Oleh: Sil Joni*
Sekali PDIP Tetap PDIP (Mengendus "Jejak Kiprah Politik" Politisi Kawakan Lambertus Landing) |
Bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Lambertus Landing adalah 'legenda hidup'. Betapa tidak. Sejak Mabar menjadi daerah otonom, pak Lala (demikian beliau disapa oleh teman-temannya) 'telah' menjadi anggota dari partai besutan 'putri Soekarno' itu. Boleh jadi, jejak karya politiknya sudah ada jauh sebelum Mabar terbentuk.
Saya kira, sebagian besar publik Mabar, terutama yang berdomisili di daerah pemilihan 1 (Dapil 1), pak Lala bukan sosok asing. Beliau dikenal luas sebagai salah satu politisi senior yang sudah malang melintang dalam jagat politik lokal. PDIP menjadi 'rumah perjuangan' untuk menjabarkan idealisme pribadinya menolong warga Mabar keluar dari aneka kubangan derita politik.
Cita-cita itu pernah termanifestasi ketika dirinya 'mendapat mandat' dari publik untuk menjadi anggota DPRD Mabar. Meski hanya satu periode, pak Lala telah berjuang optimal agar impiannya dalam mengakselerasi level kemaslahatan publik coba ditunaikan dengan baik. Bahwa perjuangan itu belum membuahkan hasil yang signifikan, itu hal lain. Yang pasti pak Lala telah 'menggunakan' jabatannya sebagai legislator lokal menjadi 'sarana' aliran rahmat (politik) kepada sesama.
Baca: Nasdem Mabar dan Feminisasi Politik
Dalam tubuh PDIP Mabar, suara pak Lala tetap berwibawa dan didengar. Kendati usianya tidak muda lagi, pak Lala tetak aktif berkarya melalui jalur politik. Saya menduga, beliau sudah 'terlanjur jatuh cinta' dengan politik. Boleh dibilang politik telah menjadi 'istri keduanya'.
Hal lain yang patut diapresiasi adalah 'kesetiaannya pada PDIP). Dirinya tidak tergoda untuk melompat ke partai lain. Tak mau berkhianat pada PDIP' telah menjadi 'imperasi etis' yang terus dianut oleh sang politisi hingga detik ini. Meski dalam beberapa edisi kontestasi politik, beliau gagal meraih suara yang signifikan, Lala tak berpaling ke partai lain. PDIP adalah 'cinta sucinya' yang tak bsa dipisahkan dengan cara apapun.
Ketika sebagian politisi terpapar virus pragmatisme dan oportunisme akut, Lala tetap teguh dalam pendiriannya. Sekali PDIP tetap PDIP. Baginya, PDIP merupakan rumah sekaligus jalan untuk menjabarkan ideologi perjuangan personal. Dirinya telah 'berproses' bersama PDIP sehingga bisa tampil optimal seperti sekarang ini. Tekadnya sudah bulat. Lala tetap menjadi 'anak ideologi' PDIP hingga tiba di keabadian.
"Old soldiers never die (serdadu tua tak pernah mati)". Unkapan ini sangat 'pas' disematkan ke pak Lala jika dikaitkan dengan vitalitas dan spiritnya yang terus berkobar. Semakin tua, api perjuangan politiknya terus menyala. Belum ada indikasi bahwa dirinya ingin 'pamit' dari dunia politik. Lala tetap eksis sebagai politisi yang berkarakter dan punya intuisi politik yang menawan.
Secara pribadi, saya tidak terlalu dekat dan akrab dengan pak Lala. Momen 'perjumpaan' dengan beliau, bisa dihitung dengan jari. Meski demikian, dalam setiap sesi perjumpaan itu, saya mendapat kesan, pak Lala adalah politisi yang ramah, rendah hati, cerdas dan lentur dalam berpolitik.
Analisis politiknya selalu menarik untuk 'diperdebatkan'. Beliau bukan tipe politisi yang 'terlalu memamerkan ide pribadinya'. Gagasan yang dilontarkannya selalu terbuka untuk 'digunting' oleh mitra tutur sejauh berbasis data dan argumentasi yang valid dan akurat. Tidak sedikit anak muda yang 'tertarik' untuk sekadar menimba ilmu politik dari kader politik tangguh ini.
Baca: Setelah 21 Tahun, Mabar Tetap 'Berwajah Paradoks'
Lala tetap tampil 'trengginas' di musim kontestasi politik Pilkada Mabar. Beliau tetap aktif berdiskusi dan ikut memberikan pikiran atau masukan bernas kepada para kandidat baik yang bakal diusung oleh PDIP maupun yang berjuang melalui partai lain. Dirinya merasa bahwa politik itu lebih dari sekadar seni dan strategi memburu kuasa.
Bagi Lala, politik adalah sebuah panggilan yang menuntut tanggung jawab dan kerja yang tulus. Demi 'Dia' yang memanggilnya di jalan politik itulah, semangat pak Lala tak kunjung padam. Tanggung jawab mengangkat derajat hidup dan menyelamatkan sesama dari aneka prahara politik, dijadikan titik kiblat dan motivasi perjuangan dalam arena politik praktis.
Jangan lupa bahwa pak Lala merupakan salah satu 'eksponen pejuang pembentukan Mabar'. Tidak heran jika sebagian energi atensi dan pikirannya, tercurah untuk 'gadis Mabar' agar tampil lebih seksi dan elegan. Perhatian itu ditunaikan secara paripurna melalui 'jalan politik'.
Saat ini, bersama teman-teman eksponen pejuang yang lain, pak Lala sedang membangun 'Rumah Eksponen Pejuang Mabar'. Dalam dan melalui 'Rumah Bersama' itu, Pak Lala cum suis semakin intens berkontribusi untuk Mabar yang lebih baik. Dengan itu, tugas pak Lala tidak hanya berhenti sebagai 'bidan' yang melahirkan bayi Mabar, tetapi ikut mengasuh dan merawatnya hingga raga tak berdaya lagi dan harus beralih ke dunia seberang.
43 tahun mengabdi di medan politik. Hanya politisi yang berkarakter dan konsisten yang bisa 'seiring-sejalan' dengan satu partai (PDIP). Pak Lala telah menorehkan 'legacy' politik untuk generasi mendatang, yaitu kesetiaan, loyalitas dan dedikasi dalam perjuangan melalui satu mesin politik saja.
*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.