Oleh: Stefanus Dampur, SVD*)
![]() |
Duc in Altum: Semakin Mengimani Allah dan Menghargai Manusia dalam Panggilan Perutusan" |
Prolog:
Bahasa Latin: "Duc in altum", jika di-Indonesia-kan: "Bertolaklah ke tempat yang dalam". Tempat yang dalam (baca: konteks kisah biblis, kisah kitab suci, terjadi di laut) , yaitu tempat yang berbahaya, banyak binatang buas, banyak tantangan tapi sekaligus peluang untuk semakin dekat dengan tujuan yang kita cari. Hal yang dicari di laut adalah hasil laut berupa ikan, belut, lobster, gurita, dan lain-lain.
Baca: "Imam dan Prodiakon dalam Ekaristi: Refleksi Teologis tentang Peran dan Tanggung Jawab"
Sebagai orang beriman, yang kita cari dalam hidup ini ialah Allah sebagai asal, sumber dan tujuan hidup abadi kita. Untuk itu kita mesti mempunyai keberanian untuk menjadi utusan atau pelayan Tuhan Allah. Makanya, dibutuhkan iman, pengharapan dan kasih untuk tetap sadar bahwa Allah Bapa, melalui Yesus Kristus Putera-Nya, tetap menyertai kita melalui Tubuh dan darah-Nya yang Kudus untuk menyelamatkan kita. Kita berdoa dan berharap bahwa keluarga-keluarga kita (baca: keluarga Katolik) semakin mendekatkan diri dengan Allah dalam hidup dan karya. Kitapun disanggupkan untuk mewartakan kabar gembiranya, baik ataupun tidak baik waktunya, bukan justru menjadi provokator dan perusak kedamaian, apalagi memperalat orang sederhana untuk kepentingan sesat dan sesaat yang sungguh merisaukan hidup banyak orang.
Tugas Perutusan Yesaya
Nabi Yesaya mendapat sebuah penampakan atau penglihatan dalam iman.
Dia berdiri di depan Cahaya Ilahi yang Mahakudus. Dia menyadari kedosaannya sebagai manusia lemah dengan berkata secara jujur: "Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah bangsa yang najis bibir".
Orang yang najis bibir ialah orang yang "menunya mulut kotor", "penuh ujaran kebencian dan kejahatan, suka memprovokasi". Ia (baca si "mulut kotor") mestinya tidak patut menyebut nama Tuhan, atau mewartakan Firman-Nya kepada umat yang lebih luas. Mungkin kita menemukan konteks dimana sebagian besar atau mungkin seluruh warganya dikenal sebagai "KMK= Kampung Mulut Kotor". Di sana terdapat kenyataan suka mencaci-maki, berbicara seronok, berbicara jelek, berbicara tidak senonoh dan lain-lain.
Dari bacaan Alkitab kita mendapatkan informasi bahwa bibir Yesaya adalah bibir yang telah dibasuh dengan bara api. Bara api melambangkan pemurnian oleh Roh Kudus. Bibirnya "yang manis" akhirnya menjadi kudus dan dikuduskan. Mengikuti Yesaya, kita bisa masuk warga "KMK= Komunitas Mulut Kudus". Dalam komunitas mulut kudus tersebut akan diutamakan atmosfer positif, aura kebaikan, saling mendukung, saling mendoakan dan menguatkan serta membawakan kebahagiaan lahir-batin. Di sana akan jauhlah sikap negatif seperti iri hati, dendam, dengki, amarah, cemburu, perseteruan, persekongkolan, pemufakatan jahat, dan sejenisnya.
Baca: Untuk Pasangan Suami-Istri Katolik Yang Sudah Sah Menikah Secara Sakramen
Dalam situasi "rahmat" akan selalu ada kebaikan bersama.
Lalu Tuhan berfirman: "Siapakah yang akan Kuutus, siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Yesaya peka bahkan sensitif terhadap panggilan Yahweh. Ia menyahut: "Ini aku, utuslah aku". Kesediaan menjadi utusan Tuhan kapan dan di manapun kita diutus. Jangan ambisi bodoh, mau cari pangkat, jabatan, kedudukan ataupun tempat basah, sesuai selera dan keinginan manusiawi meskipun hal itu menjadi kecenderungan umum manusia jaman ini.
Aplikasinya bagi kita:
"Tuhan memanggil orang berdosa dan menguduskannya untuk menjadi nabi, pewarta kabar gembira, kabar keselamatan. Dia memampukan orang yang dipanggil-Nya untuk bersaksi di tengah situasi dunia yang sungguh dinamis bahkan problematis.
Paulus: Pembenci Yang Menjadi Pencinta dan Pembela Yesus Yesus
Santo Paulus menyadari kedosaannya sebagai manusia lemah, ringkih, dan tak berdaya. Hanya saja, Paulus beriman kepada Allah dan menyadari kasih karunia Allah yang luar biasa kepada dirinya. Kasih itulah yang memanggil dia menjadi rasul dan misionaris, bahkan melayani ke banyak bangsa. Luar biasa memang Paulus.
Paulus merasa bersyukur karena begitu besarnya kasih karunia Allah kepadanya. Dia sadar, maka dia berkata:
"Tetapi karena kasih karunia Allah, aku adalah sebagai mana aku ada sekarang ini (...) tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku". Kasih karunia Allah melekat erat dalam diri Paulus dan Paulus merawatnya secara sadar, tahu dan mau. Santo Paulus sungguh kuat melaksanakan tugas perutusannya karena Allah yang mengasihinya dan menguatkannya untuk menjadi saksi. Santo Paulus kuat melaksanakan tugas perutusannya hingga akhir hayatnya.
Simon Petrus Yang Meragukan Yesus Pada Awalnya, Tapi Akhirnya Taat dan Percaya juga
Penginjil Lukas (5:1-11) mengungkapkan dengan sangat mengesankan tentang kisah Yesus yang bertemu dengan Simon Petrus dan teman-temannya di tepi danau. Mereka itu (Petrus dan kawan-kawan) bekerja sebagai nelayan (penangkap ikan) Galilea di pantai danau Genazaret.
Yesus naik ke perahu Simon Petrus lalu duduk mengajar orang banyak dari atas perahu. Selesai mengajar (kemungkinan besar siang hari), itu Yesus berkata kepada Petrus: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan".
Kita tahu bahwa Yesus bukan pelaut. Dia anak tukang kayu, anak Bapak Yusuf. Ilmu kelautan lebih dikuasai dengan baik oleh Petrus. Rasanya aneh bagi Petrus bahwa anak gunung mengajari pelaut untuk menangkap ikan.
Awalnya Petrus hanya mengerti secara harfiah.
"Bertolak ke tempat yang dalam" secara harfiah berarti mengayuhkan perahu ke laut yang paling dalam. Tapi, pada siang hari, ikan tentu dengan mudah lari ke manapun dia/mereka suka. Jika melihat pukat penangkap ikan di siang hari, tentu tidak nyaman. Itu yang Petrus pahami, pada awalnya. Kemudian barulah Petrus sadar bahwa Yesus mengajaknya masuk kepada makna hidup yang lebih dalam yaitu hidup dalam iman akan Allah. Allah Mahakuasa dan tujuan segala yang tercipta. Asalkan ada bersama Allah dan taat kepada-Nya, maka segala sesuatupun menjadi mungkin terjadi. Tiada yang mustahil bagi Allah. Oleh karena itu, sesudah menangkap ikan dalam jumlah yang banyak dan "perahu hampir tenggelam", fokus perhatian Petrus bukan lagi pada ikan, melainkan pada Kehadiran yang Kudus, Allah sendiri. Petrus kemudian menyadari kedosaan dan kelemahannya.
Ia pun tersungkur di depan kaki Yesus: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa". Petrus sadar akan dosanya, dia mengakui dosa dan menyesalinya lalu bertobat. Dia (baca: Petrus) tidak percaya diri di hadapan Tuhan. Lalu Tuhan meneguhkannya: "Jangan takut. Mulai sekarang engkau akan menjadi penjala manusia".
Luar biasa perubahan atau transformasi hidup Petrus: "Dari penjala ikan (baca: nelayan) menjadi penjala manusia (baca: pelayan rohani, pewarta Sabda Allah)".
Memetik Pesan Iblis:
Pertama, Tuhan menguduskan orang yang dipanggil-Nya meskipun mungkin di mata manusia seseorang itu dianggap "tidak layak". Bahwa setiap orang yang dipanggil Tuhan untuk menjadi pengikut-Nya adalah kumpulan manusia lemah tapi dikuatkan dan dikuduskan oleh Tuhan. Yang penting, mereka yang terpanggil itu perlu memperbaiki diri, berubah (belajar dari Paulus dan Petrus) untuk semakin menjadikan diri kepada Allah dalam pelayanan kepada sesama yang dipercayakan kepada setiap orang.
Baca: SVD DILAN Rencanakan Gebrakan di Tahun 2025: Fokus pada OMK, Yubileum, dan 150 Tahun SVD
Kedua, Tuhan berkenan mengutus kita secara khusus untuk menjadi utusan-Nya sesuai dengan bidang tugas kita masing-masing. Setiap orang mempunyai bakat dan talenta masing-masing. Bakat dan talenta itulah yang dipakai untuk memuliakan nama Tuhan dan menyelamatkan diri serta sesama. Kalau kita tidak mampu membawa orang kepada keselamatan, minimal kita tidak boleh menghambat orang untuk selamat. Karena rahmat pembaptisan, kita mesti mewartakan Sabda Tuhan dalam hidup harian kita melalui tindakan yang bermutu, baik, benar, penting, berguna dan membahagiakan sesama.
Ketiga, kita harus berjuang untuk "Duc in altum; bertolak ke tempat yang dalam", tempat dimana Tuhan bertakhta dan bersabda serta melaksanakan kehendak-Nya demi menyelamatkan setiap orang yang percaya. Hidup Yesus adalah hidup kita. Misi Yesus adalah misi kita. Kita berdoa dan berharap bahwa kita masing-masing, keluarga-keluarga Katolik di seluruh dunia semakin dekat dengan Allah; "melaksanakan apa yang Allah ajarkan dan menjauhi apa yang Allah larang. Sudah ada pada kita 10 (sepuluh) perintah Allah dan 5 (lima) perintah Gereja. Satu kata untuk kita yang percaya kepada Allah: LAKSANAKAN.
Referensi: Yesaya 6:1-8; 1 Kor 15:1-11; Lukas 5:1-11.
*). Penulis adalah Pastor yang hidup di pengungsian karena erupsi gunung berapi.