Oleh: Steven Yogalupi/RP. Stef Dampur, SVD*)
(Kisah Solidaritas Umat Paroki Ritaebang-Solor Kepada Umat Paroki Hokeng) |
Hari ini hari Senin, (15/1/24), saat mana anggota SVD, SSpS dan SSpS.Ap., merayakan Pesta Santo Arnold Janssen, Pendiri mereka. Syukur kepada Allah dan terima kasih untukmu semua. Misa syukuran Pendiri "Tiga Kongregasi Misi Steyl" berjalan dengan hikmat, meriah tapi dalam suasana kesederhanaan.
Kami mesti cerdas konteks. Kami masih dalam kondisi gawat darurat bencana erupsi gunung berapi Lewotobi yang tak pasti kapan berakhirnya. Kamipun bertindak bijak terukur. Tahu bersyukur di satu sisi, sadar bencana di sisi yang lain.
Melalui komunikasi efektif dan koordinasi yang mantap, kami menerima pesan mulia dari Pastor Paroki Santo Yohanes Pembaptis Ritaebang. Pater Daniel Nara Gere, SVD, Pastor Paroki Ritaebang sekaligus Rektor Distrik Larantuka menyampaikan bahwa Pastor, DPP (Dewan Pusat Pastoral) DPS (Dewan Pastoral Stasi, DPL (Dewan Pastoral Lingkungan) dan umat dari Paroki Ritaebang berniat untuk membantu sahabat di Paroki Hokeng yang sedang mengalami bencana.
Niat baik tersebut kami sambut baik pula dengan cara menyampaikan kepada Pastor Paroki "SAMARASA (SAnta MAria RAtu Semesta Alam)" Hokeng, Pater Maxi Seno, SVD. Pater Maxi Seno, SVD bersyukur atas niat baik Pastor, DPP dan Umat Paroki Ritaebang untuk membantu umat Hokeng yang sedang dalam kesusahan.
Dari Ritaebang ke Pelabuhan Mini Waidoko Konga-Flores Timur
Pastor dan DPP serta wakil umat Paroki Ritaebang tiba di Pelabuhan Mini Waidoko Konga-Flores Timur.
Inilah saat yang dinanti-nantikan yang telah tiba. Pagi itu, Senin, (15/1), sekitar jam 09.00 WITA, bersama Om Yosef Lewuk (sopir Paroki Hokeng) dan Frater Frits Talan, SVD (Calon Diakon SVD asal Timor, yang juga merupakan Relawan JPIC PROVINSI SVD ENDE, SSpS dan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan/TRUK), kami menuju Pelabuhan Mini Waidoko (Konga-Flores Timur, dulu milik SVD, kemudian beralih atau dialihkan ke PT. REROLARA (REnha ROsari LARAntuka) milik Keuskupan Larantuka.
Setelah sekitar setengah jam (baca: 30 menit melaju dengan mobil tua, L-300 milik Paroki Hokeng) akhirnya kami tiba di Pelabuhan mini Waidoko Konga-Flores Timur. Di sana sudah banyak orang menunggu kapal motor. Kamipun menunggu beberapa saat. Lalu muncullah perahu motor yang ditumpangi oleh keluarga besar umat beriman Katolik dari Paroki Ritaebang. Mereka berjumlah sekitar 30 orang.
Kategori mereka beraneka rupa. Ada Pastor. Ada DPP Inti. Ada Orang Muda Katolik (OMK) Ritaebang. Ada tokoh adat. Ada Tokoh Pemerintah. Tokoh Pendidikan. Kaum ibu. Mereka semua melebur menjadi satu dalam aksi kemanusiaan.
Baca: Bertindak Cerdas Selaras Alam
Kami agak lama di Pelabuhan mini Waidoko Konga-Flores Timur karena mesti menunggu pemegang kunci gerbang pelabuhan. Beliau tinggal di Nobo. Kami mesti bersabar. Ini juga bagian dari suatu proses kehidupan. Hanya jika diberikan kesempatan untuk memberikan usulan, maka sesungguhnya saya mengusulkan agar pengelola pelabuhan mini Waidoko Konga-Flores Timur memikirkan cara kerja yang efektif, ekonomis dan efisien dengan cara memberikan kepercayaan kepada warga Konga yang memegang kunci pelabuhan mini Waidoko Konga-Flores Timur agar lebih cepat membuka pintu gerbang pelabuhan tersebut. Lebih bermutu lagi jika petugasnya berada di rumah sederhana pelabuhan Waidoko, yang kini masih layak pakai. Hal ini bisa terwujud jika pihak dinas perhubungan laut Kabupaten Flores Timur memiliki "itikad baik" membantu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sayangnya, hal tersebut baru pada tataran ideal bukan kenyataan riil yang dialami masyarakat. Jika melek sejarah, maka mereka (baca: pemerintah daerah Flotim) akan meningkatkan status pelabuhan mini Waidoko Konga-Flores Timur itu sebagai "Pelabuhan Antar-daerah" sehingga dermaganya diperbaiki dan infrastruktur pendukung sungguh diperhatikan.
Kenyataannya: "jauh panggang dari api".
Dari Waidoko-Konga ke Pastoran Paroki Hokeng
Setelah kami mengamankan barang sumbangan dari Paroki Ritaebang ke dalam mobil pick-up dan mobil L-300, kami segera meluncur ke Pastoran Paroki Hokeng, tempat tujuan kami. Kami sungguh menikmati indahnya panorama sepanjang jalan. Kamipun menyaksikan letusan gunung berapi Lewotobi. Kami merasakan bau belerang. Abu vulkanik gunung berapi Lewotobipun masih bertengger di jalanan, pepohonan serta rumah warga.
Lalu, tibalah kami di Markas Besar Paroki Hokeng. Di sana sudah ada Pastor Paroki, para karyawan dan wakil umat Paroki Hokeng. Sebelum menurunkan bala bantuan diadakan seremoni penerimaan bantuan baik berupa natura/barang-barang maupun uang.
Penyerahterimaan secara simbolik tersebut dilakukan oleh Pastor Paroki Ritaebang kepada Pastor Paroki Hokeng, dalam hal ini dari Pater Daniel Nara Gere, SVD kepada Pater Maxi Seno, SVD (mewakili unat Paroki Hokeng). Adapun barang yang diserahkan antara lain beras (nyaris 1 ton), ikan kering, minyak goreng, gula, pakaian, sabun, odol, dll. Sementara uang cash yang diserahkan dari Paroki Ritaebang kepada Pastor Paroki Hokeng sebesar Rp. 5.000.000,-(# terbilang: lima juta rupiah#) untuk diserahkan kepada warga terdampak erupsi dan letusan gunung berapi Lewotobi, terkhusus untuk anak-anak SEKAMI. Judul kecil dari uang tersebut yakni "ANAK-ANAK SEKAMI RITAEBANG MENOLONG ANAK-ANAK SEKAMI PAROKI HOKENG". Oleh karena itu, perlu kiranya diperhatikan "maksud atau intensi pemberian uang tersebut (baca prinsip: "intentio dantis"; memberikan sesuai dengan maksud pemberi).
Orang Susah Menolong Orang Susah
Dalam kata sambutannya, Ketua Pelaksana DPP Paroki Santo Yohanes Pembaptis Ritaebang, Bapak Joni Kaha menyentil hal ini: "Pada prinsipnya, sedikit dari apa yang kami sumbangkan ini, merupakan aksi kemanusiaan yang nyata yakni orang susah menolong orang susah. Kami di Ritaebang banyak juga susahnya. Kami juga terdampak abu vulkanik gunung berapi Lewotobi tetapi kami datang ke sini untuk membantu yang lebih susah, lebih terdampak yakni pastor dan umat paroki Hokeng. Kami sudah datang ke Hokeng. Kami bersolider dengan semua yang ada di sini".
Baca: Suara Gemuruh Dari Gunung Lewotobi Itu Menakutkan Sekaligus Menakjubkan
Sambutan Bapak Ketua DPP Paroki Santo Yohanes Pembaptis Ritaebang ini disambut dengan applaus yang meriah oleh audiens.
Dalam kesempatan tersebut, Pastor Paroki Ritaebang, Pater Daniel Nara Gere, SVD juga berharap agar bantuan mereka tepat sasar bagi warga terdampak bencana, sambil berterima kasih kepada Pater Stef Dampur, SVD yang berkomunikasi secara efektif dengan mereka, bahkan menjemput mereka secara langsung di Pelabuhan Mini Waidoko Konga-Flores Timur.
Pada kesempatan yang sama, Pastor Paroki Hokeng berteimakasih kepada Pastor, DPP dan umat Paroki Ritaebang yang menunjukkan solidaritas secara nyata untuk umat Paroki Hokeng. "Atas nama Tim Pastor, DPP dan segenap umat Paroki Hokeng, kami mengucapkan limpah terima kasih atas peduli kasih dari Pastor, DPP dan umat Paroki Ritaebang-Solor. Sekali lagi terima kasih banyak", demikian ungkapan hati Pater Maxi Seno, SVD mewakili umat Paroki Hokeng.
Santap Siang dan Komitmen Bersolider
Usai menerima sumbangan dari Paroki Ritaebang, Pastor Stef Dampur, SVD sebagai "Panitia Lokal" mengajak semua sahabat dari Paroki Ritaebang untuk boleh menikmati makanan dan minuman ringan yang telah disediakan oleh Bibi Anastasia (pemasak Pastoran Paroki Hokeng) untuk kami nikmati bersama. Setelah menikmati "sncak" tersebut, tibalah saatnya kami menikmati santap siang kekeluargaan bersama sekaligus syukuran atas Pesta Santo Arnold Janssen, Pendiri SVD, SSpas & SSps.
Ap., yang dirayakan pada tanggal 15 Januari. Bukan kebetulan "Paroki Ritaebang dan Hokeng" dikelolah oleh anak-anak Santo Arnold Janssen yakni SVD (Societas Verbi Divini= Serikat Sabda Allah) dan mereka bertemu dalam solidaritas riil: "orang susah menolong orang susah". Umat Paroki Hokeng dan Ritaebang sedang dalam kesusahan tapi mereka bisa menunjukkan "saling membantu". Semoga kisah indah ini bisa menginspirasi banyak pihak untuk merenungkan hal ini: "bantuan kita sekecil apapun tetapi sangat berguna bagi mereka yang sedang membutuhkan". Di sisi lain, kita diajarkan tentang solidaritas proposional: "Anda sudah saya bantu, saya susah Anda bantu".
Kita tidak mengetahui kapan persisnya kita akan susah tetapi kita tahu pasti bahwa kita sudah belajar menolong mereka yang berkesusahan. Sikap simpatik tidak cukup. Kita membutuhkan empati yakni sampai "turut merasakan" penderitaan yang dialami oleh orang lain. Warga Paroki Ritaebang-Solor sudah melakukannya. Kita boleh belajar dari keluhuran hati dan budi mereka untuk menghayati nilai mulia ini: "Orang susah menolong orang susah. Sebab, hanya orang susah yang pernah merasakan kesusahan dan betapa berbahagianya mereka yang susah ketika menolong saudara dan saudari mereka yang lebih menderita atau lebih susah".
Semoga perbuatan amal kasih "orang susah menolong orang susah" menginspirasi banyak orang untuk ringan tangan dan menguatkan langkah kaki untuk peduli kasih bagi sesama yang menderita. Semoga Tuhanpun memberkati semua orang baik. Kita berdoa juga semoga "kebaikan tetap berumur panjang".
*) Penulis adalah tuan rumah di Hokeng yang menjemput dan menerima orang baik dari Paroki Ritaebang-Solor.