Oleh: RP. Stefanus Dampur SVD*)
Narasi Kecil Kegiatan Arisan Congkar Maumere dan Kelompok Tani Kolisia-Magepanda Maumere |
Kenangan
Saat itu, usai merayakan Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam di Pusat Paroki Santo Yosef FREINADEMETZ BOLAWOLON pada Minggu (20/11), saya bersama Bruder Mansuetus Heribertus, SVD tancap gas ke Perumnas Maumere, (Jalan Cempaka) untuk mengikuti kegiatan "AC MILAND (Arisan Congkar Maumere dan sImpatisan Lengko AjaNg Diaspora). Arisan itu dilaksanakan di rumah Bapa Ketua Arisan, Bapak Drs. Paskalis Sirajudin. Di situlah kami duduk berkumpul bersama.
Sambil menunggu anggota arisan lainnya, kami bersenda gurau dan menikmati kopi pahit asli Lengko Ajang. Canda tawa dalam suasana persaudaraan dungguh terasa. Kami merasa dikuatkan, diteguhkan saat berada di tanah perantauan.
**
Adalah Mama Alwis Roja (tulang rusuknya Bapa Paskalis) yang meracik kopi tersebut. Saya menikmatinya sambil bernostalgia tentang masa silam yang dilalui. Saat mana saudara Eus Sirajudin masih SMA (kini sudah berkeluarga), nona Inang yang masih polos (kini sudah berpangkat dengan sebutan Mama Queen), Fan Sirajudin yang kini disapa Bapa Rava, Ade bungsu Nia yang sudah tamat kuliah Farmasi dan Apoteker (masih jomblo, hingga tulisan ini saya buat. Mohon maaf ya Si Bungsu.
**
Rumah Sarat Makna, Kenangan dan Sejarah
Bagi saya, rumah Cempaka II Maumere, milik Bapak Paskalis Sirajudin sekeluarga adalah rumah penuh makna dan bernilai sejarah. Rumah ini dan segenap penghuninya adalah "saksi nyata dan paling tahu" dinamika kehidupan panggilan hidup saya selama sekitar 7 tahun di Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero. Merekalah yang menyaksikan bagaimana saya bersama teman-teman menapaki "jalan naik dan jalan turun" dinamika panggilan imamat.
Di rumah ini ada dukungan, semangat, doa, input konstruktif. Di rumah ini kami lewati syukuran kaul kekal, Diakon, imam baru dan pelbagai syukuran lainnya. Singkat kata, rumah ini penuh kenangan cinta dan menyimpan sejarah dinamis. Terima kasih Bapa Paskalis sekeluarga. Semoga Bapa Paskalis dan Mama Alwis serta keluarga besar semuanya, tetap sehat dan bahagia di masa pensiun yang kaya makna. Apalagi mereka cukup rajin pulang pergi Jakarta-Labuan Bajo-Lengko Ajang-Maumere.
**
Meluncur je Kolisia
Usai menikmati santapan siang bersama di Perumnas, saya bersama beberapa anggota Kelompok Arisan Tani Kolisia meluncur ke Kolisia, tepatnya di rumah Bapa Don (mantan Kepala Desa Kolisia, yang mendapat jatah menerima uang arisan pada bulan November itu).
**
Om Yos adalah sopir Ledalero yang mengantar saya, Pater Bernard Boli, SVD, Bro. Mans, SVD dan Bapa Yakob serta Ibu Monica dan Ibu Marselina Goma menuju Kolisia.
Kami merasa gembira dengan situasi perjalanan hari ini.
Udara tak terlalu panas karena cuaca mendung. Musik syahdu dalam mobil yang diatur oleh Om Yos turut memberi ketenangan batin. Musik begitu lembut. Sungguh benar, musik halus adalah vitamin bagi jiwa. Saat musik itu "kena di hati" rasa mual apalagi muntahpun hilang lenyap. Saya teringat akan Penulis kitab Amsal yang menuliskan kalimat motivasi begini: "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengerringkan tulang" (Amsal 17: 22). Aduh serempet ke Kitab Suci lagi nih. Mohon maaf.
**
Kolisia: Tempat yang Membuat Betah juga Bahagia
Setelah mengisi waktu sekitar satu jam perjalanan dengan mobil Ledalero dari Maumere, tibalah kami di rumah Bapa Don (Kolisia). Di sana sudah ada beberapa orang anggota arisan yang setia menanti. Luar biasa hospitalitas mereka. (Hospitalitas= keramahan menerima tamu). Sayapun belajar dari umat sederhana ini tentang hal yang satu ini: "hospitality".
Tak lama berselang, teh panaspun muncul di atas meja. Nona Echa (anak Bapa Don) dan mamanya yang menyuguhkan minuman dan makanan ringan tersebut. Dalam suasana ceria kami sekali lagi menikmati minuman di rumah permanen yang dihiasi dengan kios yang baru dibangun. Semoga usaha bapa Don sukses dan lancar jaya.
**
Ibu Letisia: Si Cerdas dan Serba Bisa (Bisa Subyektif, Bisa Obyektif)
Setelah menikmati "snack" tersebut, kami mulai mengumpulkan uang arisan melalui ibu Bendahara. Beliau bernama Ibu Letisia. Ibu Letisia ini adalah perempuan aktivis gereja dan negara. Beliau juga sebagai kader posyandu dan pemerhati marasmus/stunting atau gizi buruk di wilayah Kolisia.
Banyak orang mengenal ibu yang berjiwa sosial dan sangat terlibat ini. Yah, motto: "100% Katolik, 100% Indonesia ada juga dalam pribadi Ibu Letisia (maaf untuk ibu yang lain). Mungkin penilaian saya ini subyektif tapi saya yakin saya sedang bertindak obyektif.
Kemampuan komunikasi ibu Letisia (menurut saya dan banyak orang sungguh membanggakan). Dasar perempuan kreatif dan cerdas, buat apa saja, bisa....Sekolahnya pas-pasan tapi nyaris semua kecerdasan dia miliki. Salut ibu Letisia.
**
Makan Siang (Lagi)
Tadi sudah makan siang di Perumnas Maumere. Yah, rumah Cempaka II yang sarat makna, kenangan fan bersejarah itu. Entah lupa ataukah karena lapar lagi, maka kami tidak menolak untuk makan saat ditawarkan untuk makan lagi.
Waktu terus berjalan dan kamipun berproses di dalamnya. Rindu hati mau tidur di Kolisia tetapi sialnya kami belum memiliki rumah. Daripada berpikir tentang tidur di tempat yang aman, lebih baik kita makan siang dulu.
Apa yang saya pikirkan ternyata sesuai dengan kenyataan di "lapangan" meja nasi.
Tuan rumah sudah menyiapkan hidangan untuk kami santap bersama. Saya melihat di atas meja hidang, ada begitu banyak menu. Ada lepah (semacam ketupat tapi ukurannya kecil dan lebih panjang). Saya juga melihat ikan bakar segar bakar (yang menurut penuturan tuan rumah), ikan itu baru saja ditangkap dari laut. Ada menu ubi rebus, nasi, lombok, dll. Saya memperhatikan bahwa semua anggota arisan menyantap makanan tersebut dengan lahap dan penuh syukur. Melihat cara mereka makan meyakinkan saya bahwa menu ini akrab diperut, renyah di mulut.
*
Arisan dan Syering Kitab Suci
Seperti biasa, usai bersantap, kami membicarakan agenda khusus kelompok arisan (jadwal, usul-saran, evaluasi, dll). Setelahnya dilanjutkan dengan pembacaan teks tertentu dari Kitab Suci. Kemudian dilanjutkan dengan syering hidup dan pengalaman iman serta Syering isi perikop Kitab Suci yang kami baca dan renungkan bersama. Tradisi baik ini dihidupkan oleh Pastor Doktor Bernard Boli Udjan, SVD (Dosen Liturgi IFTK Ledalero). Saya melanjutkannya. Sebagai konfrater muda dalam SVD (Societas Verbi Divini= Serikat Sabda Allah), saya merasa bahwa hal ini sangat baik dan layak, pantas serta benar jika dilanjutkan sampai kapanpun. Bukankah Sabda Allah adalah pedoman kehidupan kita? Keren bukan main. Jika tidak membaca dan merenungkan serta menghayati isi Kitab Suci, RUGI DONG.
Biasanya kami memakai waktu satu setengah jam untuk kegiatan rohani tersebut, bahkan lebih. Saya menjadi fasilitator untuk kegiatan syering Kitab Suci kali ini.
**
Pada saat saya menoleh ke arloji, ternyata waktu sudah menunjukkan Pkl. 16.20 WITA. Kamipun pamit dari hadapan keluarga besar seiman, Kolisia. Kami mesti pulang ke tempat tinggal kami masing-masing. Tidak boleh terlalu terikat pada waktu, tempat, situasi dan orang. Kita hanya boleh melekat pada Tuhan, seperti kata pemazmur: "Bahagiaku terikat pada Yahweh, harapanku pada Allah Tuhanku". Aduhhhh...
Lagi-lagi terpeleset ke Kitab Suci.
Ah begini saja. Kami pamit ya. Sayonara sampai berjumpa lagi pada kegiatan dan acara kehidupan selanjutnya, entah di Pantai Waturia, PINTAR ASIA BEACH maupun di tempat lainnya. Ingat selalu, Tuhan beserta kita;
Sekarang dan selama-lamanya, Amin.
**
*) Penulis adalah anggota biasa dari Kelompok Arisan Congkar Maumere dan sImpatisan Lengko AjaNg Diaspora (AC MILAND) dan Arisan Kelompok Tani Kolisia.
Di samping kedua arisan ini, masih ada beberapa arisan lain yang dia ikuti (contoh: Kerukunan Keluarga Besar Toraja MAUMERE). Alasan mengikuti arisan yakni karena dia mau berjumpa dengan saudara seiman atau berbeda iman untuk syering kehidupan dan pengalaman iman serta menimba kekuatan dari orang lain untuk kehidupannya. Lewat perjumpaan dengan sesama yang lemah, miskin, tertindas, tersingkirkan dan minoritas, sesungguhnya wajah Tuhan Allah menjadi lebih nyata. Uang arisan hanyalah sarana pemersatu dan persaudaraan universal bukan tujuan paling utama.