Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

In Memoriam Ayah Tercinta

Suara BulirBERNAS
Friday, January 19, 2024 | 14:12 WIB Last Updated 2024-01-19T07:44:35Z

Oleh: RP  Stefanus Dampur SVD*


In Memoriam Ayah Tercinta
In Memoriam Ayah Tercinta




Hari itu, Selasa, 4 Agustus 1992 (kini tahun 2024, nyaris 32 tahun lalu), ayah saya, Bapa "YOGA (YOseph GA'us)" dipanggil menghadap "Tuhan Allah Sang Empunya Kehidupan". 


Baca: Keterlibatan Imam Katolik Dalam Politik Sebagai Bentuk Tanggung Jawab Profetis


Sebelum meninggal, ayah kami meninggalkan seorang istri, Mama Lusia yang luar biasa hebatnya dan 11 orang anak (6 lelaki, 5 perempuan).


Anak yang hidup hingga tahun 2024 berjumlah 9 orang (2 anak lelaki telah meninggal tahun 1990-an).


Mekas Osep, begitulah Beliau sering disapa, adalah pekerja keras, tegas, tidak banyak bicara. Beliau berpostur pendek tapi kekar. Hal inilah yang memudahkan Beliau untuk berjalan cepat, gesit dan langsung menuju sasaran atau tujuan perjalanan.


Beliau adalah manusia yang memiliki multi talenta. 

Hal ini dibuktikan dengan: Beliau bisa membuka kebun baru. Bisa membuka petak sawah baru. Menggali sumur. Memanjat pohon tinggi. Menjinakkan kuda liar. Rajin memasang perangkap/jerat (baca: wook dalam bahasa Congkar-Manggarai Timur) untuk menangkap hama seperti kera, babi hutan, babi landak, rusa, dll. Beliau juga jago berburu. Pandai pula menangkap ular berbisa. Tipe orang yang tidak takut pada siapapun. Apalagi setelah "inung tuak/minum moke". 


Saat kecil, hampir semua anak lelaki dilatih untuk menunggang kuda, bahkan kuda yang masih liar sekalipun. Di sini, keberanian kami sungguh ditempa. Jika jatuh dari punggung kuda, jangan mengeluh apalagi menangis. Awas kena cemeti. Harus berani menahan rasa sakit dan bisa mengobatinya sendiri tanpa harus mengeluh apalagi merengek pada orang lain. Bagi ayah, hidup itu suatu perjuangan. Oleh karena itu teruslah berjuang dan berusaha.


Bagi kami, pengalaman jatuh dari punggung kuda itu adalah hal yang sudah biasa. Terluka itu biasa. Jangan pernah mengeluh. Jika tidak mau jatuh dari punggung kuda, maka kita harus mampu mengendalikan atau mengekang kuda.


Luka di bagian kedudukan itu biasa. Jika menjadi pribadi penakut, maka ayah akan memukul kami dengan keseriusan. Itu bagian didikan. Bukankah Allah juga hanya menghardik orang yang dianggap-Nya sebagai anak? Tahan saja pukulan itu. Ada maknanya.


Dasar Mekas Osep itu manusia serba bisa (sesuai konteks kampung). Bisa membangun rumah. Bisa "coco balok/membuat balok dari pohon di hutan secara manual menggunakan parang". Bisa menyadap tuak/moke dan bisa minum juga. Bahkan soal minum moke, beliau jagonya. Hal terakhir ini, jangan ditiru lurus-lurus ya. Mesti beradaptasi dan sesuai "sikon".


**


Mekas Osep, bukanlah pribadi yang yang pantang menyerah. 

Beliau seorang pekerja keras. Sangat ulet. Selalu berjuang sampai berhasil. Sungguh petarung sejati. Hal ini sungguh dihayatinya dalam hidup. 


Baca: Jagung Muda yang Bikin Awet Muda?


Relasi sosialnya lumayan baik dan luas. Sahabatnya banyak. Terutama teman (baca: reba hae) "reje leles" (kerja kelompok) dan teman "inung tuak" (minum moke). Rumah kami tidak pernah sepi dari tamu sejak dulu. Yah, meskipun rumah papan tua, yang penting melindungi kami dari dingin, hujan dan terik mentari. Rumah itu, rumah papan kayu kelas bagus.


**


Kehidupan Rohani


 Ayah adalah orang Katolik yang taat terhadap ajaran: "Sambut Tubuh Tuhan, sekali setahun". Hhhhhh.

 Bahkan beliau "pernah melanggar" yakni bisa dua kali sambut Tubuh Tuhan dalam setahun yakni Natal dan Paska. 😁😁. 

Yang saya perhatikan ialah doa pribadinya sangat tekun. Terutama tanda salib. Saya lihat beliau membuat Tanda Salib sebelum dan sesudah panjat pohon enau. Tanda salib sebelum "Pape Uma". 

Tanda salib sebelum tidur, dll. 

Soal doa, baginya: "Papi muun, itu ata mesen (Doa batin itu yang terbesar)", kata beliau sendiri.

 "Olong kerja walung ulu miu, itu pe tegi hasil; Kamu bekerja keras duluan baru minta hasil yang baik", demikian nasihatnya. Mirip kata Santo Yakobus: "Iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati".

Saat ada petir menyambar di kangit, Beliau menyebut nama: "Yesus, Maria, Yosef campe koe hami ata ndekok do" (Yesus, Maria, Yosef, tolonglah kami orang yang banyak dosa ini)". 

Jadi, hubungannya dengan Tuhan lumayan baik. Beliau percaya kepada Allah bukan hanya dalam ucapan tetapi terutama dalam aksi nyata.


**


Mengenai Harta Warisan.


Mekas Osep mrmiliki banyak tanah warisan Opa, Mikhael Lakan, juga tanah yang didapatinya sendiri. Ada juga ladang, sawah, kebun, lahan tidur, dll. 

Hewannya juga banyak: ada kerbau, kuda, kambing, babi, ayam, dll. Maka, saat ayah hidup, kami tidak mengalami banyak  kesusahan dalam hidup. Orang tidak yakin kalau saya adalah anak petani. Maka, saya dipaksa menyebut diri sebagai "Anak Pegawai Pertanian".

Ini gara-gara orang Atambua dan Kefa serta Kupang. 😃😃. Bagi yang membaca tulisan ini, mohon jangan tersinggung.

**

Perlakuan Ayah Terhadap Saya. 


Baca: Bahasa Ibu untuk Pendidikan Dasar


Ayah menyebut bahwa saya adalah "Anak yang cocok darah" dengan beliau. Karena itu, beliau memaksa saya untuk menjadi petani atau penggembala kambing, kerbau, kuda, dll.

Kata beliau kepada saya: "Kamu mesti menjadi petani yang lebih berhasil dari saya...".


Mungkin yang dimaksudkan oleh beliau adalah menjadi petani modern, dengan peralatan yang selaras zaman. Saya mesti memakai prinsip intensifikasi dan ekstensifikasi, dll. Mohon maaf jika saya keliru menafsirkannya.


Hati kecil saya memberontak

Saya tidak memilih untuk menjadi petani. Saya mau menjadi Pegawai. Alasannya, saat kami masih kecil, sudah banyak keluarga di kampung  yang menjadi pegawai. Menjadi pegawai di NTT tuh enak. Gaji ada tiap bulan. Apalagi jika guru PNS tinggal di kampung. Banyak kebutuhan makan minum diperoleh tanpa keluarkan banyak uang. Kuta cukup rajin saja untuk mengambil langsung dari kebun (baca: Uma).


Saya mau jadi pegawai karena memang tidak bisa kerja di lumpur. Tubuh saya tidak ramah lumpur.

Ada suatu kisah: Suatu saat saya dipaksa untuk membajak sawah di Samboleng atau Rana Dengen. 

Saya tertendes (Manggarai: tene) "Selaga/Sisir Tanah terbuat dari kayu keras". 

Alhasil, tubuh saya seluruhnya penuh dengan lumpur; CAMA KERKOAK: seperti burung Kerkoak di rawa-rawa.


Saya memang sungguh sulit untuk menjadi petani. Soalnya, ketika kena lumpur maka kaki saya membusuk. Kuku kaki saya amat mudah tercabut sepulang dari rawa-rawa (baca: temek). Saya muludah juga terkena kutu air, dll.


Oleh karena saya menolak untuk menjadi petani, maka ayah marah besar. Saya dikasari. Meskipun begitu, saya dirangkul kembali. Dia tidak menyimpan dendam berkepanjangan.


Pernah suatu ketika, ayah menikam saya dengan lembing (Manggarai: tuntul). Alasannya, saya meminta kepada Beliau untuk sekolah di Seminari Kisol. Beliau mengatakan: "Masuk Seminari itu pe latang pegawai agu anak de tuang guru kaut. Toe ata latang ite ata beo, artinya:  "Masuk Seminari itu untuk anak pegawai dan anak guru saja. Bukan untuk kita orang kampung".


 Ternyata, pernyataan ayah ini dipengaruhi oleh pemikiran guru di kampung waktu itu yang mengatakan: " "Kraeng Tu'a, tema nganceng anak data kampong kek pe jadi Tuang; Bapa, tidak bisa anak orang kampung mau jadi Imam atau Pastor".


Entah dari mana Pa Guru itu mendapat bisikan kata-kata demikian. Menjadi Pastor itukan bukan monopoli atau hak eksklusif golongan manusia tertentu.

 Yah,  begitulah di kampung. Hanya ada dua sebutan Tuang yakni Tuang (Pastor)  dan Tuang Guru (Pa Guru). Ayah saya hanyalah Petani. 


Saat itu, hati kecil saya berontak: "Tidak pernah boleh ada orang yang menghina ayah saya hanya karena beliau petani". "Ayah saya, ayah yang hebat. Ayah saya adalah pahlawan bagi keluarga kami. Meskipun kami miskin, tetapi kami tidak pernah mengemis makan minum dari siapapun!!!. Camkan itu baik-baik. Terlalu kurang ajar rasanya, jika ada diskriminasi yang model begini.


Ayah berkata: "Alingko keek lata, tiba kauti"; "Biarpun  orang menghina atau menganggap remeh, kita terima saja". Sungguh suatu pemikiran yang bijaksana. Jika ayah adalah manusia yang tidak mengontrol emosinya, tentu guru itu dia sudah cekik atau pukul atau tindak kekerasan lainnya. Untung, ayah lebih bijak dan cerdas daripada si guru tadi.


 Mungkin ayah pernah mendengar kisah tentang Yesus yang dihina tetapi tidak membalasnya.

Ini hal yang tidak mudah untuk saya hayati. Saya berjuang seumur hidup untuk mencintai pembenci (baca: mencintai musuh). Tuhan tolong saya ya. Maksudnya, agar saya bisa mencintai musuh, seperti yang ayah saya hayati dan Tuhan sendiri laksanakan.


**


Ayah yang hebat, saya bangga menjadi anak ayah dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Tentu sesuai tahapan perkembangan,  saya bertumbuh, berkembang dan pada akhirnya sampai pada tahapan regulasi. Saya sudah dididik di lembaga pendidikan untuk matang secara fisik, psikis, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. 

Saya mengikuti semua dinamika kehidupan yang menjadi bagian saya dan tentu bagian lainnya diisi oleh Tuhan dan sesama saya.

 

Ayah,

Ayah wafat di usia 57 tahun (1935-1992).

Ite, Mekas Osep, secara medis, ite divonis meninggal dunia karena gagal ginjal. Dalam iman, saya yakin ini jalan yang harus Ayah tempuh. Ini cara ayah meninggal. Tuhan lebih Mahamengetahui nasib umat-Nya.


Saat ayah meninggal, saya masih kecil, kelas 6 Sekolah Dasar, tetapi sudah bisa "merekam" banyak hal dalam hidup ini. Saya bisa lebih mengerti. Saya sudah bisa bekerja sesuai umur saya saat itu.


Ayah, di tahun 2024 ini, ayah sudah 32 tahun meninggalkan kami anak-anakmu, cucu, cece dan cicitmu secara fisik tetapi dalam roh kita tetap bersama. 

Ayah melihat kami semua dari keabadian Surga Tinggi. Doakan kami juga ya  ayah. Kamipun mendoakan dan menyebut namamu hampir satu kali sehari, khususnya dalam misa harian saya selama 15 tahun terakhir ini, khususnya selama periode (tahbis tahun 2009-12 AGUSTUS- 2024). Tahu toh ayah, berapa kali saya sebut namamu selama 15 tahun? Bukankah sudah sering. Kalikan saja: 15x365, bahkan pernah lebih dari dua kali misa sehari. 


*

Ayah, wajah ayah itu mirip aktor Hollywood, MORGAN FREEMAN. 

Mengapa saya muat foto beliau? Karena seturut penelusuran dan perbandingan wajah yang saya lakukan, saya temukan bahwa wajah aktor tenar ini yang paling mirip dengan wajah ayah saya (Mekas Osep/ YOGA= YOseph GA'us).

 Itulah sebabnya saya sangat menyukai banyak film yang diperankan MORGAN FREEMAN, antara lain: RED, ALONG GAME A SPIDER.

Bahagiq di Surga, ayah "YOGA". Doakan kami yang masih berziarah di dunia ini. Sampai jumpa di rumah abadi Allah Bapa di Surga, suatu saat nanti.


**



*) Penulis adalah Anak kandung Mekas Osep ("yang cocok darah dengan beliau"). 

Anak yang lain boleh membuat "secuil narasi" tentang ayah kita sesuai pengalaman kalian. Dia seorang Pastor. Usia Imamatnya nyaris 15 tahun (2009-2024). Dia masih harus belajar banyak hal dalam kehidupan ini, sebab hidup ini juga misteri (rahasia, hanya Allah yang Mahamengetahui).

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • In Memoriam Ayah Tercinta

Trending Now

Iklan