Salib Adalah Tentang Nilai dan Bukan Rasa Perasaan |
“Kemenangan yang paling mulia dan bermartabat adalah kemenangan yang dimulai dari sebuah perjalanan salib.”
Baca: 𝐇𝐚𝐫𝐢 𝐌𝐢𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐁𝐢𝐚𝐬𝐚 𝐈𝐈: 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐚𝐫𝐢, 𝐁𝐞𝐫𝐣𝐮𝐦𝐩𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐈𝐤𝐮𝐭
Bagi saya pribadi, Salib Kristus memberikan banyak inspirasi dan menjadi inspirasi kehidupan beriman dan bermoral. Salib menjadi sebuah pijakan untuk menjadi seorang pribadi yang berani memilih berdasarkan nilai dan bukan sekedar perasaan. Salib mengajarkan keberanian untuk lepas bebas bahkan berani meninggalkan kenyamanan dan keamanan status quo (bdk. Luk 9:23).
Salib bukanlah sebuah fanatisme terhadap keagungan yang dimuliakan dan dipuji, namun Salib juga menjadi sebuah kritikan sosial bahwa “kekuasaan” sejatinya adalah ketaatan pada nilai tertinggi dari sebuah perjuangan hidup yaitu etika dan moral (bdk. Luk 22:42). Salib tidak mengajarkan sebuah kemenangan untuk yang dipuja puji namun Salib mengajarkan kemenangan bagi semua dalam satu tatanan harmoni kebaikan bersama.
Dari salib kita bisa belajar bahwa sebuah pujian berada di ujung hinaan daan cemoohan. Segala hinaan dan cemoohan pada gilirannya menjadi kemenangan kemuliaan (bdk. Mat 27:54). Bukan sebaliknya; “pujian yang berakhir dengan cemoohan dan hinaan.” Jika saja Salib menjadi jalan kita, maka nurani akan lebih berbicara dan bukan fanatisme perasaan pada sosok yang disanjung yang membungkam suara kenabian kita tentang kebenaran dan kehidupan dengan menutup mata terhadap runtuhnya etika dan moral yang sedang dipertontonkan.
Baca: Katolik: Merayakan Ekaristi Untuk Berbuah!
Salib mengajarkan kepada kita bahwa kemenangan selalu melewati jalan salib. Bahkan menjadi seorang Katolik, imam, suster dan bruder serta hidup berkeluarga sekalipun melewati yang namannya Jalan Salib: jalan persiapan yang kadang melelahkan hingga keputusasaan maka seringkali terdengar celoteh; “menjadi Katolik kok ribet banget, susah banget.” Celoteh demikian adalah celoteh kemanjaan bagi mereka yang tidak siap menempuh Jalan Salib. Sebaliknya bagi yang melihat itu sebagai jalan yang menempah kekuatan iman dan moral maka tak ada keluh terselip di bibir.
Baca: Gereja Bukan Tempat Herodes: Mencari Dan Mempertahankan Posisi Atau Jabatan (Mat 2:1-12)
Ketika sebagai seorang Katolik, imam, suster, bruder maupun frater menutup mata dan hati serta telinga pada runtuhnya nilai-nilai moral dan etika maka kita sendiri sedang melecehkan Salib yang mengajarkan kepada kita tentang ketaatan dan kesetiaan untuk memilih Yesus (hati nurani) dan bukan Yudas maupun Pilatus (fanatisme kosong).
Salib adalah tentang kebenaran dan bukan sekedar merasa benar. Salib adalah tentang keadilan dan bukan sekedar suka akan keadilan. Salib adalah tentang kerendahan hati dan penyangkalan diri dan bukan sekedar menahan rasa amarah dan emosi.
Manila: 17-Januari, 2024
Tuan Kopong msf