Oleh: RP. Stefanus Dampur SVD*)
Bersatu, Berdamai, Percaya dan Menghayati Kerahiman Allah |
Bagi orang Katolik, hari minggu kedua masa paska biasanya disebut juga sebagai minggu kerahiman ilahi. Inti pesta ini yaitu: bahwa Kerahiman Ilahi merupakan perlindungan bagi segenap pendosa, bagi jiwa-jiwa di api penyucian. Kita diajak untuk mendoakan nenek-moyang kita, orang tua, kakak-adik saudara-i yang sering lupa kita doakan keselamatannya. Kita persembahkan kepada Hati Ilahi Yesus yang Maharahim. Kita persilahkan hati, budi dan segenap diri kita disirami “Darah dan Air” yang tercurah dari lambung Kristus untuk menyucikan dan menguduskan kita (Kita persembahkan juga segenap anak yang dibaptis hari ini. Biarkan kita seperti bayi yang baru lahir, yang selalu haus akan air susu rohani yang murni, supaya olehnya kita bertumbuh dan diselamatkan (bdk. 1 Ptr 2: 2).
Baca: Menjadi Orang Terbuka dan Rendah Hati
Di awal misa, semua umat dengan penuh kerendahan hati memohon kepada kerahiman Ilahi dari Hati Amat Kudus Tuhan Yesus agar menyucikan kita semua dari dosa “pikiran jahat, perkataan tidak pantas, perbuatan tercela dan kelalaian yang memenjara jiwa".
BERSATU, BERDAMAI, PERCAYA DAN MENGHAYATI KERAHIMAN ILAHI
Semua kita mengerti betul apa artinya bersatu. KBBI hlm 883 mengartikan bersatu sebagai verbal (kata kerja);
1) menjadi satu, berkumpul atau bergabung menjadi satu, 2) sepakat: seia-sekata. Ini menurut kamus. Menurut kenyataan: bersatu artinya tidak pecah-belah; supaya tiap orang bersekutu.
Persekutuan hidup yang paling nyata sebagaimana tertulis dalam kitab suci yakni persekutuan hidup jemaat perdana, melalui cara hidup mereka! Mereka bisa berbagi kebaikan, rajin berdoa, giat bekerja, ikut upacara pemecahan roti (sekarang disebut ekaristi/misa).
Jemaat perdana sudah tunjukkan cara hidup yang baik (Kis 2: 41-47). Bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah berbagi kebaikan atau rajin berbuat kejahatan? Apakah kita rajin berdoa ataukah rajin BERDOSA? Sungguhkah kita bekerja atau cari gampang, cari yang enak, jatuh pada obsesi, ambisi tinggi tapi pola hidup dan daya juang yang menyedihkan.
Apakah kita secara sadar, penuh dan aktif merayakan misa/ekaristi atau ekaristi hanya sebagai rutinitas dan jauh melancong dalam penghayatan? Apakah seperti jemaat perdana kita makan bersama-sama dengan gembira dan tulus hati, sambil memuji Allah ataukah kita undang orang untuk makan bersama, lalu kita sebagai tuan rumah sibuk memuji diri sendiri?
Berdamai dan Belajar Percaya
Seturut KBBI hlm 206, kata berdamai adalah kata kerja (verba). Pertama, berdamai=berbaik kemballi; berhenti bermusuhan; kedua, berunding untuk mencari kesepakatan (misal: tentang harga-ekonomis).
Baca: Menjadi Orang Yang Menyucikan Bait Allah
Dalam kenyataan hidup, kita sering cekcok dan tidak cocok dengan banyak orang tertentu dengan variasi alasan serta argumentasi. Orang yang selalu mau cekcok artinya mereka yang rajin mencari musuh, mau supaya hidup ini penuh dengan kegentingan, tidak aman, tidak baku baik. Ini ciri-ciri manusia anti-paska, anti kebangkitan. Mereka hanya rajin merayakan paska di gereja, di rumah ibadat, tapi dalam kehidupan harian sebenarnya mereka adalah manusia yang sedang terkubur, manusia yang masih dipengaruhi oleh kegelapan kubur, mungkin juga sebagai “mayat-mayat berjalan”. “Mayat-mayat” berjalan ini dihantui oleh keraguan oleh kekurang- percayaan. Oleh, kebimbangan, kebingungan dan kehilangan orientasi hidup. Anggaplah mereka sebagai manusia yang stress, depresi, sakit jiwa berat.
Salah satu nama yang muncul dalam Injil Yoh 20: 19-31 adalah Thomas, bukan tokoh masyarakat, tapi nama orang; nama salah satu murid Yesus. Atas kekurangpercayaan Thomas, Yohanes mengajak para murid untuk melihat dan merenungkan sikap imannya. Thomas tidak mau percaya karena tidak melihat sendiri bahwa Yesus telah bangkit. Murid-murid lain omong pada dia, tapi dia tetap ngotot, keras kepala, tidak mau dengar, tidak mau peduli. Pas delapan hari kemudian, apa yang terjadi? Yesus menampakkan diri. Thomas “panik; hilang akal” hilang muka. Dia yang keras kepala itu akhirnya jatuh tersungkur, bertekuk lutut, tidak bisa berbuat banyak, mulut terkunci, lalu hanya mampu omong: “ya Tuhanku dan Allahku”. Dari Thomas kita belajar bahwa kalau orang omong yang baik dan benar mesti dengar. Tidak perlu tunggu Tuhan Yesus langsung muncul baru percaya! “Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya akan kebangkitan Kristus, akan kebenaran Sabda Allah… Credo quia absurdum est (tulisan di panggung Wolowaru).
Berpengharapan-berharap untuk sehat: jadi mulia.
KBBI hlm 340 menulis, berharap itu adalah jenis kata kerja. Artinya, pertama, berkeinginan supaya terjadi lulus ujian, kedua, meminta supaya. Contoh: kami BERHARAP Tuan dapat melunasi utang-utang Tuan selambat-lambatnya akhir bulan ini.
Baik arti pertama maupun kedua, semuanya bisa dimaknai secara teologis biblis. Dalam ajaran Katolik, berharap, harapan adalah salah satu dari 3 (tiga) keutamaan kristiani (di samping iman dan cinta).
Kita berharap bahwa kita bangkit bersama Kristus, Sang buah sulung kebangkitan. Kita berharap bahwa kita memperoleh kehidupan yang kekal. Hidup yang kekal dimulai dari kebangkitan Kristus. Iman akan kebangkitan Kristus inilah yang mestinya menjadi sumber harapan, persatuan, kegembiraan dan kedamaian. Inilah wujud keselamatan kita, bahwa kita bersatu dengan Kristus dalam hidup dan karyaNya. Cara hidup Kristus adalah cara hidup kita, karya keselamatan Kristus adalah karya keselamatan kita.
Keselamatan dalam pandangan Katolik itu berada dalam dua tegangan : already but not yet = sudah tapi belum. Artinya sudah dimulai di bumi ini untuk selamat dalam hal paten sandang, pangan, papan, juga spiritual dengan doa, puasa, darma/amal TAPI BELUM SEMPURNA. Penyempurnaan keselamatan itu ada pada Allah. Oleh karena itu, sebelum menghadap Allah, baiklah kita jaga persatuan, cinta damai, belajar untuk percaya dan jangan pernah matikan harapan untuk selamat.
Menghayati Kerahiman Ilahi
Kerahiman ilahi itu nampak dalam pribadi Yesus tersalib. Lewat hati dan lambung Yesus yang terluka ditembusi tombak serdadu, akhirnya mengalirlah "Darah dan Air Suci" yang menyelamatkan.
Baca: Menjadi Orang Yang Tahu Bersyukur
Devosi Kerahiman Ilahi menganggap Kerahiman dan Belas Kasih adalah elemen kunci rencana Allah menyelamatkan, mengajak, dan meyakinkan umat-Nya akan pertobatan.
Secara garis besar ketiga hal tersebut dapat dilakukan dengan perbuatan, ucapan, dan doa yang harus dilakukan untuk diri sendiri dan orang lain.
Jadi, ketika kita menghendaki agar kita menghidupi semangat kerahiman ilahi, maka, pikiran, perkataan dan tindakan kita mewajibkan kita untuk berbelaskasihan kepada sesama kita terutama mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkirkan dan kaum difabel. Mereka tidak jauh dari kita. Kita hanya perlu sedikit "bergerak" menuju ke arah mereka untuk "menemukan" mereka.
Referensi tulisan: Bacaan Kitab Suci terseleksi (tahun A/I), pada perayaan Minggu II (kedua) setelah hari raya paskah.
*). Penulis adalah salah seorang yang mengharapkan Kerahiman Ilahi dan terus berjuang menghayati kerahiman ilahi itu dalam hidup dan karyanya seumur hidup.