Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Pantas Diteladani: Imam Katolik Meski Keluarganya Bukan Katolik

Suara BulirBERNAS
Wednesday, August 21, 2024 | 12:06 WIB Last Updated 2024-08-21T05:13:31Z

 

Pantas Diteladani: Imam Katolik Meski Keluarganya Bukan Katolik
Foto para imam




“Imam Katolik apapun latar belakang keluarganya dipanggil dan diutus mewartakan kebenaran dan kebaikan.”


Dalam Gereja Katolik, banyak yang menjadi imam tidak hanya berasal dari keluarga Katolik namun juga sebagian besar berasal dari keluarga non Katolik. Orang tuanya, saudara-saudari kandungnya non Katolik namun ia memilih menjadi Katolik dan hebatnya lagi menjadi imam Katolik.


Baca: Sempurna Karena Kristus, Jangan Menjelekkan! (Mat 19:16-22)


Mereka sadar bahwa untuk menjadi seorang Katolik dan kemudian menjadi seorang imam harus melewati sebuah proses dan masa persiapan yang cukup panjang yang disebut masa Katekumenat dan pendidikan seminari. Untuk menjadi seorang Katolik persiapannya ada yang sampai enam bulan bahkan satu tahun. Dan menjadi seorang imam harus melewati masa KPA atau postulant, tahun rohani atau novisiat, pendidikan filsafat, TOP, pendidikan Teologi, masa Diakonat dan kemudian ditahbiskan menjadi imam.


Untuk mereka yang sebelumnya non Katolik dan kemudian menjadi Katolik serta memilih menjadi seorang calon imam sebagai jawaban atas panggilan Allah menjalani pendidikan kalau dihitung dari KPA atau Postulant hingga ditahbiskan menjadi seorang imam kurang lebih 9 tahun jika masa postulant, novisiat atau tahun rohani dan TOP dijalani selama setahun.


Namun jika ada pra novisiat setelah postulant atau aspiran sebelum postulant, novisiat jika dua tahun dan TOP pun dua tahun maka membutuhkan waktu sekitar 12 tahun untuk menjadi seorang imam. Masa diakonat biasanya enam bulan.


Baca: Mensyukuri Lima Belas Tahun Tahbisan Imam (Semacam Garis Besar Otobiografi Pelayanan Imamat)


Sebuah proses yang panjang ini dilalui semata agar menjadi seorang imam yang sungguh-sungguh mewartakan Kristus dan bukan mewartakan kebencian dan kepalsuan atau sekedar mengaku-ngaku sebagai imam alias imam gadungan. Dan proses yang panjang ini agar calon imam semakin bersatu dan berakar pada Kristus sehingga mampu memiliki disposisi bathin yang bijak dan baik agar tidak mudah terombang ambing oleh perdebatan-perdebatan kusir tentang iman.


Filsafat dan Teologi yang dipelajari oleh seorang imam Katolik bukan untuk menjadi senjata perdebatan melainkan sebagai sebuah refleksi yang sistematis, metodis dan kritis karena dalam hal iman tidak ada yang bisa diperdebatkan melainkan dipertanggungjawabkan dalam pengajaran dan tindakan yang baik dan benar. Jika iman akan Allah masih bisa diperdebatkan maka bukan lagi iman melainkan ilmu. 


Bahwa Filsafat dan Teologi merupakan ilmu, ya tetapi ilmu yang mempertajam iman untuk dipertanggungjawabkan dalam pewartaan dan tindakan dan bukan untuk saling menjelekkan dan memfitnah. Bahwa munculnya imam-imam Katolik sebagai apologet Katolik adalah untuk menjelaskan secara benar iman umat Katolik akan Allah melalui penjelasan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja dan bukan untuk memperdebatkan.


Oleh karena itu, seorang imam Katolik seperti ilmu padi; “semakin berisi, semakin merunduk.” Artinya ilmu yang dimilikinya bukan untuk kesombongan melainkan untuk semakin rendah hati. Dan itu juga yang ditunjukan oleh para imam Katolik yang sebelumnya adalah non Katolik dan keluarga mereka adalah non Katolik juga.


Mereka tidak pernah menceriterakan ajaran ataupun Kitab Suci agama mereka sebelumnya. Dan juga tidak pernah menjelekkan agama maupun tokoh agama dan Kitab Suci agama mereka sebelumnya. Yang selalu mereka wartakan adalah kebenaran dan pengalaman iman akan Allah dan Yesus Kristus melalui kesaksian hidup umat Katolik dalam perjumpaan sehari-hari.


Baca: Abraham dalam Angka, Suatu Momentum Bersejarah


Mereka tidak pernah mengutak atik ajaran dan ayat-ayat Kitab Suci agama mereka sebelumnya sebagai alasan mereka memilih menjadi Katolik dan menjadi seorang imam. Dan juga tidak pernah mengumbar di ruang-ruang publik melalui media sosial melainkan mereka menunjukan kerendahan hati mereka dengan menjadikan pengalaman iman akan Kristus sebagai alasan menjadi seorang Katolik dan imam.


Cara hidup dan teladan baik para imam Katolik yang sebelumnya non Katolik dan keluarga merekapun masih non Katolik seperti memperlihatkan bahwa;


“Mereka bahagia menjadi seorang Katolik dan imam Katolik.”


Hal ini membedakan mereka dengan oknum yang belum apa-apa mengaku tokoh agama dan menjelekan agama yang mereka anut sebelumnya sebagai tanda nyata bahwa;


“Mereka tidak pernah bahagia dengan agama yang mereka anut sekarang maka cara terbaik untuk membuat mereka bahagia dan dipuji adalah dengan menjelekkan dan memfitnah.”


Untukmu para rekan imamku yang sebelumnya non Katolik dan keluarga mereka masih non Katolik kuucapkan; “I am Proud of You dan terimakasih telah menjadi teladan kerendahan hati dan sukacita sebagai seorang Katolik dan imam Katolik.”


Sampit: 20-Agustus, 2024

Tuan Kopong msf

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pantas Diteladani: Imam Katolik Meski Keluarganya Bukan Katolik

Trending Now

Iklan