Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Studi Bersama Memaknai 100 Tahun Konferensi Waligereja Indonesia, Sedekenat Larantuka

Suara BulirBERNAS
Thursday, January 18, 2024 | 12:26 WIB Last Updated 2024-01-18T06:03:21Z
Studi Bersama Memaknai 100 Tahun Konferensi Waligereja Indonesia, Sedekenat Larantuka
Studi Bersama Memaknai 100 Tahun Konferensi Waligereja Indonesia, Sedekenat Larantuka




Berjalan Bersama Membangun Gereja dan Bangsa (Studi Bersama Memaknai 100 Tahun Konferensi Waligereja Indonesia, Sedekenat Larantuka)



Tema di atas merupakan tema yang dipilih oleh Steering Commitee (SC)/Panitia Pengarah, 100 tahun usia Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang dihitung sejak sidang perdananya di Jakarta pada tanggal 15-16 Mei 1924 hingga tahun 2024. "Jadi, usia 100 tahun Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dihitung sejak sidang pertama kalinya tahun 1924. Pada tahun 2024 ini  KWI memasuki usia yang ke-100 tahun atau satu abad", demikian ditegaskan oleh RD. Ancis Kwaelaga, Narahubung sekaligus sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Uskup Keuskupan Larantuka. 


Baca: Salib Adalah Tentang Nilai dan Bukan Rasa Perasaan


Imam diosesan Larantuka yang murah senyum tapi tegas ini membawakan materi kontekstual terkait tahun program 2024 Keuskupan Larantuka yakni KBG (Komunitas Basis Gerejawi) dan Kelompok Kategorial. Tema yang diangkat ini sungguh populer di tengah umat Keuskupan Larantuka.


Realitas Kita Tahun 2024; Tahun Politik


Kita semua mafhum bahwa tahun 2024 adalah tahun politik. Namanya politik, makin dekat hari "H", makin "panas". Meskipun situasi semakin panas, namun hendaklah hati kita tetap hangat bahkan kalau boleh terkontrol baik supaya tetap sejuk. Kita perlu membangun kedamaian dalam sanubari kita dan dengan sesama. Ketua KWI, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC, mengingatkan seluruh umat Katolik Indonesia agar tetap menjaga suasana persaudaraan, perdamaian dan kebersamaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jangan terprovokasi untuk memecah belah dan memporak-porandakan NKRI, UUD 1945, Pancasila dan motto Bhineka Tunggal Ikha.


Sekedar mengingatkan kita bahwa pada tanggal 14 Pebruari 2024, kita semua akan memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPD, DPR, DPRD I & II. Lalu, pada tanggal 27 Nopember 2024 akan dilaksanakan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di seluruh tanah air, Indonesia secara langsung. Semoga semua orang bisa menjaga situasi dan kondisi kondusif sehingga hajatan demokrasi tersebut bisa berjalan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Inilah sesungguhnya yang menjadi azas pemilu yang bersih dan berkualitas.


Memaknai 100 Tahun Usia KWI


Gereja Katolik Indonesia telah melewati dinamika yang sangat luar biasa! Kisah tragedi dan komedi datang silih berganti di negeri yang kita cintai bersama ini. Dalam segalanya kita menjadikan Allah sebagai asal, sumber dan tujuan hidup kita. Kita berziarah bersama Allah. Kita bersedia mendengarkan Sabda Allah dan tekun melaksanakannya. Itulah yang membuatnya bertahan hingga usia nyaris 100 tahun (1 abad).


Baca: 𝐇𝐚𝐫𝐢 𝐌𝐢𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐁𝐢𝐚𝐬𝐚 𝐈𝐈: 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐚𝐫𝐢, 𝐁𝐞𝐫𝐣𝐮𝐦𝐩𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐈𝐤𝐮𝐭


Dalam sidangnya pada tanggal 7-14 Nopember 2023, para Uskup yang tergabung dalam Konferensi Waligereja Indonesia/KWI meminta semua keuskupan agar melaksanakan "Studi Bersama" terkait tema yang disiapkan oleh Panitia Nasional maupun yang dipersiapkan oleh Panitia Lokal (Organizing Commitee/Panitia Pelaksana) dan meminta agar semua keuskupan boleh merayakan syukuran usia 100 tahun KWI di Keuskupan masing-masing. Perayaan puncak Syukuran Usia 100 tahun KWI secara nasional di Jakarta akan diatur oleh Panitia Nasional. Kami mendapat bocoran informasi bahwa pada momen puncak acara syukuran tersebut akan diberkati juga "Gedung Konferensi Waligereja Indonesia" yang baru. Perayaan puncaknya akan terjadi pada tanggal 16 Mei 2024 di Jakarta dan di setiap keuskupan seluruh Indonesia. Ini informasi belum final. Ini masih tentatif.


Kegiatan belajar bersama tema 100 tahun KWI di Keuskupan Larantuka ini didukung penuh oleh Bapa Uskup, Kuria, Dewan Imam, Vikjen Keuskupan Larantuka, RD. Dr. Geby Unto da Sliva, Romo Deken Larantuka, Romo Hendrik A. Leni, Pr, Romo Sekjen, Sekpas,  serta para pastor Sedekenat Larantuka sekitar 50 orang pastor, 2 frater, 1 bruder. Narasumber adalah Romo Ancis Kwaelaga dan Moderator kegiatan ini  yaitu RD. Boni Hurint, yang jago memantik diskusi di siang hari dan mengusir rasa kantuk peserta "Belajar Bersama" kali ini.


Konteks Gereja Lokal Keuskupan Larantuka


Menurut RD. Ancis Kwaelaga, pada tahun program 2024, konteks program Pastoral keuskupan Larantuka yang eksis ialah tema terkait Komunitas Basis Gerejawi (KBG) dan Kelompok Kategorial. Hal tersebut sudah dipromulgasikan oleh Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Uskup Keuskupan Larantuka pada tanggal 7 Januari 2024 yang lalu di Gereja Katedral Larantuka. Lebih lanjut, Romo Ancis menegaskan: "Brand Mark kita pada tahun 2024 di keuskupan Larantuka adalah KBG dan Kelompok Kategorial. Inilah pilihan strategis pastoral kita". 


Lebih lanjut Si Narahubung tersebut memberikan penjelasan: "KBG itu merupakan: pertama, sebagai fokus dan lokus Pastoral; kedua, sebagai cara baru hidup menggereja; dan ketiga, sebagai komunitas iman dan perjuangan atau gerakan kehidupan".


Tentu, kita bisa membagikan pengalaman indah tentang hidup ber-KBG di semua paroki di Dekenat Larantuka maupun dekenat lainnya (Dekenat Lembata dan Adonara,-pen). Kita tinggalkan KBG sebagai "posyandu" dimana yang terlibat hanya kaum ibu dan anak-anak. Kita perlu melibatkan semua kategori gender, terutama kaum lelaki dan anak lelaki muda. Semuanya mesti terlibat dan dilibatkan dalam hidup ber-KBG.


"Pada tahun 2023, saat kunjungan kanonik Bapa Uskup Larantuka, ditemukan kisah menarik di suatu Paroki bahwa yang terlibat aktif dari dapur hingga altar adalah Bapak-bapak. Mereka juga bisa  mengambil peran aktif dalam kehidupan menggereja. Banyak paroki lainpun menunjukkan tanda-tanda baik bahwa keterlibatan kaum pria dalam hidup menggereja sungguh membanggakan", demikian syering Sang Narahubung tersebut.


Mandiri dan Misioner


Kita mendambakan KBG yang mandiri dan misioner. Mandiri dalam hal iman/spiritual, mandiri dalam hal personalia/ketenagaan/staffing dan mandiri secara finansial/keuangan. Inilah yang disebut kemandirian komprehensif-proporsional. Di sisi lain,  KBG juga mesti berkarakter misioner, membawakan misi Kerajaan Alla, misi keselamatan baik secara ke dalam (missio ad intra) maupun secara ke luar (missio ad extra). Semuanya mesti dijaga proporsionalitasnya. Hal yang satu dijalankan dan hal lain tidak boleh diabaikan.


Impian Kita


Kita mengimpikan agar KBG itu kembali ke pedoman standar: jumlah per KBG 10-15 kepala keluarga (kk), bersifat teritorial/kewilayahan. Sekali lagi, kita mengikuti kedekatan kewilayahan. Mengikuti filosofi persekutuan: rumpun bambu, rumpun pisang. Semuanya bersatu. Tidak tercecer. Jangan membangun KBG atas kesamaan keturunan, suku atau asal-usul, tetapi berdasarkan tempat tinggal atau  domisili. Kita ini keluarga besar umat Allah. Jangan sampai ada fenomena begini: "Rumah tinggal kita berada di Paroki Hokeng lalu KBG-nya berada di Paroki Waibalun. Ini sekedar contoh. Ini sekedar ilustrasi. Tidak boleh terjadi. Mohon maaf. Ini bukan kisah sebenarnya. Hanya perumpamaan. Hanya mengingatkan saja.


Baca: Katolik: Merayakan Ekaristi Untuk Berbuah!


Kita juga mengimpikan KBG yang transformatif. Kita memekarkan KBG yang melampaui pedoman standar. Kita juga memberikan animasi/memberikan semangat, motivasi/memberikan dukungan dan revitalisasi/penguatan bagi KBG dan Kelompok Kategorial yang "mati angin" atau "suam-suam kuku" atau "hangat-hangat ta'i ayam". 

Kita mengimpikan KBG yang mapan sebagai komunitas iman yang kokoh dan komunitas perjuangan yang militan. Jangan bermental kerupuk; jika kena air kangsung loyo, lembek. Jika ada tantangan langsung putus asa. Hal itu tidak boleh terjadi.

Kita merindukan insan KBG dan Kelompok Kategorial yang bermental baja. Baja itu dibuang ke mana saja, tetap "berbunyi",  tetap mempertahankan substansi, keasliannya, kemurnian. Kitapun wajib mempertahankan kemandirian iman, tetap menjadi pribadi berkarakter mulia dan tahu mengelola keuangan secara transparan, akuntabel dan berintegritas tinggi. Semuanya menghasilkan "public trust" (kepercayaan publik).


Peran Profetis-Demokratis KBG dan Kelompok Kategorial


Sesungguhnya setiap orang terbaptis mempunyai kompetensi sakramental. Dia menjadi saksi di tengah tata dunia sebagai bukti kasih Allah. Tunjukkan kepada dunia bahwa kita adalah anak-anak terang yang menghalau kegelapan. Yang saleh dipelihara. Yang berdosa diberikan ruang pertobatan dan pengampunan. 


Terkait politik, kita jangan pernah alergi dengan politik. Politik itu mulia. Politik itu suatu seni mengelola kepentingan dan kebaikan umum (bonum commune). Kita memiliki kontribusi kanonis, yang menjadi basis legal-formal bagi kita untuk aktif dan terlibat dalam dunia politik. Keterlibatan kaum religius dalam politik itu terkait kesejahteraan umum, politik kesejahteraan dan kaum awam terlibat dalam politik kekuasaan atau kedudukan (baca: merebut kursi). Harapannya dengan kekuasaan yang mereka miliki mereka berpeluang besar untuk menciptakan kesejahteraan jasmani dan rohani bagi warga yang mereka pimpin. Itu idealnya (bdk. Gaudium et Spes (GS), nomor 75 dan 76).


Kita berharap KBG dan Kelompok Kategorial menjadi katalisator perubahan. Merekalah yang menjadi penyebab perubahan ke arah yang lebih baik, lebih bermartabat dan lebih membahagiakan sehingga bumi menjadi tempat hunian yang menggembirakan. Kita mesti keluar dari zona nyaman (comfortable zone) dan pergi menemukan mereka yang menjauh, yang kecil, lemah, miskin, tertindas dan difabel (different ability, kemampuan yang berbeda dengan kita). Yang jauh didekatkan, yang didekat dirawat agar tetap bermutu.

Pengurus-pengurus KBG kita ditantang (challenge), diberikan kekuatan baru (charge) dan menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik (change).


Kita sadar konteks bahwa banyak tantangan menghadang kita. Sebut misalnya, postmodernisme, oportunis-pragmatis, primordialisme, dll.

Karena itu, kita mesti punya amunisi, senjata untuk melawan.

Senjata itu antara lain: pertama, kesadaran Trinitaris. Hadirkan Allah Trinitas. Minta bantuan Roh Kudus untuk membimbing kita dalam mengambil keputusan penting. Kedua, Menghidupi dan menghidupkan nilai-nilai budaya atau kearifan lokal yang inklusif, yang terbuka terhadap semua orang. Ketiga, animasi pada aspek sinodalitas (komunio, partisipasi dan misi). Keempat, kebersamaan kolegialitas; bersama kita bisa. Jangan hanya mengandalkan kemampuan individu. Bersama kita bisa, bersama kita sejahtera, bersama, kita kuat.




Oleh: RP. Stefanus Dampur SVD*


*). Penulis adalah Imam-religius- misionaris SVD (Societas Verbi Divini, Serikat Sabda Allah). 

Dia bekerja di Paroki SAnta MAria RAtu Semesta Alam (SAMARASA) Hokeng. Dia adalah rekan kolegialitas seimamat di Dekenat Larantuka-Keuskupan Larantuka (sejak Oktober 2023)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Studi Bersama Memaknai 100 Tahun Konferensi Waligereja Indonesia, Sedekenat Larantuka

Trending Now

Iklan