Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Makluk Tuhan 'Paling Indah' (Apresiasi untuk Perempuan di 'Hari Ibu')

Suara BulirBERNAS
Monday, December 23, 2024 | 14:00 WIB Last Updated 2024-12-23T07:13:00Z
Makluk Tuhan  'Paling Indah' (Apresiasi untuk Perempuan di 'Hari Ibu')
Makluk Tuhan  'Paling Indah' (Apresiasi untuk Perempuan di 'Hari Ibu')



Oleh: Sil Joni*


Pada mulanya adalah keindahan. Ketika keindahan 'merajai' kosmos, maka tak bakal ada kata khaos (disorder). Intuisi purba dari dunia teologis itu, rasanya terjelma secara utuh dalam diri perempuan. Di mana ada 'perempuan', dunia dipenuhi dengan keindahan. Perempuan itu identik dengan 'yang indah'. Tidak berlebihan jika predikat 'makluk Tuhan paling indah' disematkan ke seluruh personalitas keperempuanan.


Hati siapa yang tidak merasa damai dan tentram ketika berada di bawah kepakan sayap keindahan seorang ibu? Dari aura 'keindahan' itu, para ibu mengalirkan kehidupan kepada anak-anaknya. Di mana ada ibu, di situ ada 'hidup'.


Tulisan ini merupakan 'cetusan nurani' yang bersifat spontan ketika merefleksikan Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember. Saya coba 'meringkas' pesona keindahan pada perempuan itu, melalui pembongkaran makna kata rumah.


Dalam bahasa Inggris, ada dua kata yang merujuk ke kata rumah yaitu house dan home. Dua kata ini, secara sepintas diterjemahkan dengan 'rumah' dalam Bahasa Indonesia. Tetapi, jika ditelaah lebih dalam, ternyata dua kata itu, memiliki kandungan makna yang berbeda.


Kata house merujuk pada rumah sebagai 'bangunan fisik' semata. Sedangkan, home itu lebih dari sekadar 'yang bersifat bendawi'. Kata itu merujuk pada 'suasana' yang terjadi di dalam rumah itu. Boleh jadi, kita hanya tinggal dalam rumah (house) tanpa menikmati home (baca: suasana yang menyenangkan).


Kita sering mendengar ungkapan, 'dia tidak merasa at home (betah berada di rumah)'. Rumah yang megah dan mewah, tidak dengan sendirinya menghadirkan situasi 'at home'. Itu berarti suasana at home itu tidak bergantung pada kemegahan sebuah bangunan.


Saya 'tergoda' untuk membuat semacam perbandingan house dan home itu dengan peran laki-laki dan wanita. Hemat saya, laki-laki (pasti  tidak semua) bisa 'membangun house', tetapi tak sanggup menghadirkan 'home'. Sebaliknya, boleh jadi, wanita (tidak semua) tidak bisa 'membuat house', tetapi sangat terampil menciptakan suasana home itu.


Karena itu, kolaborasi produktif antara laki-laki dan perempuan menjadi prasyarat transformasi house ke home. Rumah tanpa wanita, kemungkinan tak memiliki roh. Rumah semacam itu, tak bisa menjadi 'istana', tempat di mana 'hati' kita ditakhtakkan.


Jadi, lelaki bisa membangun rumah (house), tetapi wanitalah yang bisa membuatnya jadi 'home'. Laki-laki bisa 'menciptakan manusia', tetapi perempuanlah yang paling berperan dalam 'memanusiakan' manusia.


Wanita itu identik dengan keindahan. Ketika rumah itu dihiasi dengan keindahan, maka kita pasti betah (at home) tinggal dalam rumah itu. Atas dasar itu, tidak ada alasan bagi laki-laki untuk 'berbusung dada' di hadapan perempuan.


Boleh dibilang, keindahan adalah kebijaksanaan wanita. Sementara itu, dalam taraf tertentu, kebijaksanaan adalah keindahan laki-laki. Kebahagian dalam rumah akan terasa jika unsur kebijaksanaan dan keindahan itu dipadukan.


Dalam terang pemikiran ini, maka benarlah sabda biblis yang mengatakan: "Tidak baik kalau manusia itu hidup seorang diri". Laki-laki butuh sosok perempuan dan sebaliknya. Meski berasal dari "planet lain" (baca: berbeda karakter), keduanya bisa hidup bersama dalam sebuah keluarga.


Realitas perbedaan antara keduanya dilihat sebagai rahmat. Mereka bisa 'tidur seranjang' meski dengan mimpi yang berbeda. Yang paling mengagumkan adalah mereka berpartisipasi dalam karya penciptaan justru dalam kenyataan bahwa keduanya berbeda.


Predikat sebagai co-creator dimungkinkan oleh rasa cinta. Ketika dua makhluk 'berbeda jenis' saling mencintai, maka dunia ini seakan milik berdua. Mereka dengan bebas menuntaskan proyek penciptaan itu.


Akhirnya, hai laki-laki, sayangi wanita. Sebuah rumah tanpa wanita ibarat tubuh tanpa jiwa. Rumah fisik dan rohani bakal tak terurus jika wanita menyingkir dari rumah. Hidup laki-laki, dalam banyak kasus 'semakin berantakkan' setelah ditinggal pergi oleh wanita (istrinya).


*Penulis adalah seorang laki-laki. Tinggal di Watu Langkas.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Makluk Tuhan 'Paling Indah' (Apresiasi untuk Perempuan di 'Hari Ibu')

Trending Now

Iklan