Oleh: RP. Stefanus Dampur SVD*
Menjadi Hamba Allah: Melakukan Apa Yang Allah Minta dan Menjauhi Segala Larangan |
"Allah yang Akbar/Mahabesar" melalui misteri inkarnasi menjadi "Allah Yang Akrab/Mahadekat" dengan manusia. Dialah Immanuel artinya Allah beserta kita. Dia yang jauh di sana, menjadi dekat di sini. Kita manusia yang penuh dengan kelemahan, ringkih, hina-dina, didekati oleh Allah agar kita diselamatkan. Ini sungguh menakjubkan dan luar biasa mengagumkan.
Baca: Yesus Saja Tak Kecanduan Pujian, Tapi Kita Malah Adiktif Pujian
Kita bersyukur diselamatkan oleh Allah. Kita boleh belajar dari Raja Daud (Lihat, misalnya perikop 2 Samuel 7:1-16) maupun Santo Paulus (Lihat Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma 16:25-27) yang senantiasa memuliakan Allah yang Mahabijaksana. Keduanya, Raja Daud dan Santo Paulus merupakan golongan "Hamba Allah" yang tekun dan setia kepada Allah meskipun mereka menyadari kekurangan diri mereka sendiri.
Kemudian, Santo Lukas Penginjil (Bdk. Lukas 1:26-38) mengungkapkan rencana keselamatan Allah bagi umat kesayangan-Nya. Judul perikop ini sangat jelas: "Pemberitahuan tentang Kelahiran Yesus Kristus". Rencana keselamatan itu mula-mula disampaikan kepada gadis sederhana di Nazaret yakni Maria. Maria menerima tugas Mahamulia tersebut dengan penuh keyakinan iman, sebagai "Hamba Tuhan". Maria berkata: " Sesungguhnya aku ini adalah Hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu..." (Bdk. Injil Lukas 1:38a).
Menjadi Hamba Allah:
Belajar dari Raja Daud, Santo Paulus serta Maria, Bunda Yesus Kristus
Siapa Hamba Allah itu?
Hamba Allah adalah orang-orang beriman yang tekun, setia mengabdi, menghambakan diri serta taat kepada perintah dan kehendak Allah. Mereka itu (baca: Hamba Allah), melakukan apa yang Tuhan Allah ajarkan atau perintahkan dan menjauhi apa yang Tuhan Allah larang.
Baca: Persaudaraan Adalah Berjalan Bersama
1). Belajar dari Raja Daud (2 Samuel 7:1-16)
Setelah menikmati kejayaannya, Raja Daud mengingat Tuhan yang hanya "berdiam di tenda". Raja Daud berniat baik untuk membangun rumah Allah yang megah dan bagus. Hanya saja Tuhan Allah, lewat nabi Natan menegaskan bahwa bukan Daud yang membuat rumah untuk Tuhan tetapi justeru Tuhanlah yang membuat Daud menjadi raja besar dan hebat yang akan mengokohkan kerajaannya melalui keturunannya. Selalu terjadi dalan karya keselamatan bahwa Tuhan Allah yang berkarya lebih dahulu dan selalu menyelamatkan dan bukannya manusia yang berjasa kepada Allah. Jadi, sebagai hamba Allah yang taat, Daud akhirnya menerima semacam "bonus" atau hadiah rumah, kerajaan/takhta, dan keturunan yang kokoh untuk selama-lamanya. Nanti pada saatnya, Yesus pun disebut sebagai keturunan Daud.
2). Bunda Maria sebagai Hamba Allah yang Beriman dan Taat (Bdk. Lukas 1:26-38).
Kabar gembira atau kabar sukacita yang dibawakan oleh malaikat Gabriel kepada Maria, Gadis desa Nazaret adalah awal pemenuhan seluruh janji Allah sejak Perjanjian Lama. Hal yang amat luar biasa ialah bahwa pemenuhan janji melalui kedatangan Yesus Kristus di tengah dunia ini diawali dengan suasana kesederhanaan. Kesederhanaan diri Maria dalam hal sikap dan jawabannya. Awalnya memang ragu lalu diyakinkan. Kemudian taat. Allahlah yang membuat semuanya menjadi mungkin. Dari hal kecil dan sederhana itu, dimulailah karya penyelamatan Allah yang mahabesar. Melalui kesediaan dan ketaatan Maria, sebagai Hamba Allah untuk mengandung dan melahirkan Kristus, Sang Juruselamat dunia, maka manusiapun diselamatkan dan didamaikan kembali dengan Allah lewat Yesus Kristus, Putera-Nya yang terkasih.
3). Santo Paulus, seorang Hamba Allah yang ditobatkan Secara Istimewa
Santo Paulus itu awalnya pembenci orang Kristen bahkan membunuh banyak pengikut Yesus. Namun, dengan pengalaman istimewa pertobatannya, dia akhirnya menjadi pewarta ulung Sabda Allah kepada segala bangsa (Lihat misalnya, perikop Kisah Para Rasul 22:3-16, yang sering dibacakan pada setiap tanggal 25 Januari; Pesta Bertobatnya Santo Paulus, Rasul).
Di situ dikisahkan bagaimana Paulus mengisahkan kehidupannya saat membela diri di hadapan orang-orang Yahudi. Intinya, Tuhan Yesus meminta Paulus untuk taat dan menjadi hamba-Nya, lewat Ananias, seorang yang saleh, yang hidup menurut Hukum Taurat dan terkenal baik di antara semua orang Yahudi yang ada di Damsyik.
Santo Paulus megungkapkan rasa kagumnya terhadap kebijaksanaan Allah yang telah berabad-abad lamanya tersembunyi, namun dinyatakan melalui Yesus Kristus. Bagi Paulus, ajaran Yesus mestinya membentuk hidup, watak dan karakter para pengikut-Nya. Salah satu tanda dan buahnya ialah semangat tahu bersyukur dan memuji Allah secara tulus dalam kehidupan dan bukannya dipenuhi dengan perhitungan untung rugi duniawi.
Terkadang dalam kehidupan nyata di dunia ini, kita bersyukur kepada Tuhan dalam hidup hanya pada saat kita bahagia dan mengalami kesuksesan. Beda halnya saat kita menderita dan gagal, kita menumpahkan semua kesalahan kepada orang lain dan bahkan kepada Allah. Mental dan pola pikir begini yang mesti diubah, diluruskan dan dikoreksi. Sebagai hamba Allah, kita mestinya memaknai setiap peristiwa kehidupan kita sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan bukan sesuai dengan kehendak kita semata-mata.
Baca: Strategi Efektif Pastoral "GPK" di Paroki Sta. Theresia Lengko Ajang-Keuskupan Ruteng
Baik Raja Daud, Bunda Maria dan Santo Paulus yang merupakan wakil para hamba Allah, tidak mengutamakan kehendak mereka sendiri tetapi mengutamakan kehendak Allah. Mereka tidak berlagak, bergaya dan melampaui batas kewenangan. Mereka hanya taat, tekun dan setia. Prinsip mereka sebagai hamba Allah yakni:
"Kami ini hamba yang tidak berguna, kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan" (Bdk. Injil Lukas 17:10).
Hamba Allah Bertugas Memuliakan Allah dan Bukan Memuliakan Diri Sendiri
Hamba Allah bertugas memuliakan Allah. Hamba Allah tidak boleh memuliakan setan dan para konconya.
Hamba Allah, oleh karena posisinya, jangan pernah boleh menyembah berhala. Berhala-berhala itu antara lain: sihir, tenung, black-magic, guna-guna, takhayul, perjudian, hiburan tidak sehat, melanggar Hak Azasi Manusia (HAM). Hamba Allah tidak boleh bertindak semena-mena atau sesuka hatinya, apalagi melampaui kewenangan dan kekuasaannya (bahasa di kampung: berlagak, bergaya, atau agak "otak-otak".
Hamba Allah tidak boleh memuliakan dirinya sendiri.
Di sisi lain, seorang hamba Allah adalah tidak perlu lagi mengejar prestasi semu, prestise (nama besar), popularitas (ketenaran), suka mencari harta dan takhta serta kenikmatan lainnya. Seorang hamba Allah menomorsatukan Allah dalam kehidupannya.
Epilog:
Seorang hamba Allah tidak mengutamakan hal yang sampingan dan mengesampingkan hal yang paling utama. Yang utama harus diutamakan, yang sampingan bisa dikesampingkan.
Jika Anda adalah hamba Allah maka hal yang utama ialah melakukan kehendak Allah dan menjauhi pelbagai larangan-Nya.
Ingatlah selalu: "MENJADI HAMBA ALLAH BERARTI MELAKUKAN APA YANG ALLAH MINTA DAN MENJAUHI SEGALA LARANGANNYA. INI JUGA DOA DAN USAHA SERTA PERJUANGAN SEPANJANG HIDUP".
*) Penulis adalah Pastor di pedalaman Lembah Hokeng.
Dia sudah, sedang dan akan senantiasa menulis, sebagai bagian dari eksistensinya sebagai salah seorang "Rasul Literasi" di tengah era digital.