Sang dukun beranak dengan tenang "mendampingi" ibu tersebut dengan menerapkan teknik dan metode pertolongan yang sangat bersahaja. Kendati terkesan sederhana, hasil yang dicapai sangat luar biasa. Proses persalinan para ibu di kampung-kampung, umunnya berjalan normal/lancar.
Namun, kisah tentang "kesuksesan" mereka sudah tenggelam oleh "meroketnya" prestasi ilmu dan teknologi kedokteran saat ini. Dokter, petugas medis profesional selalu menjadi rujukan dalam mendiagnosa dan memberikan resep terhadap sebuah penyakit yang sedang menyerang tubuh kita.
Suara para dukun "sayup-sayup" terdengar. Bahkan, tak sedikit orang yang "meremehkan" kiprah dan kompetensi dari "dokter tradisional" ini. Manusia modern sangat "mendewakan" perangkat dan petugas medis.
Jasa para dukun seoalah tak terekam dalam sejarah. Negara tak pernah memberikan penghargaan dan atau berusaha "memberdayakan" mereka agar berkontribusi maksimal dalam pembangunan kesehatan masyarakat.
Baca: Desa Terong Dideklarasi Sebagai Desa Inklusif Yang Ramah Difabel
Kiprah dukun kampung semestinya bersambung. Mereka sudah menorehkan 'jejak prestasi yang bagus' dalam bidang kesehatan, khususnya untuk ibu hamil, persalinan, dan perawatan bayi. Meski dengan peralatan seadanya dan pengetahuan terbatas, mereka sudah mendedikasikan hidupnya untuk menolong pasien.
*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.